Sinar keemasan nampak begitu megah terpancar dari sang Surya. Lamat-lamat, manik kelabu milik Valen terbuka. Kepalanya berdenyut nyeri. Ia meringis sebab merasa kesakitan akibat ulah Reyzain semalam. Bahkan tanpa punya belas kasihan menyiksa dan membuat tubuhnya penuh luka. Luka di hatinya belum sembuh tersebab rasa kehilangan, kini Rey menambahkannya dengan percikan air garam. Dobel sakit, bukan?
Perlahan, ia menghentakkan tubuhnya secara perlahan hingga bersandar di dashboard ranjang. Memijit pelipisnya sebab pening yang mendera. Perutnya keroncongan sebab belum menyantap makanan.
"Terakhir aku makan saat hendak pergi menghadiri pernikahan Denara, pantas saja aku kelaparan," tutur Valen dan mulai berdiri, pandangan masih saja buram. Ia hendak melangkah, namun pintu kamar dibuka secara kasar.
"Apa aku membawamu untuk bersantai, hah?!" bentak Reyzain yang sudah berada di hadapan Valen. Sementara wanita itu sudah gemetaran. Dengan langkah lebar, Rey segera menarik pergelangan tangan istrinya itu dan mendorongnya hingga tersungkur di depan para pelayan.
"Dengarkan aku, mulai saat ini, semua pekerjaan rumah diurus oleh wanita pembunuh tersebut. Jangan berani membantunya, bila aku melihatnya salah satu diantara kalian melanggar perintah, maka saat itu juga, silahkan angkat kaki dari sini dan jangan harap mendapatkan pesangon!" teriak Rey nyalang dengan deru napas yang naik turun sebab bongkahan daging dalam hatinya masih menyisakan ruang pesakitan.
Tidak ada yang berani mendongak. Mereka menunduk, sementara Valen membeku di tempatnya yang bokongnya mencium lantai marmer.
"Kau, tidak akan mendapatkan makanan bila tidak bekerja! Kalian semua awasi Gadis pembunuhan itu! Laporan padaku bila pekerjaannya tidak beres!" usai mengatakan itu ia berbalik badan dan hendak pergi ke kantor.
Namun saat akan keluar dari pintu ia berpesan, "Julia, Kau awasi wanita pembunuh itu!"
Setelah itu, ia keluar dari Mansion dan mengendarai mobil mewahnya menuju Kantor. Para pelayan Reyzain segera berhamburan, hanya tersisa Julia yang menjadi ketua Maid, ia sungguh kasihan melihat Nona muda yang disiksa oleh majikannya. Entah permasalahannya apa.
Julia mengulurkan tangan untuk membantu namun Valen menggeleng kepala berulang. Sebab ancaman Rey tidak main-main. Dengan kekuatan penuh, ia mencoba berdiri dan berkata, "jangan membantuku Bibi, aku hanya tidak ingin Reyzain kembali murka dan melemparkan kekesalan pada kalian. Lebih baik Bibi sebutkan saja apa yang harus aku kerjakan."
"Saya tahu Nona ini orang yang baik. Saya tidak akan bertanya ada masalah apa diantara kalian, hanya saja Tuan berubah setelah tidak jadi menikah dengan Nona Denara, Nona Valen."
"Tolong jangan panggil aku Nona, Bibi Julia. Mungkin saja Rey sedang kelelahan. Oh ya jika begitu, izinkan aku untuk menyapu," ucap Valen dengan senyum yang dipaksakan. Ia mulai meraih sapu dan membersihkan Mansion megah yang luas.
Wanita itu menyeka dahinya yang sudah berkeringat dingin, ditambah tenaganya begitu lemah karena belum ada asupan yang bersarang di perutnya. Ia semakin meringis ketika perutnya terasa perih. Namun ia tidak akan mendapatkan jatah sarapan bila belum bekerja.
Saat ia hendak menyapu di teras, Valen tidak kuasa menahan berat badannya dan ia luruh seketika di Lantai, bertepatan dengan itu, seorang Pria yang lebih muda dari Reyner berteriak, "Astagaaa Valen! Kau kenapa malah tidur di lantai?"
Tanpa menunggu lama, Ezra membopong Valen hingga meletakkan hati-hati di kamarnya. Mendengar kabar bahwa sepupunya itu kehilangan sosok calon istri dan malah mengumumkan pernikahannya dengan Valen, membuat dirinya yang sedang berada di Kanada langsung terbang ke Swiss karena kabar duka tersebut.
Ezra menepuk-nepuk pipi Valen pelan dan berucap, "Len, Valen. Hey, Ayo bangun!"
Suara bass yang terdengar sayup-sayup di indera pendengaran gadis yang tadi pingsan itu segera terbuka. Ia kembali memijat kepalanya sebab merasa sangat pening.
"Hei, kau ingat siapa aku?" tanya Ezra mengajukan pertanyaan.
Valen mendengus dan berkata, "Aku tidak sedang hilang ingatan Ez!"
"Kupikir kepalamu terbentur lantai dan pingsan."
Valen menggeleng kepala pelan. Saat ia ingin buka suara, bunyi keroncongan di perut membuat Ezra tergelak.
"Kau lapar rupanya? Apakah suamimu itu tidak memberikanmu sarapan? Ckckck dasar pria tidak peka!" Kesal Ezra hingga membuat dahi Valen berkerut dalam.
"Kenapa kau bisa tahu bahwa aku sudah menjadi istrinya, Reyzain?" tanya Valen penasaran.
Bukankanya menjawab, Ezra segera berlari ke pintu dan berteriak, "Juliaaa, bawakan makanan ke kamar Valen!"
Urat lehernya sampai memerah, ia segera menghampiri sahabatnya saat di kampus itu dengan melontarkan banyak pertanyaan.
"Seharusnya aku yang bertanya Len. Bagaimana bisa justru kau yang menikah dengan Reyzain? Seharusnya ia menikah dengan Denara, bukan? Oh, ya mengenai Artur, aku minta maaf bila baru tahu hari ini jika dia telah berpulang ke pangkuan Tuhan," sesal Ezra seraya menatap wajah cantik yang diam-diam ia kagumi dalam diam.
"Aku sendiri tidak tahu, Ez. Semuanya terjadi begitu saja. Tanpa persetujuan dariku, Rey mengatakan bahwa kami telah menikah."
"Jadi, dia memaksamu?" tanyanya menuntut tanya.
Tok! Bunyi ketukan pintu membuat Valen urung menjawab pertanyaan dari Ezra. Julia segera masuk dan membawa nampan berisi makanan dan minuman.
"Nona Valen, ayo sarapan dulu," ucap Julia meletakkan makanan di meja kecil dekat Ranjang. Valen mencoba bangun, tapi tenaganya benar-benar lemah. Ezra membantunya dengan memegang kedua lengan wanita ringkih tersebut yang justru berteriak.
"Hentikan Ez. Kau menyakitiku!"
Teriakan kesakitan itu membuat alis Ezra saling tertaut. "Aku hanya sekedar membantu saja, Len. Kenapa kau justru berteriak kesakitan, hah?"
"A-aku, aku sungguh lapar Ez. Biarkan aku sarapan lebih dulu," jawab Valen setelah kepergian Julia. Perlahan ia mampu menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan memakan sarapannya berupa Sup.
Ezra segera duduk kembali di pinggir Ranjang dan menunggu Valen selesai dengan sarapannya.
"Jadi, kenapa tadi kau berteriak?"
Valen merotasi netra abunya ke kanan dan ke kiri, dengan gugup ia mengelak, "Ah, tidak ada masalah yang serius Ez. Tadinya aku hanya terkejut saja. Hehehe."
"Kau tidak pandai berbohong, Len!" seru Ezra memicingkan mata curiga. Tatapan mata hitamnya menyelidik. Mencoba menyelami kebenaran dari iris kelabu yang begitu mempesona.
"Jangan sembunyikan apapun dariku, Len. Aku paham bagaimana dirimu. Sekarang katakan, apakah kau merasa bahagia menikah dengan Reyzain?"
"Tidak ada hubungannya dengan Rey, Ez. Kami baik-baik saja," Kilah Valen yang menutupi kelakuan Rey yang berubah setelah kehilangan Denara.
"Aku tidak percaya, pasti kau menyembunyikan sesuatu padaku, bukan? Tapi tidak masalah bila hari ini kau tidak ingin bercerita. Bahuku siap menerima keluhan darimu," ucap Ezra tulus dan malah mengacak rambut hitam panjang milik wanita yang ia cintai dalam diam.
"Singkirkan tanganmu dari istriku, Ezra!" teriak Rey marah saat melihat dua insan yang begitu ia benci berada di kamar dan sengaja memamerkan kemesraan, seolah mengejek dirinya.
"Dia istriku, kau tidak diperbolehkan menyentuh Valen sembarangan!" kilat amarah masih menguasai dirinya. Ia membuka lebar daun pintu dan berkata, "Aku tidak menerima tamu, pintu kamar sudah terbuka dan kau silahkan keluar! Jangan pijakan kakimu lagi di Mansionku!"
Ezra mengalah, ia berdiri dan berjalan menuju ke arah sepupunya seraya berbisik, "Bila kau menyakiti Valen, aku akan merebut dirinya darimu!"
Mendengar ancaman yang terlontar dari Ezra, membuat Rey mengepalkan kedua tangannya. Sepupunya itu pergi begitu saja setelah melewati pintu kamar. Rey segera melangkah kakinya dan tangan kanannya mencengkeram erat rahang Valen."Apakah kalian hendak berbuat mesum di Mansionku? Sungguh menjijikkan! Selain pembunuhan, rupanya julukan wanita murahan melekat padamu!"Netra kelabu milik Valen berkaca-kaca mendengar penuturan yang tidak pantas tersebut. Padahal hubungan Ezra dan dirinya hanya sebatas sahabat. Artur pun juga tahu tentang hal itu."Ke-kenapa pikiranmu picik sekali, Rey? Aku tidak seperti wanita yang kamu tuduhkan!"Rey melepaskan cengkraman itu kasar hingga kepala istrinya terbentur dashboard ranjang."Akh!" teriak Valen merasakan kesakitan. Sementara sang suami berkata dengan ejekan. "Tidak murahan? Tetapi menggoda sepupu suaminya? Belum ada 24 jam kau menjadi istriku dan kau sudah ketahuan berselingkuh. Hebat!"Rey bertepuk tangan lantas kembali mengucapkan kata-kata sarkas
Di kala senja itu, Valen tidak menduga bahwa dirinya masih hidup. Padahal ia sudah melukai dirinya sendiri dengan pecahan kaca. Tatapan matanya tertuju pada telapak tangannya yang sudah diperperban.Hanya dengan menggunakan tanktop dan Hotpants, sudah membangkitkan sisi liar dalam diri Rey yang ingin segera dituntaskan. Namun ia ingat kata-katanya bahwa meskipun istrinya itu bertelanjang sekalipun ia tidak akan tergoda.Rey menggelengkan kepala berkali-kali, membuat Valen kebingungan."Rey, kau tak apa?"Rey gelagapan telah berfantasi dengan pikirannya yang nyeleneh untuk segera mengeksekusi istrinya yang dikira tidak suci lagi.Dengan tatapan tajam ia berteriak, "Apa? Kau pikir dengan aksimu bunuh diri dengan hanya pakaian minim begitu bisa membuat aku tertarik? Kau salah besar!"Velen semakin bingung dengan pembicaraan yang dilontarkan oleh suaminya. Dalam hati Valen bermonolog. "Menggoda? Sejak kapan diriku menggoda dirinya? Tadi dia geleng-geleng, juga tersenyum sendiri. Persis or
"Aku sebenarnya sudah mengatakan bahwa sebaiknya Valen bekerja saja dengan cara yang halal. Aku tahu, kebutuhan di jurusan seni dan tata busana itu sangat mahal," adu Denara yang mulai berkata dusta tentang sosok Velen yang selalu unggul darinya. Sejujurnya Denara begitu cemburu melihat kesuksesan yang diraih oleh Valen karena kerap kali mendapat pujian dari sang Dosen. Apalagi di tempat kerja paruh waktu tersebut, banyak desain yang dia ciptakan laku keras. Hingga timbul dengki dalam diri pemilik iris sebiru safir tersebut."Aku tahu, pasti berat harus tinggal satu atap dengan orang yang kelakuannya minus. Oh ya, setelah aku selesai dengan pekerjaan. Aku ingin mengajak dirimu ke suatu tempat," ucap Reyzain tiba-tiba. Ia akan memberikan sebuah kejutan hingga sang kekasih merasa dicintai. Ia sudah menyakinkan hatinya, bila Denara adalah calon istri yang baik dan sempurna.Mata Denara berbinar, ia pun mengajukan tanya, "Kau ingin membawaku kemana, Rey?"
Rey gelagapan saat mendengar perkataan wanita yang bibirnya begitu menggoda. Ia terpaksa melepaskan cengkraman tangannya pada rahang Valen guna menyingkirkan gelenyar aneh yang merasuki pikiran dan hatinya. "Urus saja pekerjaanmu! Jangan menggodaku! sebab sampai kapanpun juga, aku tidak berminat pada tubuhmu yang sering gonta-ganti pasangan. Benar-benar murahan!" hina Rey diiringi dengan tatapan jijik lalu berdiri.Valen yang dalam posisi duduk, mengadahkan kepalanya dan bertanya, "Lantas, kenapa kamu malah mengikatku dengan adanya pernikahan?""Apakah kau pikir, aku menikah denganmu karena ingin, hah? Jangan bermimpi. Justru dengan adanya pernikahan ini, aku semakin leluasa untuk menyiksamu. Jangan lupa, bagaimana Denara meninggal akibat ulahmu dengan tunanganmu itu!" tuding Rey dengan nada tinggi, setelahnya ia berbalik badan dan pergi dari kolam renang. Meninggalkan Vallen yang tertegun di tempatnya.Wanita yang sedang dalam masa berkabung itu
Julia hanya mengangguk saja, sementara Vallen menggelengkan kepala berkali-kali."Dia sangat rakus rupanya," cicit Vallen berkomentar dan ia mendaratkan bokongnya pada kursi. "Bibi, ayo makan bersama."Julia menggeleng kepala. Vallen pun mengancam, "Baiklah jika bibi tidak mau ikut sarapan. Sebaiknya aku juga tidak sarapan. Biarkan saja aku pingsan. Dan jika sampai aku mati, bibi yang akan disalahkan!"Wanita berusia senja itu sedikit ketakutan. Ia segera duduk berseberangan dengan majikannya. Vallen tersenyum melihatnya.Keduanya sama-sama sarapan. Julia membersihkan piring sementara Vallen segera menyapu. Pukul setengah tiga, semua halaman sudah disapu bersih.Julia datang membawa cemilan dan es mangga. Vallen menerima dengan riang. "Terima kasih banyak, bibi.""Sama-sama. Saya bersyukur bahwa Nona Vallen yang menikah dengan tuan Reyzain," ucap Julia tiba-tiba.Dahi wanita bermata kelabu itu saling tertaut tersebab kebingungan. "Maksudnya Bibi Julia, apa?"Julia pun berlalu dari ha
Temaram malam menyapa ketika Vallen dan Ezra sampai di mansion milik Reyzain. Pria yang berada di dalam mobil tersebut hendak membangunkan Vallen yang tertidur pulas namun enggan. Ia memilih untuk membuka mobil dan membawa Vallen ke dalam gendongan. Rey yang berada di ruang kerja mengintip di balik jendela saat sang istri di bopong. Ia segera turun dari tangga. Bertepatan dengan itu, Ezra hendak menaiki tangga namun urung saat Rey justru bertepuk tangan."Wah, wah, rupanya kalian bersenang-senang di luar sana ya? Baru ingat untuk pulang? Oh aku tahu, pasti kalian sudah melakukan banyak gaya sehingga wanita dalam gendonganmu itu tertidur pulas!""Apa maksudmu, Rey?""Jangan berpura-pura Ezra. Aku tahu bahwa Vallen sudah kau pakai berkali-kali. Mungkin saja kalian berdua sudah puas bercinta sehingga kau kembalikan," sindir Rey yang membuat netra Ezra melotot. Bukan karena tuduhan yang diucapkan. Melainkan karena tidak menduga bahwa perkataan sepupunya begitu pedas. "Jaga bicaramu Rey!
"Mama, papa, lho, kok sudah sampai?" tanya Rey kepada orangtuanya yang membuat dirinya begitu syok. Monik, segera menjewer telinga sang anak hingga menuju ke ruang dapur. Membuat pemilik mata elang tersebut kesakitan. Vallen yang melihat orang tua Rey segera memberikan penghormatan."Selamat pagi Tante Monik, Om Darwin," sapa Vallen tulus. Monik segera melepaskan jeweran tersebut. Dan justru menghambur ke pelukan sang menantu. "Oh, selamat pagi juga menantu. Maafkan Mama ya bila tidak bisa hadir," sesal Monik dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya Vallen sendiri merasa aneh. Kenapa ibunya Rey justru bersikap baik kepada? Atau mungkin dia mengira bahwa dirinya adalah Denara, begitukah? Pikir Vallen."Ayo sayang duduk dulu. Biarkan Mama yang akan memasak.""Tapi Tante, bukankah baru saja tiba dari Indonesia? Sebaiknya biarkan Vallen yang memasak," tolak wanita bermata kelabu merasa tidak enak. Rey dan Darwin hanya saling pandang.
Vellen tertegun kala mendengar suara Rey berteriak. Ia malah melontarkan tanya, "Kenapa memangnya, Rey? Aku hanya ingin mengambil laptop yang kamu pakai. Aku juga tahu bahwa kamu tidak suka dekat denganku.""Bagus jika kau sadar diri. Aku ingin keluar. Berada satu ruangan denganmu membuat atmosfer udara jadi kotor. Terutama dirimu yang suka menjelajahi beberapa pria di luar sana. Benar-benar perilaku buruk!"Setelah mengatakan hal tersebut, Rey beranjak dari tempat tidur dan meninggalkan laptop, sementara Vallen tidak akan terkecoh dengan ucapan suaminya. "Suatu hari nanti, kamu akan tahu kebenarannya Rey. Wanita yang kamu puja selama ini, ia berkhianat. Meskipun aku mencoba untuk mengatakannya padamu, tetap saja kau tidak akan percaya," bisik Vallen seraya menatap tubuh sang suami yang telah menghilang dari pandangannya. Ia juga tidak ingin tahu kemana Rey pergi.Vallen berkutat di depan layar persegi. Ia akan membuat desain perhiasan berupa sa
Rey mengelus leher belakangnya dan menyahut, "Hanya sekedar kenalan saja, Ken.""Selama sebulan ini, Tuan Rey kemana?" tanya Ken. "Aku sedang ada urusan bisnis Ken," Balas pemilik netra elang sekadarnya. Sang ajudan menimpali, "Tuan Yakin tidak sedang berbohong? Urusan penting apa itu? Sebab kesibukkan bisnis Tuan sudah diambil alih papa tuan. Tuan Darwin dan nyonya Monik kembali terjun ke perusahaan yang Tuan Rey kelola.""Aku, berbohong? Apakah wajah tampanku ini seperti orang penipu, Ken?" Rey terlihat marah membuat Ken tersenyum. "Tuan tidak bisa berbohong padaku. Pasti sebuah rahasia besar yang kini menimpa Tuan hingga tak pernah pulang. Benarkan?""Hah, kau sok tahu."Ken kemudian melanjutkan. "Aku sangat mengenal siapa tuan Reyzain. Nona Shen bahkan menghilang dari rumah tuan Barata karena melihat foto tuan bersama perempuan lain yang sedang sama-sama polos berada di dalam selimut yang sama.""Apaaa?!" teriak Rey terkejut dengan suara lantang. Lalu buru-buru membungkam mulut
Ken ingin berucap, namun Barata mengusir dengan gerakan tangan. Membuat ajudan menantunya hanya bisa menurut dengan perasaan yang tak terduga. Ken segera membopong Meysha dan meminta calon istrinya untuk membukakan pintu rumah dan mobil. "Kita bawa nyonya ke rumah sakit saja, Gis," ujar Ken dan diberikan anggukan oleh Giska. Reyzain yang melihat dari teropong pun segera turun dari Villa guna memasuki Mansion Barata. "Ayah mertua, ayah!" teriak Rezain berang. Ia kesal sedari tadi diabaikan. Apalagi tidak nampak tanda-tanda Shenina dan Alvin. Padahal ia sangat merindukan keduanya. "Ayah. Dimana kau sembunyikan istri dan anakku!" seru Reyzain lagi kemudian menaiki tangga guna mencarinya di kamar. Namun, tak ada siapa-siapa. Kakinya ia ayunkan menuju ruang baca sebab hanya ruangan itu yang tak bisa dijangkau oleh penglihatannya lewat teropong. Ia langsung saja masuk sebab pintu sudah terbuka. Rey yang sedang tersulut amarah pun bertanya, "Ayah, kenapa ayah berbohong padaku, hah? Buk
"Apakah kau sudah memikirkannya Shen? Tinggal di panti bersama bayi Al?" tanya Ezra sekali lagi. Shenina mengangguk mantap. "Benar Ez. Aku tumbuh besar di sana. Lagipula ibu panti sudah sangat tua. Jika bukan karena kau yang memberikan donatur tetap mungkin panti itu sudah lama dirobohkan. Jadi, bantu aku ya, please?"Shenina sampai menyatukan kedua tangannya di depan dada sebagai tanda permohonan. Ezra sangat mencintai wanita di hadapannya. Ia berpikir jika bisa menuruti Shen bisa merebutnya dari Rey secara halus. "Akan aku pertimbangkan. Sebab ada beberapa resiko yang nantinya akan kau tanggung. Sekarang sarapanlah, kasihan bayimu bila tidak sarapan.""Oke. Aku akan meminjam dapur, dan kau jaga Alvin sebentar ya," kata Shen seraya bangkit dari duduk. Ezra hanya tersenyum saja sebagai jawaban. "Hai baby Al. Panggil aku ayah nanti ya? Sebab sebentar lagi kita akan menjadi pasangan anak dan ayah yang sempurna," kelakar Ezra berbicara pada Al yang sedang memejamkan mata disertai isap
"Mas, sebaiknya katakan apa rencanamu," sergah Meysha yang membuka pintu perpustakaan secara kasar. Barata segera mengganti layar laptop menjadi grafik pendapatan rumah sakit dan hotel guna membandingkan profit. "Memangnya apa yang aku lakukan, Mey?" "Sikap Mas Bara begitu berbeda hari ini, pasti Mas menyembunyikan sesuatu," tuduh sang istri dan Bara tak menanggapi. Hal itu membuat Meysha sangat kesal. "Oke, jika tidak ingin berkata jujur, malam ini tidurlah sendiri dan jangan coba merengek!""Iya, Mas rencananya mau lembur," jawab Barata santai, membuat sang istri gregetan dan menghentakkan kakinya sebab sangat kesal. Jadi ia memilih menengok cucunya. "Shen, boleh gendong baby Alvin?" tanya Meysha ketika memasuki kamar anaknya. Shenina yang duduk di pinggiran ranjang, sedang menyusui anaknya pun semakin erat mendekap baby Al. Ia begitu takut sebab sang ayah tadi sudah memisahkan keduanya. Shenina menggelengkan kepalanya. "Jangan ambil anakku, Ma. Jangan pisahkan kami," jawab Sh
"Kenapa papa bilang begitu, aku yakin Rey tidak akan mungkin menghianatiku. Aku tahu siapa suamiku, pa. aku mohon jangan pisahkan kami," mohon Shen seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.Barata masih saja keukeuh meminta sang anak untuk berpisah. "Jika kau tidak mau berpisah dengan Rey. Maka jangan harap bisa menemui putramu lagi!"Bara mengambil paksa bayi yang ada di box dan membawa pergi entah kemana. Shen hanya bisa meruang sejadi-jadinya. rinai hujan di pipinya begitu deras. Monik juga tidak menduga bahwa sahabatnya tega memisahkan ibu dan anak. "Apakah Bara itu sudah tidak waras! Memisahkan Shenina dengan bayinya. Benar-benar tidak masuk akal! Dasar kakek tua gila" umpat Monik dengan amarah yang begitu kentara. Ia segera membantu menantunya untuk berdiri. Memeluknya serta mengelus punggung Shenina guna menenangkan. "Shen, jangan pikirkan hal-hal yang tidak penting. Mama percaya bahwa Bara tidak akan menyakiti cucunya sendiri. Mengenai Rey, mama meminta maaf. Karena
Mendengar perkataan Ken, orang-orang yang berada di ruang makan menghentikan aksi sarapan. Shen terhenyak. Padahal niatnya adalah untuk menjodohkan Ezra dengan Giska."Gis, kalian berdua sudah saling mencintai ya setelah Ken menjemput ke Indonesia? Wah, padahal baru seminggu yang lalu, lho," goda Shen membuat Giska kikuk.Wanita asal Indonesia itu berkata, "Hahaha, sepertinya Mas Ken salah makan obat Mbak Bule, makanya pagi-pagi begini melawak. Kan Giska pengen melanjutkan pendidikan dulu, baru nikah."Ken sungguh kecewa, artinya dia sedang ditolak sekarang? Jadi ia pergi begitu saja dari ruangan tanpa sepatah katapun."Ken marah sepertinya, ayo segera bujuk dia." Giska berupaya tersenyum, "Biarkan saja Mbak Bule, mungkin mas Ken pengen sendiri."Ezra pun ikut berkomentar, "jadi, Ken itu siapanya kamu, Gis?"Giska menjawab kaku. "Bukan siapa-siapa Mas Ezra.""Kalian berdua sudah saling mengenal?" tanya Shen penasaran. "Dulu, Giska sempat bekerja di rumahku yang ada di Jakarta. Terny
Ezra membaringkan bayi mungil itu dengan hati-hati. Shen bernafas lega dan mengucapkan terima kasih."Jika begitu aku turun dulu ya, takutnya Rey tiba-tiba datang dan malah salah paham. Tahu sendiri gimana posesifnya si Rey. Dulu saja kami menyukai wanita yang sama.""Oh, tidak masalah bila dahulu ia mencintai wanita lain. Sekarang kan aku sudah menjadi istrinya yang dicintainya," sahut Shen bangga."Aku juga turut bahagia. Oh ya selamat malam, Len. Bila butuh bantuan kau bisa turun memanggilku."Shen hanya merespon dengan anggukan. Ezra segera menutup pintu diiringi seringai yang menakutkan."Bila kau tak bisa kudapatkan dengan cara halus, masih ada cara lainnya untuk membuat kalian berdua salah paham."***Tengah malam ketika semua orang terlelap, Ezra diam-diam mengendap untuk ke ruang belakang rumah yang tak terawat. Dengan menggunakan masker, otomatis ia tidak akan ketahuan. Sebuah cairan dioleskan sapu tangan. Membuka pintu yang gelap. Rey pun memicingkan mata guna melihat siapa
Pria berpakaian serba hitam itu menyeret tubuh Rey ke halaman belakang rumah. Ada sebuah gedung tua yang tidak pernah digunakan. Pria itu mengikat tubuh Reyzain pada tiang dan menyumpal mulutnya dengan kain agar tidak berteriak.Pria berpakaian serba hitam tersebut segera keluar dari gudang dan menuju toilet untuk melepaskan masker. Netra hitamnya berbinar tatkala melihat wajahnya di depan cermin."Vallenzuela, meskipun kau sudah pernah melahirkan. Namun aku akan tetap mencintaimu."Ia segera keluar dari toilet dan memberikan sebuah kado untuk wanita yang dicintainya."Vallen?" Shenina yang mendengar suara yang begitu familiar segera menoleh ke arah kiri. Mata kelabunya berkaca-kaca saat tahu siapa yang datang."Ezraaa! Ya ampun sudah lama sekali ya aku tidak melihatmu. Apa kabar?"Ezra tersenyum dan menyahut, "Tentu saja aku baik. Oh ya, dapat salam dari ibu panti dan anak-anak. Maaf baru tahu jika kau mengadakan pesta.""Tidak masalah, Ez. Sebaiknya kita duduk dulu," ajak Shenina s
Rona bahagia terpancar dari wajah Shenina beserta Reyzain yang sedang berpose seraya menggendong bayi Alvin. Keluarga kecil tersebut kompak mengenakan pakaian serba ungu yang dikombinasi warna abu. Para lelaki mengenakan setelan jas abu-abu, sementara perempuan mengenakan dress selutut warna ungu.Malam ini kediaman Mansion milik Barata ramai oleh para tamu undangan yang menghadiri acara pesta untuk dua bayi yang lahir disaat bersamaan. Dekorasi pesta terlihat glamor dengan adanya hiasan lampu, bunga warna ungu, ornamen kupu-kupu, serta balon. Adapun nama dua bayi yang tertera di dinding yang ditempel dengan kain abu-abu. Sementara Cherry juga tampak bahagia karena bisa berfoto bersama sang suami, Glen dan juga putrinya.Kebahagiaan tersebut sangat penting baginya karena ia khawatir bahwa papa mertuanya tidak menyukai Glen karena wajah yang begitu persis dengan Gladwin."Terimakasih banyak kepada para hadirin yang sudah datang dalam acara pesta cucu-cucu saya. Semoga, keduanya selalu