Miana merasa khawatir di dalam hati."Kalau begitu, aku nggak perlu pesta ulang tahun. Aku akan ke rumah sakit dan merayakannya bersama dia," ujar Nevan dengan serius sambil menatap Miana.Lagi pula, dia memang tidak terlalu suka merayakan ulang tahun."Nggak boleh!" Miana langsung menolaknya tanpa berpikir panjang.Semakin dekat Nevan dengan Rania, semakin dekat pula dia dengan Henry, dan itu sangat berbahaya."Kenapa nggak boleh, Bu?" tanya Nevan dengan raut wajah bingung, mencoba mencari alasan yang logis."Kamu sudah tahu kalau ayah Rania itu juga ayahmu, dan kamu masih mau mendekatinya? Kamu nggak takut dia akan mencoba membawamu pergi lagi?" Nada suara Miana terdengar agak ketus.Dia tahu bahwa orang seperti Henry sangat tidak tahu malu.Nevan terdiam.Dia baru saja melupakan hal itu."Kalau kamu benar-benar ingin merayakan ulang tahun bersamanya, beli saja gaun itu. Ibu hanya ingin memastikan kamu ingat situasi kita sekarang, tapi keputusan sepenuhnya ada di tanganmu," ujar Mian
Miana tertegun sejenak. "Apa maksudmu?"'Henry menyelidiki orang tua kandung Rania?''Berarti Rania bukan anak kandung Henry?''Nggak mungkin!'"Sepertinya putri Henry bukan anak kandungnya!""Nggak mungkin! Rania pasti anak Henry!" Meskipun Henry yang membesarkannya, tanpa hubungan darah, sulit dipercaya bahwa wajah mereka bisa semirip itu.Yang paling penting adalah Rania bahkan sangat mirip dengan Nevan!"Kalau begitu, aku akan selidiki masalah ini dengan baik.""Oke."Miana merasa ada yang sangat aneh.'Dari mana sebenarnya Rania berasal?''Nggak mungkin anak itu diambil secara diam-diam, bukan?'Setelah menutup telepon, Miana memikirkannya sejenak dan akhirnya memutuskan untuk mengambil laptopnya.Kadang kala, jadwalnya yang padat membuatnya harus menyerahkan tugas-tugas tertentu pada asistennya.Namun, mengenai asal-usul Rania, dia memutuskan untuk menyelidikinya sendiri.Tidak lama kemudian, Miana menemukan tempat kerja orang tua kandung Rania.Ternyata, Rania memang bukan anak
Dengan pakaian rumah yang nyaman dan rambut yang terselip rapi di belakang telinga, Miana melangkah menuju pintu.Dia segera membuka pintu.Belum sempat melihat dengan jelas sosok di depannya, tubuhnya sudah terdorong mundur hingga menyentuh pintu.Aroma sabun mandi dari tubuh Giyan menyelimuti udara di antara mereka.Detak jantung Miana tiba-tiba menjadi tak terkendali."Mia, sudah siap?"Suara Giyan terdengar rendah di telinganya.Miana secara refleks menegakkan punggungnya. "Aku ... aku sudah membuat janji dengan seorang psikolog. Besok sore aku akan pergi menemuinya."Dia berharap bisa segera pulih, tetapi kenyataan memaksanya menerima bahwa proses itu akan memakan waktu.Giyan merasakan seperti disiram air dingin dari kepala hingga ujung kaki.Panas tubuhnya langsung padam seketika.Miana belum pulih, memaksanya tanpa mempertimbangkan perasaannya adalah hal yang tidak mungkin dia lakukan."Giyan, maafkan aku!" Miana berjinjit dan dengan lembut mencium bibirnya. "Aku akan berusaha
"Nevan, dengarkan Ayah, oke?" Melihat betapa sedih Nevan, hati Giyan ikut terasa pedih. "Adikmu pasti hidup dengan sangat baik di dunia lain, jadi jangan sedih lagi, ya?"Giyan menepuk punggung Nevan perlahan, suaranya terdengar sangat menenangkan.Miana perlahan mengangkat Nevan dari pelukan Giyan. "Sudah, sudah, jangan sedih lagi, ya? Malam ini, bagaimana kalau tidur dengan Ibu?"Nevan sudah tidur sendiri sejak usia dua tahun, tetapi dia sekarang masih berusia tiga tahun.Mimpi seperti itu tentu membuatnya rasa tidak nyaman."Oke." Nevan menyeka air matanya, lalu menggosok wajah kecilnya di pelukan ibunya.Dia merasa juah lebih berada di dekat ibunya.Miana menoleh ke Giyan dengan wajah penuh penyesalan. "Giyan, kamu kembali ke kamar dulu. Aku akan menemani dia tidur malam ini."Giyan memeluknya sebentar. "Oke, selamat malam."Setelah mengatakan itu, dia mencium pipi Miana dan Nevan.Meskipun agak kecewa, dia tahu ini satu-satunya hal yang bisa dia lakukan.Dia tidak mungkin, hanya d
Seandainya putrinya masih hidup, betapa bahagianya dirinya.....Rumah sakit, di kamar perawatan.Henry baru saja menidurkan putrinya ketika ponselnya bergetar.Melihat nomor Wiley, dia bangkit dan berjalan keluar untuk menerima telepon."Hasilnya tes DNA sudah keluar, Pak Henry. Kalian nggak memiliki hubungan darah," ujar Wiley, yang bahkan tidak tahu apa alasan sebenarnya Henry melakukan tes tersebut.Hasil ini tidaklah mengejutkannya, mengingat Rania adalah anak yang ditemukan."Saat tes DNA dilakukan, apakah kamu terus mengawasinya?" Henry merasa ada sesuatu yang tidak beres.Bagi Henry, kemiripan Rania dengan Nevan sulit untuk diabaikan, jadi menurutnya Rania seharusnya memiliki hubungan darah dengannya."Aku melakukannya di rumah Sakit Tresna!" Wiley berpikir, rumah sakit ini berada di bawah Grup Eskaria, jadi kesalahan tidak akan mungkin terjadi."Aku sudah tahu!" Henry mengatupkan bibirnya, dalam hati berniat untuk melakukan tes DNA sekali lagi."Pak Henry ...." Wiley memanggil
Teriakan keras Celine membuat para pengawal terkejut sejenak, lalu mereka mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak darinya.Setelah memastikan para pengawal enggan mendekat, Celine menyeringai, dan hendak masuk ke kamar perawatan.Saat dia baru akan melangkah masuk, salah satu pengawal langsung meraih tangannya."Nggak boleh masuk!"Dia tidak boleh membiarkan orang dengan karakter seperti Celine masuk."Tolong! Pelecehan!" Suara Celine menggema di lorong. Tanpa ragu, pengawal itu melepas jaketnya, membungkus tubuh Celine dengan sigap, lalu mengangkatnya dan membawanya ke lift dengan langkah cepat.Mereka sekarang berada di lantai dua belas. Jika bukan di lantai tinggi, pengawal itu mungkin sudah melempar keluar Celine dari jendela.Tanpa banyak bicara, pengawal itu membawa Celine turun ke lantai bawah, lalu melemparkannya ke lantai dengan gerakan kuat. "Aku nggak memukul wanita, tapi jangan pikir aku nggak bisa bertindak tegas! Cepat pergi!"Sikap tegas pengawal itu membuat Celine b
"Felica ...."Sebelum Celine sempat berbicara, Felica sudah menarik lengannya dan menyeretnya keluar."Kamu mau membawaku ke mana?" tanya Celine dengan panik, dia dapat merasakan aura membunuh dari Felica."Mengantarmu ke dunia lain! Percaya atau nggak?" Felica menyeringai sinis. "Celine, aku sudah membukakan jalan untukmu, tapi hasilnya? Sekarang semuanya berantakan!"Tiga tahun yang lalu, dia mencuri putri Miana agar bisa membuat Celine berada di sisi Henry.Dia ingin memanfaatkan Celine untuk mendapatkan informasi penting dari Henry. Namun, setelah lebih dari tiga tahun, Celine bahkan tidak berhasil naik ke tempat tidur Henry. Benar-benar wanita bodoh yang tidak berguna!"Itu bukan salahku!" Celine merasa dirinya tidak bersalah.Selama lebih dari tiga tahun ini, dia terus meniru Miana.Selain itu, dia juga sangat bersungguh-sungguh mengurus Rania.Masalahnya, Henry tidak memiliki perasaan, sama sekali tidak bisa melihat semua usahanya!Felica enggan berbicara lebih banyak, dan setel
Felica menatap pria itu dengan diam.Selama bertahun-tahun, Felica sering melihatnya di berita televisi, dan dia selalu menekan keinginannya yang besar untuk menemuinya.Dia selalu berpikir bahwa mereka tidak akan pernah bertemu lagi seumur hidup ini.Melihat Felica diam, pria itu mengernyit dan bertanya lagi, "Ada urusan apa kamu mencariku?"Felica mengumpulkan pikirannya, duduk tegak, dan berkata, "Aku mencarimu memang ada urusan, tentang ... anak kita."Pria itu tampak sangat terkejut. "Apa yang kamu katakan? Bagaimana mungkin kita punya anak!""Anak kembar. Yang kecil dicuri orang begitu dilahirkan, dan yang besar, Zeno Jirgan, meninggal dalam kecelakaan mobil dua tahun lalu," ujar Felica sambil menyeka air matanya dengan cepat.Ini adalah rahasia yang dia sembunyikan selama lebih dari tiga puluh tahun.Dia berpikir, seumur hidupnya, dia tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk mengungkapkannya.Selain itu, dia tidak menyangka bahwa saat ini terasa begitu mudah untuk mengatakann
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,