Tekad dan kecemasan yang belum pernah ada sebelumnya terlihat di mata Janice. Kedua tangannya mencengkeram erat seprai, seakan-akan hanya itu satu-satunya sandaran yang dia miliki saat ini.Di samping ranjangnya berdiri Yosef yang sedang menatapnya dengan ekspresi yang tidak jelas."Yosef, aku mohon, bantu aku keluar dari sini," pinta Janice dengan suara yang bergetar dan penuh ketulusan.Mata Janice sudah merah berkaca-kaca, sorot matanya dipenuhi rasa ketakutan akan masa depan dan ketidakberdayaan terhadap situasi saat ini.Sosok Yosef yang bertubuh tinggi menciptakan bayangan berat di dalam kamar yang remang-remang.Dia menatap Janice dalam-dalam, tatapan yang dipenuhi emosi yang rumit. Ada kasihan, tidak berdaya, dan tekad yang sulit untuk diungkapkan. "Janice, aku janji akan membantumu, tapi kamu harus mengerti itu bukan hal yang mudah. Batasan internasional jauh lebih rumit dari yang kita bayangkan. Aku hanya bisa melakukan sebisaku, menyediakan jalan pelarian untukmu."Dia berka
Mendengar ucapan Yosef, Nadia langsung menangis dengan keras. "Yosef, aku adalah ibumu, bagaimana kamu bisa memperlakukanku seperti ini!"Mentalnya terguncang sejak tahu suaminya berselingkuh, dan menjadi sangat posesif.Dia tidak bisa mengendalikan suaminya, tetapi putranya adalah miliknya. Oleh karena itu, dia harus menjaga putranya erat-erat di sisinya dan tidak membiarkan wanita lain merebutnya.Selama beberapa hari ini, Yosef sangat tersiksa karena sikap ibunya itu. Dia merasa kesal, mengusap keningnya, lalu berteriak, "Diam!"Dia heran, mengapa ibunya tidak mengamuk pada ayahnya yang berselingkuh, malah mencari masalah dengannya.Yosef hampir dibuat gila oleh ibunya."Kukatakan lagi, Yosef, kamu hanya boleh menikahi Alisa Ingra! Wanita lain nggak boleh, terutama Janice, si wanita licik itu! Kalau kamu berani menikahinya, aku akan bunuh diri di depanmu!" Berita tentang Janice telah memenuhi internet selama dua hari ini. Setiap kali melihat berita itu, dia selalu mengutuk Janice.M
'Bukankah demi aku, Yosef bahkan bersedia melepaskan segalanya?'Kenapa sekarang ....'"Janice, maafkan aku." Wajah Yosef penuh dengan rasa bersalah.Kehilangan Janice, dia mungkin masih bisa menemukan orang yang dia cintai di masa depan.Sementara jika dia kehilangan ibunya, tidak akan ada lagi orang yang akan sepenuh hati memikirkannya.Janice tersenyum dan berkata, "Kenapa kamu bicara seperti itu! Dasar bodoh!"Janice tiba-tiba merasa bingung akan masa depannya."Istirahatlah, aku akan menelepon dulu, akan aku selesaikan secepatnya." Yosef memeluk Janice, dan dengan hati-hati mencium pipinya.Mungkin tidak ada lagi kesempatan untuk bisa bersama di masa depan.Mata Janice seketika menjadi merah.Dia bertanya-tanya seandainya dulu dia memilih Yosef, apakah dia sudah hidup bahagia sekarang?Sayang sekali, tiada seandainya di dunia ini.Dia sendiri yang telah memilih jalan ini, jadi sekalipun penuh kesulitan, dia tetap harus menjalaninya."Jangan menangis! Tunggu beberapa tahun. Setelah
"Aku mencari tahu apa yang ingin aku ketahui," ujar Henry dengan suara datar, seolah-olah sedang membicarakan hal yang tidak penting.Yosef merasa agak gelisah.Mungkin karena sudah terlalu lama berteman dengan Henry, dan tidak pernah ada konflik di antara mereka, dia bahkan lupa bahwa Henry sebenarnya adalah serigala!Serigala yang sangat ganas.Siapa pun yang menjadi musuh Henry akan berakhir mengenaskan."Kita bisa bicara lain kali kalau kamu nggak ingin mengatakannya sekarang, tapi ... Kota Jirya itu kecil, sangat mudah bertemu dengan siapa pun," ujar Henry, lalu menutup teleponnya.Genggam Yosef pada ponselnya mengerat, dan kedua tangannya gemetar.Kata-kata Henry itu jelas merupakan peringatan baginya.Untuk sesaat, dia tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Henry.Yang dia maksud ....''Ibuku atau orang itu?'Meskipun ada banyak kekhawatiran di hatinya, dia tetap memutuskan untuk membantu Janice pergi.Dia memutuskan untuk bertaruh.Mungkin saja kali ini dia beruntung!Setelah yaki
"Aku sudah mengatur semuanya tadi. Besok malam pukul tujuh, akan ada orang yang menjemputmu, mereka juga akan memberimu identitas baru!" Yosef mengernyit ketika matanya tanpa sengaja tertuju pada luka di dada Janice, dan bertanya, "Bagaimana kalau lukamu terinfeksi saat di tengah perjalanan?""Aku akan memikirkan cara untuk membawa lebih banyak obat." Bagaimanapun, dia harus segera meninggalkan Kota Jirya, jadi luka seperti ini bukanlah hal penting.Selain itu, nyawanya lebih terancam jika terus berada di kota ini.Dia tidak berani mempertaruhkan nyawanya."Oh ya, rumah dan mobil yang kamu minta aku jual, aku belum menemukan pembeli yang cocok. Jadi, aku akan memberimu uang dulu, dan pelan-pelan mencari pembeli yang cocok," ujar Yosef sambil mengeluarkan sebuah kartu bank. "Semua uang yang bisa kuberikan sudah ada di sini, totalnya ada sepuluh miliar. Simpanlah!"Tindakan Yosef membuat Janice terharu.Dia bahkan berpikir, jika dia tidak terpaksa harus melarikan diri, dia akan tetap di
"Aku baru dapat kabar, mantan istrimu ke kantor polisi dengan membawa cukup bukti yang menunjukkan kejahatan Janice. Ah, ada juga bukti dirimu ...." Pria itu belum selesai berbicara, Henry sudah memotongnya, "Kapan dia pergi ke sana?""Belum lama! Dia pasti sudah tahu, kamu membantu Janice membuatkan identitas palsu untuk ke luar negeri, makanya dia segera membuat laporan ke kantor polisi! Sekarang, polisi sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan. Kamu dan Janice ... nggak akan bisa kabur! Hahaha!" Pria itu tertawa dengan keras, sama sekali tidak terlihat berbahaya.Namun, Henry tahu bahwa pria itu sebenarnya adalah orang yang berbahaya."Kamu pun aneh, kenapa nggak beri tahu mantan istrimu kalau kamu sengaja membantu Janice melarikan diri untuk membuatnya lengah, sehingga polisi bisa menangkapnya!""Rumordi Ferno! Tutup mulutmu!" seru Henry dengan suara dingin.Pria itu berhenti tertawa dan menatap Henry dengan tatapan tajam. "Jangan panggil namaku!"Dia tidak suka dengan namanya
'Lebih baik tunggu sampai semuanya selesai baru bilang pada Sherry.''Kalau nggak, Sherry pasti akan khawatir.'"Bagaimana kalau aku menemanimu?" Sherry masih merasa tidak tenang."Sher, aku sungguh baik-baik saja," ujar Miana dengan tulus."Baiklah." Sherry tidak memaksa lagi dan menutup telepon.Miana menarik napas panjang dan berkata di hatinya, 'Sher, maafkan aku.'Dia memutuskan untuk meninggalkan Kota Jirya, tetapi untuk sementara tidak berniat memberi tahu Sherry.Dia memerlukan reaksi Sherry terhadap apa yang akan dia lakukan selanjutnya.Jika Sherry tahu yang sebenarnya, reaksi Sherry tidak akan terlihat alami.Itulah sebabnya, dia harus menyembunyikan rencananya dari Sherry untuk sementara waktu.Setelah kembali ke rumah, dia hanya mengambil laptop dan dokumen penting, serta dua kotak yang sebelumnya dia simpan di brankas.Barang-barang lainnya tidak dia bawa.Ketika dia kembali ke mobil, Kevin bingung melihatnya yang hanya membawa sebuah ransel, jadi bertanya, "Kamu nggak me
Ucapan Felica seketika membuat Janice merinding.Henry selalu bersikap lembut padanya selama ini, dan ini membuatnya lupa bahwa Henry adalah serigala ganas!Serigala yang bisa menerkam orang sampai tidak tersisa.Janice merasa aneh mengapa sepanjang hari ini begitu damai, padahal Henry sudah mengetahui banyak hal pada malam itu.Selain itu, Yosef sebelumnya mengatakan padanya bahwa waktu keberangkatan ditetapkan pada besok malam. Namun, sore ini, Yosef tiba-tiba meneleponnya, memberi tahu waktu keberangkatannya dipercepat menjadi malam ini.'Apakah ini jebakan?'Memikirkan hal ini, Janice tiba-tiba berkeringat dingin.Dia pasti akan mati jika Henry benar-benar ingin menyingkirkannya.Tidak!Dia ingat, Henry pernah mengatakan akan membuatnya hidup sengsara!Makin dipikirkan makin merasa takut Janice, bahkan tubuhnya mulai gemetar tidak terkendali.'Apakah seperti yang dikatakan Felica? Aku nggak bisa kabur?''Nggak mungkin! Aku akan menerima kenyataan itu!'Pada saat ini, cahaya terang
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,