"Miana, aku hamil, jadi kamu harus segera bercerai dengan Henry, kalau nggak, betapa malangnya anak ini lahir tanpa ayah." Isak wanita itu terdengar dari ponsel. Miana mendengarnya sambil mengusap pelipisnya, lalu berkata dengan nada dingin, "Apa lagi yang ingin kamu katakan, Kak Janice? Cepat katakan, akan kurekam, nanti saat proses perceraian dengan Henry, aku bisa memperoleh lebih banyak aset.""Miana, kamu bajingan! Bisa-bisanya kamu merekam pembicaraan ini!" Wanita itu langsung menutup telepon setelah mengumpat.Setelah panggilan tersebut terputus, Miana menunduk melihat ke lembar hasil pemeriksaan di tangannya. Tulisan "hamil empat minggu" yang tercetak di kertas itu terasa menyakitkan baginya.Awalnya dia berniat memberi tahu Henry tentang kehamilannya malam ini, tetapi dia sekarang merasa tidak perlu lagi.Anak ini datang pada waktu yang salah, tetapi anak ini adalah penyelamatnya.....Miana yang begitu tiba di rumah setelah pulang kerja disambut oleh Bibi Lina, "Nyonya, saya
Miana melirik pria yang berbicara, Yosef Lucario, sahabat sejak kecil Henry. Keluarga Lucario juga merupakan keluarga yang berkuasa di Kota Jirya. Yosef paling memandang rendah Miana yang berasal dari keluarga miskin. Meskipun dia merupakan putra dari keluarga bermartabat, dia bersikap seperti sebuah pisau yang dapat diayunkan sesuka hati oleh Janice. Janice selalu menggunakannya untuk melawan Miana setiap saat.Teringat akan hal tersebut, Miana tersenyum kecil dan berkata dengan lembut, "Kak Janice adalah kakak iparnya Henry, istri dari kakak tertua Henry. Kalau orang lain mendengar apa yang barusan kamu bilang, aku takut akan ada yang salah paham dan mengira mereka punya hubungan yang nggak seharusnya!"Yosef baru saja sengaja berbicara kasar padanya, jadi dia tidak perlu memikirkan harga diri Yosef.Dia mengakui bahwa dia sangat mencintai Henry, tetapi dia tidak serendah itu sampai akan menerima begitu saja perlakukan buruk teman-teman Henry.Janice awalnya senang, tetapi setelah me
"Bukankah kamu bilang seseorang ingin membunuhmu? Aku hanya memastikan apakah kamu sudah mati." Perkataan Henry penuh dengan sindiran.Miana refleks menggenggam ponselnya erat-erat dan berkata dengan tegas, "Aku ditakdirkan berumur panjang, jadi nggak akan mati!"Dia mematikan panggilan itu dan memblokir nomor itu dalam satu gerakan cepat.....Pada saat ini, di kamar rawat VIP di rumah sakit milik Grup Eskaria, Janice berbaring di ranjang dengan wajah yang terlihat sangat pucat. Dia terlihat begitu lemah, seakan-akan angin bisa menerbangkannya.Henry yang tengah menggenggam ponselnya menunjukkan ekspresi masam.Melihat itu, Janice bertanya dengan hati-hati, "Henry, apa Miana baik-baik saja?"Henry meletakkan ponselnya dan berseru, "Dia baik-baik saja!"Janice diam-diam mengutuk Miana di dalam hatinya, tetapi berkata dengan nada lembut kepada Henry, "Kamu sebaiknya kembali menemaninya. Ada dokter dan suster di sini, jadi kamu nggak perlu mengkhawatirkan aku."Henry berkata dengan tenan
Kedua bibir Henry saling menekan dan sepasang mata hitam pekatnya tertuju pada Sherry. "Dia mengalami kecelakaan mobil?" tanya Henry.Seketika, Henry teringat panggilan telepon dari Miana tadi malam.'Kalau itu benar ....'Pada saat ini, pintu kamar rawat terbuka dan Miana masuk dengan aura yang dingin.Saat Janice melihat Miana, matanya memancarkan rasa kebenciannya, tetapi dia segera menyembunyikannya dan berkata dengan tergesa-gesa, "Baru saja kudengar kamu mengalami kecelakaan mobil, cepat kemarilah, biar aku lihat apakah kamu terluka parah atau nggak?" Sikapnya ini seolah-olah sangat peduli pada Miana.Pada saat ini, raut wajah Henry mengelap.'Bisa-bisanya Miana bersekongkol dengan sahabatnya untuk membohongiku.'Miana berjalan mendekat, lalu menarik Sherry ke belakangnya dan berkata, "Kamu pergi dulu, biar aku yang tangani masalah ini."Sherry buru-buru berkata, "Aku sungguh nggak melakukan apa pun, dia sendiri yang menampar dirinya!"Miana menyela, "Aku tahu, kamu pergi dulu."
Miana menatap mata Henry untuk waktu yang lama sebelum berkata sambil tersenyum, "Jangan pernah berpikir untuk mengorbankan diriku demi dirinya! Selain itu, Henry, yang ingin kubicarakan adalah keputusanku untuk bercerai denganmu sudah buat, kapan kamu punya waktu untuk pergi ke kantor catatan sipil untuk mengurus surat cerai kita? Ini nggak akan memakan banyak waktu!"Meskipun senyuman di wajah terlihat begitu cerah, tetapi hatinya terasa sangat sakit.Dia selalu tahu bahwa Henry memihak pada Janice, tetapi dia tidak menyangka akan sampai sejauh ini.Mustahil dia membiarkan dirinya menjadi batu pijakan untuk Janice naik ke atas!"Selesaikan dulu masalah tren tagar Janice itu dan aku baru akan memenuhi keinginanmu! Kalau sampai aku yang turun tangan duluan, yang akan kamu hadapi nggak akan sesederhana mengklarifikasi saja!" seru Henry dengan marah tanpa berpikir panjang.Menurutnya, permintaan perceraian Miana hanyalah baru untuk menarik perhatiannya.Dia tidak percaya Miana benar-bena
Mendengar suara tersebut, Wiley segera menaikkan sekat partisi mobil.Henry memandang wanita dalam pelukannya, seakan-akan telah tersihir, dan menundukkan kepalanya untuk mencium bibir wanita itu.Miana teringat adegan Henry mencium Janice di kamar rawat hari ini, merasa sedikit mual, dan mendorong Henry, dia menutup mulutnya dan muntah kering.Mendengar suara muntah Miana, raut wajah Henry langsung menggelap."Miana, apa maksudmu!"'Aku menciumnya, tapi dia malah muntah?'Miana segera mengambil tisu dan menyeka mulutnya. Kemudian, dia mengangkat kepalanya, menatap Henry dengan mata merah dan berseru, "Kita akan bercerai, nggak pantas melakukan hal seperti ini!"Henry mengangkat dagu Miana, memaksa Miana untuk menatapnya. "Janji yang kamu buat belum terpenuhi, 'kan? Sekarang belum saatnya kita bicara tentang perceraian!"Miana menatap wajah tampan pria di depannya, tertawa kecil dan berkata, "Aku pasti akan menyelesaikan hal itu sebelum fajar besok!"Henry begitu ingin segera membersih
Kakak ipar dan adik ipar begitu dekat dan mereka tidak takut dibicarakan orang.Wiley hendak menghentikan kepala pelayan, tetapi mendapati Miana yang duduk di kursi belakang sudah membuka pintu dan keluar dari mobil.Mendengar ucapan kepala pelayan tadi, Miana sudah bisa menebak bahwa pingsannya Kakek disebabkan oleh kemunculan Janice.Miana sudah mengingatkan Henry sebelumnya, tetapi Henry tidak memercayainya.Sekarang Kakek pingsan karena marah, dia pun bertanya-tanya bagaimana perasaan Henry saat ini.Mungkin saja Henry tidak merasakan apa-apa.Lagi pula, Henry tidak peduli pada siapa pun kecuali Janice.Ketika kepala pelayan melihat Miana, dia menjadi sedikit emosional sampai tanpa sadar suaranya meninggi, "Nyonya, cepat ikut saya!"Miana mengikutinya sambil bertanya, "Sudah panggil dokter keluarga?""Sudah, butuh dua puluh menit untuk bisa tiba.""Sudah buka jendelanya untuk ventilasi?""Semua jendela sudah dibuka."Miana mengerutkan bibirnya, lalu mempercepat langkahnya.Saat tib
Eddy hampir mati berdiri karena marah mendengar pertanyaan Henry.Henry terkenal di dunia bisnis karena kecerdasannya.Namun, setiap kali berbicara tentang Janice, dia seperti tidak menggunakan otaknya.Miana dengan tenang menyendok semangkuk sup untuk Eddy, lalu meletakkannya di depannya sambil berkata dengan lembut, "Kakek, minumlah sup dulu."Eddy mengambil mangkuk itu dan menyesap sup di dalamnya. Amarahnya mereda. Setelah meletakkan mangkuk itu, dia kembali menatap Henry dengan tajam dan berkata, "Karena kamu menanyakan itu, aku akan beri tahu kamu alasannya.""Mia selalu memasak untukku setiap kali dia datang kemari, dia juga tahu apa yang aku suka makan, kalau ada ikan, dia akan memilah tulang ikan untukku. Mia sangat memperhatikanku!""Sedangkan Janice? Setiap kali dia hanya duduk di sofa, berlagak menjadi nona besar dan membiarkan para pembantu melayaninya. Semua pembantu di rumah harus memprioritaskannya, siapa yang akan menjagaku!"Saat mengatakan itu, raut wajah Eddy sudah
'Bukankah demi aku, Yosef bahkan bersedia melepaskan segalanya?'Kenapa sekarang ....'"Janice, maafkan aku." Wajah Yosef penuh dengan rasa bersalah.Kehilangan Janice, dia mungkin masih bisa menemukan orang yang dia cintai di masa depan.Sementara jika dia kehilangan ibunya, tidak akan ada lagi orang yang akan sepenuh hati memikirkannya.Janice tersenyum dan berkata, "Kenapa kamu bicara seperti itu! Dasar bodoh!"Janice tiba-tiba merasa bingung akan masa depannya."Istirahatlah, aku akan menelepon dulu, akan aku selesaikan secepatnya." Yosef memeluk Janice, dan dengan hati-hati mencium pipinya.Mungkin tidak ada lagi kesempatan untuk bisa bersama di masa depan.Mata Janice seketika menjadi merah.Dia bertanya-tanya seandainya dulu dia memilih Yosef, apakah dia sudah hidup bahagia sekarang?Sayang sekali, tiada seandainya di dunia ini.Dia sendiri yang telah memilih jalan ini, jadi sekalipun penuh kesulitan, dia tetap harus menjalaninya."Jangan menangis! Tunggu beberapa tahun. Setelah
Mendengar ucapan Yosef, Nadia langsung menangis dengan keras. "Yosef, aku adalah ibumu, bagaimana kamu bisa memperlakukanku seperti ini!"Mentalnya terguncang sejak tahu suaminya berselingkuh, dan menjadi sangat posesif.Dia tidak bisa mengendalikan suaminya, tetapi putranya adalah miliknya. Oleh karena itu, dia harus menjaga putranya erat-erat di sisinya dan tidak membiarkan wanita lain merebutnya.Selama beberapa hari ini, Yosef sangat tersiksa karena sikap ibunya itu. Dia merasa kesal, mengusap keningnya, lalu berteriak, "Diam!"Dia heran, mengapa ibunya tidak mengamuk pada ayahnya yang berselingkuh, malah mencari masalah dengannya.Yosef hampir dibuat gila oleh ibunya."Kukatakan lagi, Yosef, kamu hanya boleh menikahi Alisa Ingra! Wanita lain nggak boleh, terutama Janice, si wanita licik itu! Kalau kamu berani menikahinya, aku akan bunuh diri di depanmu!" Berita tentang Janice telah memenuhi internet selama dua hari ini. Setiap kali melihat berita itu, dia selalu mengutuk Janice.M
Tekad dan kecemasan yang belum pernah ada sebelumnya terlihat di mata Janice. Kedua tangannya mencengkeram erat seprai, seakan-akan hanya itu satu-satunya sandaran yang dia miliki saat ini.Di samping ranjangnya berdiri Yosef yang sedang menatapnya dengan ekspresi yang tidak jelas."Yosef, aku mohon, bantu aku keluar dari sini," pinta Janice dengan suara yang bergetar dan penuh ketulusan.Mata Janice sudah merah berkaca-kaca, sorot matanya dipenuhi rasa ketakutan akan masa depan dan ketidakberdayaan terhadap situasi saat ini.Sosok Yosef yang bertubuh tinggi menciptakan bayangan berat di dalam kamar yang remang-remang.Dia menatap Janice dalam-dalam, tatapan yang dipenuhi emosi yang rumit. Ada kasihan, tidak berdaya, dan tekad yang sulit untuk diungkapkan. "Janice, aku janji akan membantumu, tapi kamu harus mengerti itu bukan hal yang mudah. Batasan internasional jauh lebih rumit dari yang kita bayangkan. Aku hanya bisa melakukan sebisaku, menyediakan jalan pelarian untukmu."Dia berka
Ucapan Miana membuat amarah Henry bertambah. "Apa yang kamu bicarakan! Aku dan Janice nggak ada hubungan apa pun, nggak pernah melakukannya!"Dengan sangat jelas, dia ingat pernah menjelaskan hubungannya kepada Miana sebelumnya, tetapi dia bingung mengapa Miana masih berkata seperti itu!Dia merasa Miana benar-benar tidak memperhatikan apa yang dia katakan."Malam setelah kita bercerai, Janice mengirim banyak swafoto dirinya di kamar tidur ini padaku. Setelah mengenakan pakaian yang begitu seksi, kamu nggak menyentuhnya?"Miana tidak percaya. Bagaimanapun, Henry bukan pertama kali berbohong padanya.Setelah dibohongi berkali-kali, dia tentu tidak akan percaya."Nggak! Aku di ruang kerja! Selain itu, aku juga nggak tahu dia datang!" Jika dulu, Henry tidak akan repot-repot menjelaskan seperti ini.Namun, setelah mengalami perceraian dengan Miana, dia mulai memahami beberapa cara berkomunikasi dalam pernikahan.Jika ada keraguan, tanyakan langsung. Karena dipendam terlalu lama, hanya akan
Sorot mata Kevin menajam. "Henry, kalian sudah bercerai! Apa yang kamu lakukan!"Menurutnya, Henry tidak berhak membawa pergi Miana!"Dia nggak beri tahu kamu, semalam, dia memohon untuk kembali bersamaku demi menyelamatkan Giyan?" Henry tersenyum sinis, lalu melihat Miana yang berada di pelukannya dan bertanya, "Nona Miana, yang kukatakan benar, 'kan?"Miana memelototi Henry. "Tutup mulutmu!"'Nggak ada yang menyuruhmu untuk bicara!'Kevin tersentak sejenak.Dia masih merasa bersalah atas kejadian tadi malam.Jika bukan karena dia membawa Miana keluar, orang-orang itu tidak akan membawa Miana pergi."Nona Miana, apakah kamu ingin menyelamatkan kakak seniormu ini? Hm?" tanya Henry sambil tersenyum, tanpa memedulikan tatapan Miana yang tajam itu.Miana menggigit bibirnya dan mengangguk. "Ya!"Meskipun begitu, dia tidak ingin memohon pada Henry di depan Kevin."Hanya itu?" tanya lagi Henry dengan pelan sambil mengangkat alisnya."Aku akan pulang bersamamu!" Ini adalah kompromi terbesar M
"Mia, aku bawakan kamu sarapan ...." Begitu masuk, Kevin melihat dua orang dalam posisi yang terlihat begitu intim hingga membuatnya tidak bisa melanjutkan ucapannya.Sejurus itu, dia tidak tahu apakah dia harus masuk atau keluar.Miana segera mengulurkan tangan untuk mendorong Henry.Akan tetapi, Henry malah memegang kepala Miana, memperdalam ciumannya.Miana menjadi marah dan menggigit bibir Henry dengan keras.Mulut keduanya penuh dengan rasa darah.Henry mengerutkan keningnya'Lagi-lagi dia menggigitku!''Sebegitu nggak suka berciuman denganku?'"Henry, cepat pergi!" Miana tidak ingin melihat Henry.Raut wajah Henry menjadi dingin. "Apa? Aku di sini, mengganggumu?"Miana tidak ingin meladeni Henry lagi, langsung bangkit dan menghampiri Kevin, "Kak Kevin, kenapa kamu ke sini?""Aku khawatir kamu nggak punya waktu untuk pergi beli, jadi aku bawakan sarapanmu. Aku beli bubur kesukaanmu. Ayo, sarapan dulu," ujar Kevin sambil berjalan ke sofa, meletakkan kantong berisikan bubur itu di m
"Belum.""Bagaimana dengan Miana?""Nona Miana sedang berjaga di kamar pasien.""Batalkan semua jadwal hari ini, aku akan pergi ke rumah sakit."Wiley mengurungkan niatnya untuk mengatakan sesuatu sebelum meninggalkan ruangan.'Sekarang yang ada di benak Pak Henry hanya Nona Miana, benar-benar sudah jadi bucin.'Mengerikan ....'Setelah Wiley pergi, Henry menandatangani beberapa dokumen mendesak sebelum meninggalkan kantor.Ketika mobil sudah berhenti di tempat parkir rumah sakit, Henry merokok dua batang rokok sebelum turun dari mobil dan memasuki gedung rumah sakit.Di depan pintu kamar VIP, dia berdiri sebentar baru mendorong pintu masuk.Giyan masih terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit, tubuhnya dipenuhi berbagai alat medis, dan alat medis di sampingnya terus mengeluarkan bunyi.Miana tertidur di tepi ranjang rumah sakit dengan rambut panjangnya terurai menutupi sebagian wajahnya.Melihat situasi ini, Henry merasa tidak nyaman.Jika dia bisa memperkirakan bahwa Giya
"Serahkan ponselmu dulu!" seru Janice dengan pelan namun tegas sambil menatap Felica.Dia takut Felica akan merekam percakapan mereka, baik secara audio ataupun video."Janice, kamu jangan berlebihan!" seru Felica dengan tampang sangat marah."Berlebihan? Aku nggak merasa begitu." Janice tersenyum. "Bisa saja kamu diam-diam ingin menjebakku, jadi cepat serahkan ponselmu!"Felica mengeluarkan ponselnya dan meletakkannya di samping. "Ponselku sudah aku taruh di sini, cepat bilang kamu ingin aku melakukan apa!"Janice melirik ponsel tersebut."Cepat bilang!" seru Felica lagi sambil memelototi Janice.Janice kemudian mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Felica."Nggak bisa!" Ekspresi Felica sangat terkejut setelah mendengar apa yang dikatakan Janice."Aku tahu kamu bisa melakukannya!" Janice melambaikan tangannya. "Cepat pergi siapkan semua itu, paling lambat besok aku sudah harus pergi!"Henry tidak akan melepaskannya, jadi dia tidak bisa hanya duduk diam!Pergi ke luar negeri sec
"Henry, kembali!" teriak Janice dengan histeris sambil menatap punggung Henry. Karena emosinya yang bergejolak, luka di dadanya terus mengeluarkan darah.Seketika, dia merasa sangat pusing dan pandangannya menjadi gelap.Saat Janice sadar lagi sudah keesokan paginya.Mungkin karena kehilangan banyak darah, kepalanya masih terasa pusing dan tubuhnya terasa lemas."Ada orang nggak? Aku mau minum air!" seru Janice dengan suara yang serak.Suaranya menjadi serak mungkin karena dia berteriak terlalu keras kemarin.Pintu kamar terbuka, dan seorang perawat masuk sambil mendorong troli medis.Troli medis penuh dengan botol dan kantong berisi cairan."Aku mau minum air!" seru Janice, sekali lagi.Perawat itu tidak merespons, langsung mengganti cairan infus dan mengukur suhu tubuh Janice. Sikapnya benar-benar dingin.Melihat reaksi itu, Janice sangat marah hingga menampar perawat itu. "Aku bilang aku ingin minum air! Kenapa kamu nggak bantu aku bantu ambilkan!"Perawat itu menatap Janice sejenak