Kabar kematian Miana membuat Henry sangat terpukul. Wajahnya seketika menjadi pucat pasi, matanya terbuka lebar, dengan ekspresi tidak percaya yang penuh dengan keterkejutan dan kesedihanSekujur tubuhnya gemetar. Bibirnya bergerak-gerak, tetapi tidak bisa mengeluarkan suara apa pun, hanya merasakan darah mengalir deras ke tenggorokannya.Dengan suara rendah dan tertahan, darah segar tiba-tiba menyembur keluar dari mulutnya dan jatuh ke lantai di samping. Tubuhnya seperti kehilangan semua kekuatan, perlahan jatuh ke belakang, dan membentur ke lantai dingin. Dia telah kehilangan kesadaran, hanya menyisakan keputusasaan di ruangan itu.Wiley panik ketika mendengar suara sesuatu yang berat terjatuh.Dia segera menenangkan diri, lalu menelepon Bibi Lina dengan tangan yang masih gemetar. Kecemasan dan ketakutan terdengar jelas dari suaranya, "Bi Lina, cepat lihat Pak Henry, aku khawatir sudah terjadi sesuatu padanya!"Bibi Lina agak kaget ketika menerima telepon itu, tetapi karena sudah ber
Eddy berusaha keras mengendalikan emosinya."Pak Wiley datang membawa barang-barang peninggalan Nyonya. Tuan Muda Henry baru keluar dari UGD, dan sekarang di ruang perawatan." Bibi Lina khawatir jika Eddy tidak tahu tentang kondisi Henry saat ini, mereka akan disalahkan."Baiklah ...." Begitu kata ini keluar, tubuh Eddy langsung terjatuh ke belakang.Orang-orang di rumah lama itu langsung panik.Kepala pelayan memutuskan untuk mengantar Eddy ke rumah sakit.Dengan upaya penuh dari dokter dan perawat, Eddy perlahan siuman, tetapi sorot matanya penuh dengan kesedihan yang mendalam.Melihat Eddy siuman, kepala pelayan langsung merasa lega. "Pak Eddy, akhirnya kamu sadar!"Eddy berusaha bangun dari ranjang rumah sakit dan duduk. Dengan susah payah, dia berkata kepada kepala pelayan, "Telepon Wiley, minta dia bawa gelang itu ... aku mau melihatnya."Wiley sudah berada di rumah sakit. Setelah menerima panggilan itu, dia langsung menuju ke tempat Eddy. Dari sakunya, dia mengeluarkan sebuah ge
Wiley terkejut dan segera meraih tangan Sherry. "Nona Sherry, apa yang kamu lakukan!"Sherry menggigit tangan Wiley. "Lepaskan aku!"Rasa sakit membuat Wiley melepaskan tangannya.Sherry kembali menyerang Henry.Pada saat itu, Henry tiba-tiba menatapnya dengan tajam.Tatapan tajam itu membuat Sherry takut hingga langkahnya terhenti.Wiley segera menjelaskan untuk Henry, "Nona Sherry, aku mengerti perasaanmu saat ini, tapi kejadian ini nggak ada hubungannya dengan Pak Henry."Sherry berdiri tegak, menatap Henry yang rambutnya basah karena sup. "Kalau bukan karena kamu selalu membiarkan Janice bertindak sesuka hati, bagaimana mungkin Janice berani begitu arogan dan kurang ajar di depan Mia! Kalau bukan karena kamu nggak pernah percaya pada Mia, bagaimana mungkin hidup Mia akan begitu menderita!""Henry, apakah kamu tahu? Miana telah mencintaimu selama sepuluh tahun!" Miana baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke -26, jadi bisa dikatakan Miana memang sudah mencintai Henry selama sepulu
"Plak! Plak!" Dua suara tamparan yang tajam terdengar di ruang yang sunyi, bagaikan guntur yang tiba-tiba mengguncang hati dan pikiran orang.Mata Sherry merah berkaca-kaca. Air mata berkilauan dengan keteguhan dan kebencian. Dia menggigit bibir bawahnya, tidak membiarkan dirinya mengeluarkan suara tangisan sedikit pun, seolah-olah ingin melampiaskan semua kesedihan dan rasa sakitnya melalui tindakan sederhana ini.Henry ditampar hingga matanya mulai berkunang-kunang, membiarkan rasa sakit yang panas menyebar di pipinya.Dia menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gelombang emosi di hatinya. Dalam pikirannya, senyum Miana yang bagaikan bunga yang baru mekar, suaranya yang lembut, dan momen indah yang mereka habiskan bersama, datang seperti gelombang pasang, lalu menenggelamkannya."Kalau saja Miana masih hidup, pasti ...." Henry berkata dengan suara yang rendah dan serak, penuh dengan kesedihan dan penyesalan yang tak berujung.Dia perlahan membuka matanya, mena
Sherry menatap mata Farel dengan tajam, tanpa sedikit pun kehangatan, hanya ada keterkejutan, kemarahan, dan kesakitan."Ada urusan apa?" Suara Sherry rendah tetapi tegas, dan penuh dengan tekanan emosional yang kuatTubuh Farel gemetar sesaat, dan sorot matanya meredup. Perasaannya makin rumit saat dia mendengar suara Sherry.Dia perlahan melangkah maju, mencoba mendekati sosok yang selalu menghantui mimpinya tetapi tidak terjangkau. Namun, aura dingin dan ketegasan yang terpancar dari Sherry seperti membuat ada penghalang tak terlihat di antara mereka."Kalau nggak ada urusan, tolong keluar dulu, nanti baru masuk lagi!" seru Sherry tanpa ragu sedikit pun.Sherry mengepalkan kedua tangannya erat-erat, hingga urat-urat di punggung tangannya terlihat jelas, mencerminkan emosi yang meluap-luap di hatinya.Pada saat ini, dia bukan lagi wanita yang lembut dan manis. Dia sudah berubah menjadi pendendam, bersumpah untuk menuntut keadilan bagi sahabatnya yang telah meninggalkan dunia ini.Mel
Henry menyesal, sangat menyesal.Akan tetapi, tidak ada obat penyesalan di dunia ini!Sherry berbalik, memandang Henry dengan senyum penuh sindiran, senyum yang tampak menusuk hingga ke hati."Miana sudah pergi dari dunia ini, kamu ingin mendapatkan simpati siapa dengan berakting seperti itu?"Suaranya tidak tinggi, tetapi memiliki kekuatan yang tak bisa diabaikan, membuat udara di sekitarnya seakan membeku.Wajah Henry seketika pucat. Dia mengatupkan bibirnya erat, mencoba menahan emosi yang berkecamuk di hatinya. Namun, rasa sakit itu begitu kuat, seperti ombak besar yang menghantam dan hampir menenggelamkannya.Dia mengepalkan tangannya erat hingga urat-urat di punggungnya mencuat dan ujung jemarinya memutih, seakan-akan rasa sakit yang menusuk di hatinya hanya dapat berkurang dengan cara itu.Sherry menatap Henry, mendengus dingin, lalu berkata dengan suara penuh dengan penghinaan dan kesedihan, "Penyesalan yang terlambat lebih rendahan dan nggak berharga dibandingkan dengan rumput
Wiley berpikir, 'Kalau Nona Miana benar-benar jatuh ke laut, bagaimana mungkin bisa menemukannya.'Meskipun memiliki pemikiran seperti itu, dia tidak berani benar-benar mengatakannya.Karena dia yakin Henry akan marah setelah mendengarnya."Cepat urus masalah ini. Aku akan panggil sopir untuk mengantarku pulang."Karena sudah mendapatkan perintah, Wiley segera pergi.Dia harus mematuhi apa yang dikatakan Henry.Henry membuka selimutnya, turun dari tempat tidur, dan berjalan menuju toilet.Dia menyentuh bekas tamparan di wajahnya, mengingat ekspresi penuh kesedihan dan kemarahan Sherry saat itu, sama sekali tidak terlihat seperti pura-pura.'Kalau Miana nggak mati, nggak mungkin Sherry nggak tahu, bukan?''Kalau Miana benar-benar mati ....'Henry tidak berani memikirkan lebih jauh, segera membuka keran air, mencuci wajahnya dengan air dingin.Air dingin yang membasuh wajahnya membuatnya merasa lebih segar.Sopir sudah tiba ketika dia sedang berganti pakaian.Setelah selesai, dia segera
"Henry, apa yang kamu inginkan agar kamu melepaskan Janice?" Yosef tidak bisa menahan diri untuk bertanya lagi ketika melihat Henry tidak menjawab.Dengan tatapan tajam, Henry berkata kepada Yosef, "Itu adalah akhir bagi Janice, dan nggak ada yang bisa mengubahnya! Kamu bisa pergi sekarang."Henry langsung mengusir Yosef.Ekspresi Yosef menjadi makin masam. "Kenapa kamu begitu kejam!" serunya.Henry tidak menjawab pertanyaan itu, bangkit dari sofa dan naik ke atas.Dulu Miana pernah mengatakan bahwa dia kejam, tetapi dia tidak mengindahkannya.Sejak kecil, dunianya hanya dipenuhi oleh orang-orang yang dingin dan tanpa perasaan.Yosef masih duduk di sofa, matanya terus menatap sosok Henry. Setelah Henry menghilang dari pandangannya, dia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, menahan segala emosi dalam hatinya, lalu perlahan berdiri.Pada saat ini, dia tiba-tiba memahami perasaan ibunya.Ternyata, tidak cukup kuat hanya akan diinjak-injak oleh orang lain.Setelah masuk ke mobil, dia
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,