Setelah bangkit dari lantai, Farel berdiri di sebelah tempat tidur, menatap Sherry yang marah, dan berkata dengan pelan, "Miana sudah nggak ada. Kalau kamu terus menjauh dariku, nggak akan ada orang yang bisa kamu andalkan lagi."Sherry duduk di tempat tidur, dan berkata dengan tatapannya dingin, "Meskipun hanya aku sendiri, aku nggak akan bersamamu lagi!"Bersama dengan pria yang sudah memiliki tunangan, pada akhirnya diri sendiri yang akan tersakiti.Daripada berakhir seperti itu, lebih baik berpisah lebih awal."Sherry, hanya kamu satu-satunya wanitaku! Nggak ada wanita lain!" Farel mencoba menjelaskan, "Kamu harus percaya padaku!"Sherry menatap wajah Farel, tersenyum sinis, dan berkata, "Meskipun kamu nggak menganggapnya sebagai wanitamu, hubungan pertunangan kalian nggak akan berubah! Kamu sudah punya wanita lain dan masih ingin bersamaku, apakah kamu ingin mencelakaiku? Apakah akhir Miana ini masih belum cukup untuk menyadarkanku?"Seandainya Miana meninggalkan Henry lebih cepat
Saat Sherry tiba di studio, Wiley masih ada di sana.Melihat Wiley, Sherry agak terkejut.'Kenapa dia belum pergi?'Asistennya segera mendekat dan berbisik, "Aku sudah bilang padanya, tapi dia bersikeras menunggumu di sini! Aku nggak bisa melakukan apa-apa!""Kamu lanjutkan pekerjaanmu, aku akan bicara dengannya." Sherry tahu bahwa Wiley tidak pergi pasti karena perintah dari Henry, jadi dia memutuskan untuk berbicara baik-baik dengan Wiley."Apakah nggak bisa setuju untuk bekerja sama?" tanya Asistennya tiba-tiba, yang merasa menolak bisnis besar seperti itu sangatlah merugikan.Dia tidak pernah melihat ada yang menolak uang begitu saja."Beberapa hal nggak sesimpel yang terlihat, masalah ini rumit, nanti aku akan beri tahu kamu. Sekarang, kamu lanjut kerja dulu." Saat mendorong asistennya pergi, Sherry menambahkan, "Oh ya, pasang iklan lowongan kerja di internet."Setelah asisten pergi, Sherry berjalan mendekati Wiley, dan berkata dengan nada formal, "Pak Wiley, aku tahu apa yang ing
Sherry mengusap air matanya, menatap asistennya, dan berkata, "Aku berencana menjual studio ini, lalu meninggalkan kota in."Kematian Miana telah membuatnya kehilangan satu-satunya orang yang bisa dia andalkan di kota ini, dan sekarang kota ini hanya penuh dengan kenangan sedih.Dia ingin meninggalkan kota ini dan memulai hidup baru."Ah? Kenapa?" tanya Asisten yang heran mengapa begitu tiba-tiba."Aku ingin pindah ke kota lain.""Lebih baik mengubah cara berpikir daripada pindah kota! Bu Sherry, kamu terlalu serius dalam menjalani hidup."Sherry tersenyum. "Ya, sepertinya memang begitu."Menurutnya, bukankah hidup memang harus dijalani dengan serius?"Kalau ingin pindah ke kota lain, sebaiknya kamu nggak menjual studio ini, kalau nanti nggak terbiasa di kota baru, kamu masih bisa kembali ke sini."Sherry menatap asisten di depannya, tiba-tiba sebuah pikiran muncul di benaknya.'Mungkinkah Miana sebenarnya nggak mati? Dia hanya pindah ke kota lain?''Mungkin saja Miana akan kembali lag
Henry seketika menyadari bahwa selama tiga tahun pernikahannya dengan Miana, dia benar-benar merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, dia menyadarinya terlalu terlambat.Wiley masuk untuk membereskan kotak makan, tetapi melihat isinya hampir tidak disentuh. Dia melirik Henry yang duduk dengan mata terpejam, lalu bertanya, "Apakah makanan dari restoran ini nggak sesuai selera? Bagaimana kalau besok coba restoran lain?"Dia selalu memasa makan siang di restoran yang sama, dan Henry tidak pernah mengeluh rasanya tidak enak."Mulai sekarang nggak perlu pesan makanan dari luar lagi, aku akan makan di kantin perusahaan," ujar Henry dengan nada datar.Wiley agak terkejut dan bertanya untuk memastikan, "Mulai besok makan di kantin perusahaan?"Meskipun makanan di kantin perusahaan cukup baik, Henry biasanya hanya makan masakan dari koki Michelin."Ya. Kamu bawa keluar makanan di meja."Wiley membereskan kotak makan sambil sesekali melirik Henry.'Nggak ada yang aneh, tapi kenapa perilaku Pak Hen
"Miana, aku hamil, jadi kamu harus segera bercerai dengan Henry, kalau nggak, betapa malangnya anak ini lahir tanpa ayah." Isak wanita itu terdengar dari ponsel. Miana mendengarnya sambil mengusap pelipisnya, lalu berkata dengan nada dingin, "Apa lagi yang ingin kamu katakan, Kak Janice? Cepat katakan, akan kurekam, nanti saat proses perceraian dengan Henry, aku bisa memperoleh lebih banyak aset.""Miana, kamu bajingan! Bisa-bisanya kamu merekam pembicaraan ini!" Wanita itu langsung menutup telepon setelah mengumpat.Setelah panggilan tersebut terputus, Miana menunduk melihat ke lembar hasil pemeriksaan di tangannya. Tulisan "hamil empat minggu" yang tercetak di kertas itu terasa menyakitkan baginya.Awalnya dia berniat memberi tahu Henry tentang kehamilannya malam ini, tetapi dia sekarang merasa tidak perlu lagi.Anak ini datang pada waktu yang salah, tetapi anak ini adalah penyelamatnya.....Miana yang begitu tiba di rumah setelah pulang kerja disambut oleh Bibi Lina, "Nyonya, saya
Miana melirik pria yang berbicara, Yosef Lucario, sahabat sejak kecil Henry. Keluarga Lucario juga merupakan keluarga yang berkuasa di Kota Jirya. Yosef paling memandang rendah Miana yang berasal dari keluarga miskin. Meskipun dia merupakan putra dari keluarga bermartabat, dia bersikap seperti sebuah pisau yang dapat diayunkan sesuka hati oleh Janice. Janice selalu menggunakannya untuk melawan Miana setiap saat.Teringat akan hal tersebut, Miana tersenyum kecil dan berkata dengan lembut, "Kak Janice adalah kakak iparnya Henry, istri dari kakak tertua Henry. Kalau orang lain mendengar apa yang barusan kamu bilang, aku takut akan ada yang salah paham dan mengira mereka punya hubungan yang nggak seharusnya!"Yosef baru saja sengaja berbicara kasar padanya, jadi dia tidak perlu memikirkan harga diri Yosef.Dia mengakui bahwa dia sangat mencintai Henry, tetapi dia tidak serendah itu sampai akan menerima begitu saja perlakukan buruk teman-teman Henry.Janice awalnya senang, tetapi setelah me
"Bukankah kamu bilang seseorang ingin membunuhmu? Aku hanya memastikan apakah kamu sudah mati." Perkataan Henry penuh dengan sindiran.Miana refleks menggenggam ponselnya erat-erat dan berkata dengan tegas, "Aku ditakdirkan berumur panjang, jadi nggak akan mati!"Dia mematikan panggilan itu dan memblokir nomor itu dalam satu gerakan cepat.....Pada saat ini, di kamar rawat VIP di rumah sakit milik Grup Eskaria, Janice berbaring di ranjang dengan wajah yang terlihat sangat pucat. Dia terlihat begitu lemah, seakan-akan angin bisa menerbangkannya.Henry yang tengah menggenggam ponselnya menunjukkan ekspresi masam.Melihat itu, Janice bertanya dengan hati-hati, "Henry, apa Miana baik-baik saja?"Henry meletakkan ponselnya dan berseru, "Dia baik-baik saja!"Janice diam-diam mengutuk Miana di dalam hatinya, tetapi berkata dengan nada lembut kepada Henry, "Kamu sebaiknya kembali menemaninya. Ada dokter dan suster di sini, jadi kamu nggak perlu mengkhawatirkan aku."Henry berkata dengan tenan
Kedua bibir Henry saling menekan dan sepasang mata hitam pekatnya tertuju pada Sherry. "Dia mengalami kecelakaan mobil?" tanya Henry.Seketika, Henry teringat panggilan telepon dari Miana tadi malam.'Kalau itu benar ....'Pada saat ini, pintu kamar rawat terbuka dan Miana masuk dengan aura yang dingin.Saat Janice melihat Miana, matanya memancarkan rasa kebenciannya, tetapi dia segera menyembunyikannya dan berkata dengan tergesa-gesa, "Baru saja kudengar kamu mengalami kecelakaan mobil, cepat kemarilah, biar aku lihat apakah kamu terluka parah atau nggak?" Sikapnya ini seolah-olah sangat peduli pada Miana.Pada saat ini, raut wajah Henry mengelap.'Bisa-bisanya Miana bersekongkol dengan sahabatnya untuk membohongiku.'Miana berjalan mendekat, lalu menarik Sherry ke belakangnya dan berkata, "Kamu pergi dulu, biar aku yang tangani masalah ini."Sherry buru-buru berkata, "Aku sungguh nggak melakukan apa pun, dia sendiri yang menampar dirinya!"Miana menyela, "Aku tahu, kamu pergi dulu."
Henry seketika menyadari bahwa selama tiga tahun pernikahannya dengan Miana, dia benar-benar merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, dia menyadarinya terlalu terlambat.Wiley masuk untuk membereskan kotak makan, tetapi melihat isinya hampir tidak disentuh. Dia melirik Henry yang duduk dengan mata terpejam, lalu bertanya, "Apakah makanan dari restoran ini nggak sesuai selera? Bagaimana kalau besok coba restoran lain?"Dia selalu memasa makan siang di restoran yang sama, dan Henry tidak pernah mengeluh rasanya tidak enak."Mulai sekarang nggak perlu pesan makanan dari luar lagi, aku akan makan di kantin perusahaan," ujar Henry dengan nada datar.Wiley agak terkejut dan bertanya untuk memastikan, "Mulai besok makan di kantin perusahaan?"Meskipun makanan di kantin perusahaan cukup baik, Henry biasanya hanya makan masakan dari koki Michelin."Ya. Kamu bawa keluar makanan di meja."Wiley membereskan kotak makan sambil sesekali melirik Henry.'Nggak ada yang aneh, tapi kenapa perilaku Pak Hen
Sherry mengusap air matanya, menatap asistennya, dan berkata, "Aku berencana menjual studio ini, lalu meninggalkan kota in."Kematian Miana telah membuatnya kehilangan satu-satunya orang yang bisa dia andalkan di kota ini, dan sekarang kota ini hanya penuh dengan kenangan sedih.Dia ingin meninggalkan kota ini dan memulai hidup baru."Ah? Kenapa?" tanya Asisten yang heran mengapa begitu tiba-tiba."Aku ingin pindah ke kota lain.""Lebih baik mengubah cara berpikir daripada pindah kota! Bu Sherry, kamu terlalu serius dalam menjalani hidup."Sherry tersenyum. "Ya, sepertinya memang begitu."Menurutnya, bukankah hidup memang harus dijalani dengan serius?"Kalau ingin pindah ke kota lain, sebaiknya kamu nggak menjual studio ini, kalau nanti nggak terbiasa di kota baru, kamu masih bisa kembali ke sini."Sherry menatap asisten di depannya, tiba-tiba sebuah pikiran muncul di benaknya.'Mungkinkah Miana sebenarnya nggak mati? Dia hanya pindah ke kota lain?''Mungkin saja Miana akan kembali lag
Saat Sherry tiba di studio, Wiley masih ada di sana.Melihat Wiley, Sherry agak terkejut.'Kenapa dia belum pergi?'Asistennya segera mendekat dan berbisik, "Aku sudah bilang padanya, tapi dia bersikeras menunggumu di sini! Aku nggak bisa melakukan apa-apa!""Kamu lanjutkan pekerjaanmu, aku akan bicara dengannya." Sherry tahu bahwa Wiley tidak pergi pasti karena perintah dari Henry, jadi dia memutuskan untuk berbicara baik-baik dengan Wiley."Apakah nggak bisa setuju untuk bekerja sama?" tanya Asistennya tiba-tiba, yang merasa menolak bisnis besar seperti itu sangatlah merugikan.Dia tidak pernah melihat ada yang menolak uang begitu saja."Beberapa hal nggak sesimpel yang terlihat, masalah ini rumit, nanti aku akan beri tahu kamu. Sekarang, kamu lanjut kerja dulu." Saat mendorong asistennya pergi, Sherry menambahkan, "Oh ya, pasang iklan lowongan kerja di internet."Setelah asisten pergi, Sherry berjalan mendekati Wiley, dan berkata dengan nada formal, "Pak Wiley, aku tahu apa yang ing
Setelah bangkit dari lantai, Farel berdiri di sebelah tempat tidur, menatap Sherry yang marah, dan berkata dengan pelan, "Miana sudah nggak ada. Kalau kamu terus menjauh dariku, nggak akan ada orang yang bisa kamu andalkan lagi."Sherry duduk di tempat tidur, dan berkata dengan tatapannya dingin, "Meskipun hanya aku sendiri, aku nggak akan bersamamu lagi!"Bersama dengan pria yang sudah memiliki tunangan, pada akhirnya diri sendiri yang akan tersakiti.Daripada berakhir seperti itu, lebih baik berpisah lebih awal."Sherry, hanya kamu satu-satunya wanitaku! Nggak ada wanita lain!" Farel mencoba menjelaskan, "Kamu harus percaya padaku!"Sherry menatap wajah Farel, tersenyum sinis, dan berkata, "Meskipun kamu nggak menganggapnya sebagai wanitamu, hubungan pertunangan kalian nggak akan berubah! Kamu sudah punya wanita lain dan masih ingin bersamaku, apakah kamu ingin mencelakaiku? Apakah akhir Miana ini masih belum cukup untuk menyadarkanku?"Seandainya Miana meninggalkan Henry lebih cepat
"Henry, apa yang kamu inginkan agar kamu melepaskan Janice?" Yosef tidak bisa menahan diri untuk bertanya lagi ketika melihat Henry tidak menjawab.Dengan tatapan tajam, Henry berkata kepada Yosef, "Itu adalah akhir bagi Janice, dan nggak ada yang bisa mengubahnya! Kamu bisa pergi sekarang."Henry langsung mengusir Yosef.Ekspresi Yosef menjadi makin masam. "Kenapa kamu begitu kejam!" serunya.Henry tidak menjawab pertanyaan itu, bangkit dari sofa dan naik ke atas.Dulu Miana pernah mengatakan bahwa dia kejam, tetapi dia tidak mengindahkannya.Sejak kecil, dunianya hanya dipenuhi oleh orang-orang yang dingin dan tanpa perasaan.Yosef masih duduk di sofa, matanya terus menatap sosok Henry. Setelah Henry menghilang dari pandangannya, dia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, menahan segala emosi dalam hatinya, lalu perlahan berdiri.Pada saat ini, dia tiba-tiba memahami perasaan ibunya.Ternyata, tidak cukup kuat hanya akan diinjak-injak oleh orang lain.Setelah masuk ke mobil, dia
Wiley berpikir, 'Kalau Nona Miana benar-benar jatuh ke laut, bagaimana mungkin bisa menemukannya.'Meskipun memiliki pemikiran seperti itu, dia tidak berani benar-benar mengatakannya.Karena dia yakin Henry akan marah setelah mendengarnya."Cepat urus masalah ini. Aku akan panggil sopir untuk mengantarku pulang."Karena sudah mendapatkan perintah, Wiley segera pergi.Dia harus mematuhi apa yang dikatakan Henry.Henry membuka selimutnya, turun dari tempat tidur, dan berjalan menuju toilet.Dia menyentuh bekas tamparan di wajahnya, mengingat ekspresi penuh kesedihan dan kemarahan Sherry saat itu, sama sekali tidak terlihat seperti pura-pura.'Kalau Miana nggak mati, nggak mungkin Sherry nggak tahu, bukan?''Kalau Miana benar-benar mati ....'Henry tidak berani memikirkan lebih jauh, segera membuka keran air, mencuci wajahnya dengan air dingin.Air dingin yang membasuh wajahnya membuatnya merasa lebih segar.Sopir sudah tiba ketika dia sedang berganti pakaian.Setelah selesai, dia segera
Henry menyesal, sangat menyesal.Akan tetapi, tidak ada obat penyesalan di dunia ini!Sherry berbalik, memandang Henry dengan senyum penuh sindiran, senyum yang tampak menusuk hingga ke hati."Miana sudah pergi dari dunia ini, kamu ingin mendapatkan simpati siapa dengan berakting seperti itu?"Suaranya tidak tinggi, tetapi memiliki kekuatan yang tak bisa diabaikan, membuat udara di sekitarnya seakan membeku.Wajah Henry seketika pucat. Dia mengatupkan bibirnya erat, mencoba menahan emosi yang berkecamuk di hatinya. Namun, rasa sakit itu begitu kuat, seperti ombak besar yang menghantam dan hampir menenggelamkannya.Dia mengepalkan tangannya erat hingga urat-urat di punggungnya mencuat dan ujung jemarinya memutih, seakan-akan rasa sakit yang menusuk di hatinya hanya dapat berkurang dengan cara itu.Sherry menatap Henry, mendengus dingin, lalu berkata dengan suara penuh dengan penghinaan dan kesedihan, "Penyesalan yang terlambat lebih rendahan dan nggak berharga dibandingkan dengan rumput
Sherry menatap mata Farel dengan tajam, tanpa sedikit pun kehangatan, hanya ada keterkejutan, kemarahan, dan kesakitan."Ada urusan apa?" Suara Sherry rendah tetapi tegas, dan penuh dengan tekanan emosional yang kuatTubuh Farel gemetar sesaat, dan sorot matanya meredup. Perasaannya makin rumit saat dia mendengar suara Sherry.Dia perlahan melangkah maju, mencoba mendekati sosok yang selalu menghantui mimpinya tetapi tidak terjangkau. Namun, aura dingin dan ketegasan yang terpancar dari Sherry seperti membuat ada penghalang tak terlihat di antara mereka."Kalau nggak ada urusan, tolong keluar dulu, nanti baru masuk lagi!" seru Sherry tanpa ragu sedikit pun.Sherry mengepalkan kedua tangannya erat-erat, hingga urat-urat di punggung tangannya terlihat jelas, mencerminkan emosi yang meluap-luap di hatinya.Pada saat ini, dia bukan lagi wanita yang lembut dan manis. Dia sudah berubah menjadi pendendam, bersumpah untuk menuntut keadilan bagi sahabatnya yang telah meninggalkan dunia ini.Mel
"Plak! Plak!" Dua suara tamparan yang tajam terdengar di ruang yang sunyi, bagaikan guntur yang tiba-tiba mengguncang hati dan pikiran orang.Mata Sherry merah berkaca-kaca. Air mata berkilauan dengan keteguhan dan kebencian. Dia menggigit bibir bawahnya, tidak membiarkan dirinya mengeluarkan suara tangisan sedikit pun, seolah-olah ingin melampiaskan semua kesedihan dan rasa sakitnya melalui tindakan sederhana ini.Henry ditampar hingga matanya mulai berkunang-kunang, membiarkan rasa sakit yang panas menyebar di pipinya.Dia menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gelombang emosi di hatinya. Dalam pikirannya, senyum Miana yang bagaikan bunga yang baru mekar, suaranya yang lembut, dan momen indah yang mereka habiskan bersama, datang seperti gelombang pasang, lalu menenggelamkannya."Kalau saja Miana masih hidup, pasti ...." Henry berkata dengan suara yang rendah dan serak, penuh dengan kesedihan dan penyesalan yang tak berujung.Dia perlahan membuka matanya, mena