Henry seketika menyadari bahwa selama tiga tahun pernikahannya dengan Miana, dia benar-benar merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, dia menyadarinya terlalu terlambat.Wiley masuk untuk membereskan kotak makan, tetapi melihat isinya hampir tidak disentuh. Dia melirik Henry yang duduk dengan mata terpejam, lalu bertanya, "Apakah makanan dari restoran ini nggak sesuai selera? Bagaimana kalau besok coba restoran lain?"Dia selalu memasa makan siang di restoran yang sama, dan Henry tidak pernah mengeluh rasanya tidak enak."Mulai sekarang nggak perlu pesan makanan dari luar lagi, aku akan makan di kantin perusahaan," ujar Henry dengan nada datar.Wiley agak terkejut dan bertanya untuk memastikan, "Mulai besok makan di kantin perusahaan?"Meskipun makanan di kantin perusahaan cukup baik, Henry biasanya hanya makan masakan dari koki Michelin."Ya. Kamu bawa keluar makanan di meja."Wiley membereskan kotak makan sambil sesekali melirik Henry.'Nggak ada yang aneh, tapi kenapa perilaku Pak Hen
Wiley menatap Celine dan bertanya dengan suara datar, "Siapa yang mengatakan itu?"Dia sudah menutup berita tersebut, jadi bagaimana Celine bisa tahu?"Dihubungi nggak bisa; dicari juga nggak ketemu. Aku mulai menduga, apakah dia sudah mati!" Celine mengenakan gaun murahan; wajahnya juga tidak terawat, tetapi sepasang matanya berbinar saat membicarakan kematian Miana.Dia berpikir bahwa dia yang merupakan adik Miana, setelah Miana mati, mungkin akan memiliki kesempatan menjadi wanita Henry, bukan?Hanya berpikir seperti itu, dia sudah tidak menahan kegembiraan di hatinya."Kalau nggak ada hal penting, tolong minggir." Wiley tahu bahwa Henry masih belum menyerah mencari keberadaan Miana, makanya dia tidak boleh mengakui bahwa Miana sudah meninggal."Ada hal sangat penting yang harus kusampaikan pada Pak Henry, bisakah kamu membiarkan aku bicara dengannya?" ujar Celine sambil menahan diri untuk tidak tersenyum.Hari ini, dia datang menemui Henry tentu saja ada tujuannya.Rencananya tidak
'Apa ini?'Setelah ragu-ragu sejenak, dia mengeluarkan kota berpita itu dari lemari, dan membukanya.Aroma bunga yang lembut langsung tercium, yang juga merupakan aroma khas tubuh Miana.Aroma itu membuat Henry merasa seolah-olah Miana berdiri di hadapannya.Henry mengulurkan tangannya, ingin memeluk Miana.Saat sadar hanya kekosongan yang digapainya, dia menjadi sedikit bingung.Setelah beberapa saat, dia baru tersadar kembali dan mendapati ada buku sketsa di dalam kotak itu.Dia membuka sketsa itu dengan perlahan.Pada halaman pertama, terdapat gambar pernikahan dia dan Miana yang digambar dengan karakter versi kecil dan lucu.Henry tertegun.'Miana yang menggambar ini?'Henry menarik napas sebelum membuka halaman berikutnya.Gambar upacara pernikahan.Ada pengantin pria dan pengantin wanita, masing-masing orang tua kedua mempelai, saksi pernikahan, tamu undangan ....Suasana yang sangat meriah.Sorot mata pengantin wanita penuh dengan cinta.Sementara pengantin pria, tatapannya sang
Eddy terkejut. "Apa maksudmu?"'Kenapa tiba-tiba menanyakan tentang Miana?''Apakah dia menemukan sesuatu yang nggak beres?'"Bukankah Kakek pernah bilang kalau Miana pernah menyelamatkanmu? Bisa ceritakan detailnya?" tanya Henry."Aku pernah jatuh pingsan di jalanan, dan nggak ada satu pun yang berani mendekatiku, sampai Miana datang menyelamatkanku." Eddy masih mengingat kejadian itu dan sampai sekarang sangat berterima kasih kepada Miana. "Kalau bukan karena Miana, aku nggak mungkin masih hidup sampai sekarang!""Bagaimana dia menyelamatkanmu?" Henry merasa aneh."Miana punya keterampilan medis." Eddy memelototinya. "Kamu nggak tahu?""Dia nggak pernah bilang, bagaimana aku tahu!" Henry menyipitkan matanya. "Kakek yakin dia punya keterampilan medis?"Mereka telah bersama selama tiga tahun, dia tidak pernah melihat Miana memiliki keterampilan medis.Ditanya seperti itu oleh Henry, Eddy tiba-tiba merasa tidak yakin."Aku juga nggak yakin. Pokoknya, saat aku sadar, hanya ada dia di sam
"Bu, sungguh, nggak perlu," ujar Giyan, lalu mulai batuk.Kondisinya masih sangat lemah, terlalu emosional bisa membuat tubuhnya tidak nyaman."Aku ingin bicara dengan Giyan, bisakah Bu Yunita meninggalkan ruangan sebentar?" Begitu Henry selesai bertanya, Yunita segera menanggapi, "Baik, aku akan pergi sekarang. Tapi, Giyan baru sadar, masih sangat lemah, tolong jangan membuatnya tetekan.""Tentu saja," balas Henry sambil mengangguk."Bu, hati-hati di jalan," ujar Giyan kepada ibunya."Kalian bicaralah, aku permisi dulu." Setelah berpamitan, Yunita pun pergi.Setelah pintu kamar tertutup, Giyan langsung bertanya, "Bagaimana Mia meninggal?"Dia hampir kehilangan nyawanya untuk menyelamatkan Miana, tetapi Miana tetap saja meninggal!Jika dia tahu akan menjadi seperti ini, lebih baik dia mati saja dan pergi menemani Miana."Dia menghilang di tepi laut, aku nggak tahu detailnya." Henry menatap wajah Giyan. "Kamu bersekongkol dengannya, 'kan? Dia berpura-pura mati, dan kamu yang menangani s
Henry termangu cukup lama. Dia sungguh tidak menyangka bahwa di balik kejadian itu terdapat kebenaran seperti ini."Mia, sejak kecil hingga dewasa, selalu hidup menderita karena orang tuanya. Dia memiliki karakter yang sangat gigih, bukan orang yang akan menyerah hanya karena ada sedikit kesulitan! Aku punya alasan untuk mencurigai kalau kematiannya bukanlah bunuh diri, melainkan pembunuhan!" Setelah mengatakan begitu banyak hal dalam satu tarikan napas, Giyan menjadi sangat pucat dan napasnya terengah-engah.Kedua tangan Henry yang terkulai di sisi tubuh mengepal erat. Dadanya seperti tersumbat sesuatu hingga membuatnya kesulitan untuk bernapas.Dia datang menemui Giyan untuk membuktikan bahwa Miana sebenarnya masih hidup.Namun, siapa sangka Giyan justru mengemukakan kemungkinan bahwa Miana dibunuh seseorang.Dalam sejurus, dia merasa kekuasaan yang dimilikinya saat inti hanyalah kekonyolan.Sebesar apa pun kekuasaan yang dimilikinya, dia tidak bisa menyelamatkan Miana."Apa lagi yan
Di kantor pusat Grup Eskaria, di dalam ruang kantor CEO.Henry sedang melihat dokumen ketika Wiley masuk dan berkata, "Pak Yosef pergi ke pusat penahanan bersama dengan seorang pengacara! Dia ingin membantu Nona Janice keluar."Henry mengangkat kepalanya, tatapannya dingin seperti biasanya. "Harus aku mengajarimu apa yang harus dilakukan?"Setelah berpikir sejenak, Wiley lanjut berkata, "Pak Yosef akan bertunangan dengan putri dari keluarga Ingra."Henry mengangkat alisnya. "Keluarga Ingra sudah setuju?""Aldo Ingra akan mengikuti pemilihan berikutnya, kemungkinan besar akan naik jabatan, jadi sekarang keluarga Ingra sangat membutuhkan aliansi pernikahan untuk meningkatkan citra mereka. Keluarga Sutara adalah keluarga terkemuka di Kota Jirya, dan ayah Nona Rika memiliki posisi lebih tinggi di dunia politik dibandingkan Aldo. Aliansi keluarga Ingra dan keluarga Sutara adalah kombinasi yang sangat kuat.""Keluarga Lucario sebagai salah satu dari empat keluarga besar, tentu saja punya ban
"Bu, aku ingin ke toilet, tunggu aku sebentar, ya," ujar anak laki-laki tampan itu dengan suara lembut sambil mendongak melihat wanita cantik di sampingnya."Pergilah, Ibu akan menunggumu di pintu keluar," balas wanita itu dengan suara lembut sambil tersenyum, terlihat sangat cantik."Oke!" Anak laki-laki itu melambaikan tangannya pada ibunya, lalu mendorong kopernya ke toilet."Nevan, berikan koper itu padaku dulu!" Wanita itu memanggilnya, tetapi putra kecilnya sudah berlari jauh.Wanita itu melihat punggung putranya yang berlari menjauh, tidak bisa menahan diri untuk tersenyum.Putranya yang berusia tiga tahun itu sangat berani dan cemerlang.Saat dia mengalami depresi pasca melahirkan yang parah, putranya yang memberinya harapan dan kekuatan, membuatnya bertahan hidup.Selama tiga tahun ini, dia selalu bersyukur kepada Tuhan karena telah memberinya anak seperti itu!Nevan mendorong koper dengan cepat, lalu tidak berhenti memanggil, "Adik kecil di depan, tunggu aku!"Akhirnya, dia b
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,