Mendengar itu, Miana merasa sangat sedih.'Apa maksud Bu Dina?''Apakah Bu Dina tahu sesuatu?'"Bu Dina, Ibu dan Pak Gio sudah bersama 20 tahun, Ibu harus percaya pada cintanya!" seru Kevin.Dina tersenyum, lalu berkata, "Nggak ada yang tahu apakah cinta itu nyata atau hanya ilusi!"Sekarang, dia sudah bisa dengan tenang membicarakan hal ini.Tidak peduli apakah pria itu mengkhianatinya atau tidak, dia sudah bisa menghadapinya dengan tenang."Nggak, Ibu harus yakin dengan penilaian sendiri! Juga percaya pada karakter Pak Gio!" Kevin sangat percaya pada gurunya dan tidak berpikir bahwa Pak Gio akan mengkhianati istri dan keluarganya."Sudahlah, jangan bicarakan ini lagi. Ceritakan kabar kalian sekarang." Dina menatap Miana sambil tersenyum lembut. "Aku tahu tentang pencapaianmu selama beberapa ini. Kelihatannya gurumu menyukaimu bukan tanpa alasan."Miana selalu menjadi murid yang terbaik.Itulah sebabnya suaminya sangat mendidik Miana."Bu Dina ...." Miana ingin menangis lagi, sama sek
Miana tersenyum lembut dan berkata, "Kalau aku jadi kamu, sudah pasti aku ketakutan dan bersembunyi. Mana mungkin berani berkeliaran di luar seperti ini! Kasihan sekali kalau sampai dilempari telur busuk dan sayuran oleh orang-orang, kan!"'Henry sungguh baik terhadap Janice. Demi Janice, dia bahkan menggunakan koneksinya agar polisi mundur.'Tapi nggak masalah, dia telah membantuku dengan melakukan itu ....'Ucapan Miana itu membuat senyuman Janice menghilang. Dengan tatapan penuh amarah, dia berseru, "Jadi semua ini ulahmu! Tunggu saja, aku nggak akan membiarkanmu hidup tenang!""Silakan, aku akan menunggu!" balas Miana sambil tersenyum.Melihat sikap acuh tak acuh Miana, Janice merasa sangat iri!Hidupnya sekarang sangat kacau, sementara Miana hidup dengan baik.Dia tidak bisa menerimanya!Dia tidak akan membiarkan Miana hidup tenang!Pada saat ini, ponselnya berdering.Dia mengeluarkan ponsel, menjawab, dengan suara lembut memanggil, "Henry ...."Miana mengangkat alisnya.'Baru seb
Miana tersenyum dingin sebelum berkata, "Kenapa aku harus pergi? Kenapa aku harus membuktikannya padamu? Janice, tindakanmu ini sungguh konyol!"Saat masih berstatus istri Henry, dia takut Henry akan memaksanya melakukan aborsi setelah mengetahui kehamilannya.Namun, sekarang mereka sudah bercerai, jadi tidak ada yang perlu dia takuti!Dia hanya tidak ingin terlibat dengan orang seperti Janice."Kamu nggak berani pergi periksa karena mengandung anak pria lain begitu cepat, nggak enak didengar, kan!" Janice sengaja mengatakan itu untuk memancing emosi Henry.Jika Henry marah, Henry mungkin akan memaksa Miana pergi ke rumah sakit.Jika dia berhasil memanas-manasi situasi, ada kemungkinan Henry akan menggugurkan anak yang dikandung Miana!Tanpa anak di dalam perut Miana, Miana tidak akan lagi menjadi ancaman baginya.Miana menatap wajah Janice dan berkata, "Sudah selesai? Kalau sudah, aku akan mematikan rekaman!"Jika Janice menjebaknya, dia akan langsung menuntut Janice.Sekarang dia tid
Walaupun Kevin bertanya secara langsung, Miana tidak merasa tersinggung.Namun, Miana ragu apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya.Untuk sementara waktu, dia tidak ingin terlalu banyak orang tahu tentang kehamilannya.Namun, dia tahu bahwa yang sebenarnya ingin mengetahui hal ini adalah Bu Dina.Miana merasa sangat bimbang.Tepat pada saat ini, ada yang menggenggam pergelangan tangannya. Miana berbalik dan langsung panik ketika pandangannya bertemu dengan tatapan tajam Henry.'Apa yang ingin Henry lakukan?'Henry menarik Miana dengan kuat, lalu mereka masuk ke sebuah ruang VIP kosong.Kevin tertegun sejenak sebelum bergegas menyusul mereka.Pintu ruangan itu sudah tertutup, menghalangi semua suara dan pandangan dari luar.Kevin mengetuk pintu sambil berteriak, "Henry, lepaskan dia!"Pada saat ini, tubuh Miana menempel erat di pintu, tangannya diangkat di atas kepala, ditekan ke pintu.Kekuatan Henry sangat besar, seakan-akan bisa menembus pakaiannya dan langsung ke hati Miana yang
"Kamu kembali ke sini, aku akan mencarinya sendiri!" seru Henry dengan penuh ketegasan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.Miana dapat mendengar percakapan mereka. Sudut bibirnya langsung terangkat, menunjukkan senyuman yang dingin dan juga sinis.'Janice dalam masalah, dia sendiri yang mencarinya!''Aku dalam masalah, dia pergi menemani Janice!''Memang, orang berbeda diperlakukan berbeda!'Setelah menutup telepon, Henry menyadari senyuman sinis dari Miana. "Apa yang ingin kamu katakan?"'Apa yang membuat wanita ini marah padaku?'Miana mendengus dingin dan berseru, "Cepat lepaskan aku! Pergi cari wanitamu, kalau nggak, kamu akan menyalahkanku lagi kalau terjadi sesuatu padanya!"Dia sudah sering disalahkan sebelumnya.Janice selalu menyalahkannya untuk segala sesuatu.Mendengar itu, wajah Henry menunjukkan sedikit rasa kesalnya. "Aku sudah jelaskan, antara aku dan Janice, nggak ada hubungan yang seperti kamu pikirkan."Senyuman Miana makin lebar. "Ya, kalian nggak ada hubungan apa p
Miana merasa bersyukur dia sudah tidak mencintai Henry. Jika tidak, mendengar kata-kata seperti itu akan sangat menyakitkan hatinya.Kevin melihat Miana melamun, lalu bertanya, "Kamu baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, ayo kembali makan!" Miana tersenyum pada Kevin.Kevin mengangguk, dan mereka kembali ke ruang VIP mereka.Setelah mereka duduk kembali, Dina pun bertanya, "Melihatmu seperti ini, apakah ada kabar baik yang ingin kamu sembunyikan dari kami?"Ucapan Dina penuh dengan canda, tetapi membuat hati Miana berdebar. Dia menggelengkan kepalanya dengan tegas, seolah berkata pada dirinya sendiri bahwa dia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya sekarang."Nggak ada. Bu Dina sudah salah paham," ujar Miana dengan tegas. Dia tahu bahwa dia akan terjebak dalam banyak masalah jika berita kehamilannya tersebar. Di dunia yang rumit seperti ini, lebih baik berhati-hati agar hidup lebih aman.Melihat sikap Miana, Dina tersenyum dan tidak bertanya lagi. Dia menepuk kursi di selebahnya, mengi
Janice mulai panik karena tidak mendengar jawaban.Dia tidak ingin mati.Dia ingin hidup.Karena itulah dia akan mengorbankan Miana."Kalian, kenapa nggak bicara? Apakah kalian nggak tahu rupanya? Aku punya fotonya di ponselku. Kalau kalian berikan ponselku, aku bisa menunjukkannya pada kalian!" seru Janice dengan suara yang terdengar agak cemas.Ini adalah kesempatan terakhirnya, dia harus memanfaatkannya dengan baik!Jika dia tidak bisa melarikan diri, dia akan menyeret Miana bersamanya.Jika dia bisa melarikan diri, dia akan membuat Miana mati di sini! Satu mayat, dua nyawa menghilang! Memikirkannya saja sudah membuatnya senang!Intinya, selama orang-orang ini bisa membawa Miana ke sini, dia bisa membuat Miana mati!Jika Miana mati, semua masalah yang menghalanginya akan otomatis terselesaikan."Oke! Kami hanya percaya padamu sekali! Lepaskan tangannya!" Mendengar akhirnya ada yang menjawabnya, Janice merasa sangat senang di dalam hatinya.Setelah ikatan di tangannya dilepas, dia me
Janice merasa orang-orang ini tampak sangat profesional ....'Apakah mereka juga akan begitu profesional saat membunuhku?'Saat memikirkan itu, tangannya sudah diikat kembali, dan kemudian matanya ditutup dengan kain.Pandangannya seketika menjadi gelap.Kepanikan kembali memenuhi hatinya.'Apakah orang-orang ini akan melakukan sesuatu padaku?'Pada saat ini, dia mendengar salah satu pria berbicara.Pria itu sedang mengingatkan yang lain, "Aku pergi dulu, kalian awasi dia baik-baik, jangan biarkan dia kabur."Janice berpikir bahwa dia tentu tidak akan kabur sebelum Miana datang.Dia ingin melihat Miana mati dengan mata kepalanya sendiri!Setelah itu, dia baru akan merasa tenang!....Setelah menutup telepon dari Janice, Miana pergi ke ruang kerjanya.Saat membuka brankas, dia melihat kotak yang diberikan oleh Kakek waktu itu.Kemudian, dia meletakkan kotak di tangannya ke dalam brankas.Ketika dua kotak itu diletakkan berdampingan, mereka tampak agak mirip.Menyadari hal itu, Miana ter
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,