Janice merasa orang-orang ini tampak sangat profesional ....'Apakah mereka juga akan begitu profesional saat membunuhku?'Saat memikirkan itu, tangannya sudah diikat kembali, dan kemudian matanya ditutup dengan kain.Pandangannya seketika menjadi gelap.Kepanikan kembali memenuhi hatinya.'Apakah orang-orang ini akan melakukan sesuatu padaku?'Pada saat ini, dia mendengar salah satu pria berbicara.Pria itu sedang mengingatkan yang lain, "Aku pergi dulu, kalian awasi dia baik-baik, jangan biarkan dia kabur."Janice berpikir bahwa dia tentu tidak akan kabur sebelum Miana datang.Dia ingin melihat Miana mati dengan mata kepalanya sendiri!Setelah itu, dia baru akan merasa tenang!....Setelah menutup telepon dari Janice, Miana pergi ke ruang kerjanya.Saat membuka brankas, dia melihat kotak yang diberikan oleh Kakek waktu itu.Kemudian, dia meletakkan kotak di tangannya ke dalam brankas.Ketika dua kotak itu diletakkan berdampingan, mereka tampak agak mirip.Menyadari hal itu, Miana ter
"Jangan menakut-nakuti dirimu sendiri! Tunggu aku datang." Suara Kevin terdengar cemas.Miana mengangguk patuk. "Oke!"Dia sebenarnya ingin mengatakan dirinya tidak takut.Namun, dia memang merasa takut!Jika orang di luar bukan gurunya, melainkan orang yang menyamar menjadi gurunya, apa tujuannya?"Jangan tutup telepon. Kalau ada apa-apa, panggil aku!" Kevin mengingatkan."Kak Kevin, kamu jangan mengebut!""Ya, aku tahu!"Miana dapat mendengar suara mesin mobil yang dinyalakan, dan rasa paniknya sudah berkurang sedikit.Kevin khawatir terjadi apa-apa dengan Miana, jadi dia mengemudi sangat cepat di sepanjang jalan.Miana melihat lagi ke layar monitor pintu, dan menemukan bahwa pria itu sudah tidak ada.Seketika itu juga dia merinding.Film-film horor yang pernah ditontonnya, meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, sekarang teringat sangat jelas.Miana agak kesal mengapa dia memiliki ingatannya yang begitu baik.Ketika Kevin tiba, dia memeriksa setiap sudut lantai, tetapi tidak menemuka
Miana mengedip-ngedipkan matanya.Hanya ada beberapa lampu kuning redup yang menerangi ruang besar dan kosong ini. Barang-barang berserakan di sekeliling, menciptakan bayangan yang berbeda-beda.Pada saat ini, Miana sudah melihat Janice.Janice berdiri di tengah gudang dan sosoknya tampak sangat kesepian dan dingin.Dia membelakangi Miana, dan sedang memainkan pisau tajam di tangannya. Bilah pisau itu berkilau di bawah cahaya redup. Setiap pisau itu bergerak, seolah-olah menandakan bencana akan segera datang.Mendengar suara langkah kaki, Janice membalikkan badannya. Dia tersenyum sinis, dan sorot matanya seakan bisa melihat ketakutan terdalam seseorang."Miana, akhirnya kamu datang." Suaranya penuh dengan ejekan. "Aku pikir mereka menipuku."Miana menekan kepanikan dan kemarahan di hatinya. Dia menatap Janice, dan setiap kata yang diucapkan seperti keluar dari sela-sela giginya, "Apa yang kamu inginkan?"Janice tersenyum dan berkata, "Tentu saja aku ingin mengirimmu menemani nenekmu!
Mata Miana berkilap sekilas, lalu dia mencibir, "Janice, Henry nggak mencintaimu! Aku mati pun, dia nggak akan melupakanku, apalagi menikahimu! Janice, akui saja, Henry nggak menganggapmu penting! Dia bersikap baik padamu hanya karena kamu seorang janda!"Sebutan "janda" berhasil menyulut kemarahan Janice. Dengan cepat, dia mengarahkan pisau ke arah jantung Miana. Sambil menyeringai gila, dia berkata, "Percaya atau nggak, kalau pisau ini masuk, tahun depan hari ini akan jadi hari peringatan kematianmu! Penyesalan terbesarku adalah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk menikah dengan Zeno yang ternyata hanya seorang pengecut!"Pisau itu sangat tajam dan bilahnya terasa dingin, membuat mulai agak ketakutan.Begitu Janice menggila sepenuhnya, nasibnya hanya satu, yaitu mati!Miana menenangkan dirinya dan bertanya, "Kamu sudah berteman dengan Henry sejak kecil, kenapa akhirnya memilih Zeno? Apakah kematian Zeno ada hubungannya denganmu?"Dia mendengar dari Felica bahwa kematian Zeno p
Miana tercengang.'Kebetulan macam apa yang bisa membuat Zeno terbunuh?'Janice tenggelam dalam ingatan tentang kejadian hari itu, tidak memperhatikan ekspresi Miana, dan melanjutkan ceritanya, "Kecelakaan mobil itu memang kebetulan. Pada saat itu, Zeno sadar dan mencoba merangkak keluar dari mobil. Aku mengambil ornamen yang dipajang di atas dashboard dan memukulnya hingga pingsan. Setelah aku keluar, mobil mulai terbakar. Pada akhirnya, Zeno terbakar hingga menjadi abu, sementara aku selamat! Itulah karma dari kejahatannya!" Janice terlihat sangat puas ketika mengingatnya kembali.Zeno di luar tampak lembut dan murah hati, tetapi di atas ranjang, dia adalah seorang psikopat, menggunakan berbagai alat untuk menyiksanya dan melarangnya menangis.Dia terbebas dari penderitaan itu setelah Zeno mati.Miana menatap wajah kejam Janice dengan tenang, sama sekali tidak bersimpati padanya.Zeno adalah suami yang Janice pilih sendiri. Jika Zeno adalah seorang psikopat, Janice bisa mengajukan pe
Miana sangat kaget dan ingin menghindar, tetapi sudah terlambat.Tepat pada saat ini, dia merasakan tubuhnya di dorong dengan kuat oleh seseorang.Kekuatan dorongan itu begitu besar hingga membuatnya terjatuh ke lantai."Jleb!"Suara pisau menusuk daging terdengar.Sekejap, udara dipenuhi bau darah yang menyengat.Miana segera mengangkat kepalanya dan melihat Giyan berdiri di sana, dengan pisau tertancap di dadanya. Janice berdiri di depannya dengan wajah penuh kebingungan."Kak ... Kak Giyan!"Saat memanggilnya, suara Miana bergetar hebat."Mia, cepat pergi!" teriak Giyan dengan panik.Janice sudah benar-benar gila, dia pasti tidak akan melepaskan Miana!Saat tersadar kembali, Janice menatap Giyan dengan matanya yang sangat merah. "Kamu tahu dia nggak mencintaimu, tapi kenapa kamu masih menyelamatkan dia? Sepadankah mengorbankan nyawamu sendiri?"Dia mencintai Henry, tetapi jika Henry dalam bahaya, dia pasti akan menolak untuk mengorbankan nyawanya!Baginya, hidup tentu saja lebih pen
Jika Henry mendengar semuanya, citra Janice yang lemah lembut dan baik hati akan runtuh!Sebelum Henry bisa berbicara, Giyan sudah lebih dulu berkata, "Pak Henry, sebelum aku mati, aku mohon padamu untuk melindungi Mia seumur hidupmu!"Hidup Miana begitu malang.Miana sudah sangat menderita sejak kecil.Tuhan sungguh tidak adil jika Miana masih harus menderita lagi sekarang."Bruk."Tubuh Giyan jatuh ke lantai.Mendengar suara itu, Miana baru teringat bahwa Giyan terluka.Dia sepertinya sudah kehilangan akal, malah memikirkan masalah Henry dan Janice di situasi seperti ini.Miana menggelengkan kepalanya, menghilangkan berbagai pikiran yang muncul di benaknya, kemudian dia berjongkok di depan Giyan.Melihat darah tidak berhenti mengalir, dia segera melepas dasi Giyan, menggunakannya untuk menghentikan pendarahan sambil berteriak, "Apakah ada orang di luar? Cepat masuk dan tolong kami!"Henry melihat Miana hampir menangis karena cemas, hatinya terasa kurang nyaman.Janice berdiri paling
"Miana, aku hamil, jadi kamu harus segera bercerai dengan Henry, kalau nggak, betapa malangnya anak ini lahir tanpa ayah." Isak wanita itu terdengar dari ponsel. Miana mendengarnya sambil mengusap pelipisnya, lalu berkata dengan nada dingin, "Apa lagi yang ingin kamu katakan, Kak Janice? Cepat katakan, akan kurekam, nanti saat proses perceraian dengan Henry, aku bisa memperoleh lebih banyak aset.""Miana, kamu bajingan! Bisa-bisanya kamu merekam pembicaraan ini!" Wanita itu langsung menutup telepon setelah mengumpat.Setelah panggilan tersebut terputus, Miana menunduk melihat ke lembar hasil pemeriksaan di tangannya. Tulisan "hamil empat minggu" yang tercetak di kertas itu terasa menyakitkan baginya.Awalnya dia berniat memberi tahu Henry tentang kehamilannya malam ini, tetapi dia sekarang merasa tidak perlu lagi.Anak ini datang pada waktu yang salah, tetapi anak ini adalah penyelamatnya.....Miana yang begitu tiba di rumah setelah pulang kerja disambut oleh Bibi Lina, "Nyonya, saya
Jika Henry mendengar semuanya, citra Janice yang lemah lembut dan baik hati akan runtuh!Sebelum Henry bisa berbicara, Giyan sudah lebih dulu berkata, "Pak Henry, sebelum aku mati, aku mohon padamu untuk melindungi Mia seumur hidupmu!"Hidup Miana begitu malang.Miana sudah sangat menderita sejak kecil.Tuhan sungguh tidak adil jika Miana masih harus menderita lagi sekarang."Bruk."Tubuh Giyan jatuh ke lantai.Mendengar suara itu, Miana baru teringat bahwa Giyan terluka.Dia sepertinya sudah kehilangan akal, malah memikirkan masalah Henry dan Janice di situasi seperti ini.Miana menggelengkan kepalanya, menghilangkan berbagai pikiran yang muncul di benaknya, kemudian dia berjongkok di depan Giyan.Melihat darah tidak berhenti mengalir, dia segera melepas dasi Giyan, menggunakannya untuk menghentikan pendarahan sambil berteriak, "Apakah ada orang di luar? Cepat masuk dan tolong kami!"Henry melihat Miana hampir menangis karena cemas, hatinya terasa kurang nyaman.Janice berdiri paling
Miana sangat kaget dan ingin menghindar, tetapi sudah terlambat.Tepat pada saat ini, dia merasakan tubuhnya di dorong dengan kuat oleh seseorang.Kekuatan dorongan itu begitu besar hingga membuatnya terjatuh ke lantai."Jleb!"Suara pisau menusuk daging terdengar.Sekejap, udara dipenuhi bau darah yang menyengat.Miana segera mengangkat kepalanya dan melihat Giyan berdiri di sana, dengan pisau tertancap di dadanya. Janice berdiri di depannya dengan wajah penuh kebingungan."Kak ... Kak Giyan!"Saat memanggilnya, suara Miana bergetar hebat."Mia, cepat pergi!" teriak Giyan dengan panik.Janice sudah benar-benar gila, dia pasti tidak akan melepaskan Miana!Saat tersadar kembali, Janice menatap Giyan dengan matanya yang sangat merah. "Kamu tahu dia nggak mencintaimu, tapi kenapa kamu masih menyelamatkan dia? Sepadankah mengorbankan nyawamu sendiri?"Dia mencintai Henry, tetapi jika Henry dalam bahaya, dia pasti akan menolak untuk mengorbankan nyawanya!Baginya, hidup tentu saja lebih pen
Miana tercengang.'Kebetulan macam apa yang bisa membuat Zeno terbunuh?'Janice tenggelam dalam ingatan tentang kejadian hari itu, tidak memperhatikan ekspresi Miana, dan melanjutkan ceritanya, "Kecelakaan mobil itu memang kebetulan. Pada saat itu, Zeno sadar dan mencoba merangkak keluar dari mobil. Aku mengambil ornamen yang dipajang di atas dashboard dan memukulnya hingga pingsan. Setelah aku keluar, mobil mulai terbakar. Pada akhirnya, Zeno terbakar hingga menjadi abu, sementara aku selamat! Itulah karma dari kejahatannya!" Janice terlihat sangat puas ketika mengingatnya kembali.Zeno di luar tampak lembut dan murah hati, tetapi di atas ranjang, dia adalah seorang psikopat, menggunakan berbagai alat untuk menyiksanya dan melarangnya menangis.Dia terbebas dari penderitaan itu setelah Zeno mati.Miana menatap wajah kejam Janice dengan tenang, sama sekali tidak bersimpati padanya.Zeno adalah suami yang Janice pilih sendiri. Jika Zeno adalah seorang psikopat, Janice bisa mengajukan pe
Mata Miana berkilap sekilas, lalu dia mencibir, "Janice, Henry nggak mencintaimu! Aku mati pun, dia nggak akan melupakanku, apalagi menikahimu! Janice, akui saja, Henry nggak menganggapmu penting! Dia bersikap baik padamu hanya karena kamu seorang janda!"Sebutan "janda" berhasil menyulut kemarahan Janice. Dengan cepat, dia mengarahkan pisau ke arah jantung Miana. Sambil menyeringai gila, dia berkata, "Percaya atau nggak, kalau pisau ini masuk, tahun depan hari ini akan jadi hari peringatan kematianmu! Penyesalan terbesarku adalah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk menikah dengan Zeno yang ternyata hanya seorang pengecut!"Pisau itu sangat tajam dan bilahnya terasa dingin, membuat mulai agak ketakutan.Begitu Janice menggila sepenuhnya, nasibnya hanya satu, yaitu mati!Miana menenangkan dirinya dan bertanya, "Kamu sudah berteman dengan Henry sejak kecil, kenapa akhirnya memilih Zeno? Apakah kematian Zeno ada hubungannya denganmu?"Dia mendengar dari Felica bahwa kematian Zeno p
Miana mengedip-ngedipkan matanya.Hanya ada beberapa lampu kuning redup yang menerangi ruang besar dan kosong ini. Barang-barang berserakan di sekeliling, menciptakan bayangan yang berbeda-beda.Pada saat ini, Miana sudah melihat Janice.Janice berdiri di tengah gudang dan sosoknya tampak sangat kesepian dan dingin.Dia membelakangi Miana, dan sedang memainkan pisau tajam di tangannya. Bilah pisau itu berkilau di bawah cahaya redup. Setiap pisau itu bergerak, seolah-olah menandakan bencana akan segera datang.Mendengar suara langkah kaki, Janice membalikkan badannya. Dia tersenyum sinis, dan sorot matanya seakan bisa melihat ketakutan terdalam seseorang."Miana, akhirnya kamu datang." Suaranya penuh dengan ejekan. "Aku pikir mereka menipuku."Miana menekan kepanikan dan kemarahan di hatinya. Dia menatap Janice, dan setiap kata yang diucapkan seperti keluar dari sela-sela giginya, "Apa yang kamu inginkan?"Janice tersenyum dan berkata, "Tentu saja aku ingin mengirimmu menemani nenekmu!
"Jangan menakut-nakuti dirimu sendiri! Tunggu aku datang." Suara Kevin terdengar cemas.Miana mengangguk patuk. "Oke!"Dia sebenarnya ingin mengatakan dirinya tidak takut.Namun, dia memang merasa takut!Jika orang di luar bukan gurunya, melainkan orang yang menyamar menjadi gurunya, apa tujuannya?"Jangan tutup telepon. Kalau ada apa-apa, panggil aku!" Kevin mengingatkan."Kak Kevin, kamu jangan mengebut!""Ya, aku tahu!"Miana dapat mendengar suara mesin mobil yang dinyalakan, dan rasa paniknya sudah berkurang sedikit.Kevin khawatir terjadi apa-apa dengan Miana, jadi dia mengemudi sangat cepat di sepanjang jalan.Miana melihat lagi ke layar monitor pintu, dan menemukan bahwa pria itu sudah tidak ada.Seketika itu juga dia merinding.Film-film horor yang pernah ditontonnya, meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, sekarang teringat sangat jelas.Miana agak kesal mengapa dia memiliki ingatannya yang begitu baik.Ketika Kevin tiba, dia memeriksa setiap sudut lantai, tetapi tidak menemuka
Janice merasa orang-orang ini tampak sangat profesional ....'Apakah mereka juga akan begitu profesional saat membunuhku?'Saat memikirkan itu, tangannya sudah diikat kembali, dan kemudian matanya ditutup dengan kain.Pandangannya seketika menjadi gelap.Kepanikan kembali memenuhi hatinya.'Apakah orang-orang ini akan melakukan sesuatu padaku?'Pada saat ini, dia mendengar salah satu pria berbicara.Pria itu sedang mengingatkan yang lain, "Aku pergi dulu, kalian awasi dia baik-baik, jangan biarkan dia kabur."Janice berpikir bahwa dia tentu tidak akan kabur sebelum Miana datang.Dia ingin melihat Miana mati dengan mata kepalanya sendiri!Setelah itu, dia baru akan merasa tenang!....Setelah menutup telepon dari Janice, Miana pergi ke ruang kerjanya.Saat membuka brankas, dia melihat kotak yang diberikan oleh Kakek waktu itu.Kemudian, dia meletakkan kotak di tangannya ke dalam brankas.Ketika dua kotak itu diletakkan berdampingan, mereka tampak agak mirip.Menyadari hal itu, Miana ter
Janice mulai panik karena tidak mendengar jawaban.Dia tidak ingin mati.Dia ingin hidup.Karena itulah dia akan mengorbankan Miana."Kalian, kenapa nggak bicara? Apakah kalian nggak tahu rupanya? Aku punya fotonya di ponselku. Kalau kalian berikan ponselku, aku bisa menunjukkannya pada kalian!" seru Janice dengan suara yang terdengar agak cemas.Ini adalah kesempatan terakhirnya, dia harus memanfaatkannya dengan baik!Jika dia tidak bisa melarikan diri, dia akan menyeret Miana bersamanya.Jika dia bisa melarikan diri, dia akan membuat Miana mati di sini! Satu mayat, dua nyawa menghilang! Memikirkannya saja sudah membuatnya senang!Intinya, selama orang-orang ini bisa membawa Miana ke sini, dia bisa membuat Miana mati!Jika Miana mati, semua masalah yang menghalanginya akan otomatis terselesaikan."Oke! Kami hanya percaya padamu sekali! Lepaskan tangannya!" Mendengar akhirnya ada yang menjawabnya, Janice merasa sangat senang di dalam hatinya.Setelah ikatan di tangannya dilepas, dia me
Miana merasa bersyukur dia sudah tidak mencintai Henry. Jika tidak, mendengar kata-kata seperti itu akan sangat menyakitkan hatinya.Kevin melihat Miana melamun, lalu bertanya, "Kamu baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, ayo kembali makan!" Miana tersenyum pada Kevin.Kevin mengangguk, dan mereka kembali ke ruang VIP mereka.Setelah mereka duduk kembali, Dina pun bertanya, "Melihatmu seperti ini, apakah ada kabar baik yang ingin kamu sembunyikan dari kami?"Ucapan Dina penuh dengan canda, tetapi membuat hati Miana berdebar. Dia menggelengkan kepalanya dengan tegas, seolah berkata pada dirinya sendiri bahwa dia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya sekarang."Nggak ada. Bu Dina sudah salah paham," ujar Miana dengan tegas. Dia tahu bahwa dia akan terjebak dalam banyak masalah jika berita kehamilannya tersebar. Di dunia yang rumit seperti ini, lebih baik berhati-hati agar hidup lebih aman.Melihat sikap Miana, Dina tersenyum dan tidak bertanya lagi. Dia menepuk kursi di selebahnya, mengi