"Kamu mati saja!"Di rumah, orang yang paling mencintainya adalah ibunya!Pram berani memukul ibunya seperti itu, pantas mati!Namun, tepat pada saat itu, pintu ruang VIP tiba-tiba terbuka. Setelah beberapa orang masuk dengan cepat, pintu pun ditutup rapat.....Di Kompleks Gaillardia.Dokter keluarga sedang mengobati luka Miana. Karena sedang hamil, Miana menolak diberi anestesi. Dia merapatkan giginya untuk menahan rasa sakit.Henry berdiri di samping, melihat Miana berkeringat karena kesakitan, dia refleks mengerutkan keningnya.'Kenapa dia bersikeras nggak mau diberi anestesi padahal sangat kesakitan?'Setelah pengobatan lukanya selesai, sekujur tubuhnya basah kuyup seperti habis berendam di air."Jangan biarkan lukanya terkena air. Makan makanan yang agak tawar dan minum obatnya tepat waktu!" Setelah berpesan beberapa kata, si dokter pun pergi.Miana lemas terbaring di tempat tidur, bahkan tidak punya tenaga untuk bicara.'Sakit sekali!'Dengan raut wajah dingin, Henry mendengkus
Raut wajah Henry begitu dingin, dan dia berkata, "Miana, bisakah kamu nggak selalu bersaing dengan Janice!"Miana tertegun.Dia sedang terluka, ingin Henry menemaninya, apakah itu termasuk bersaing dengan Janice?Miana segera kembali tenang, tersenyum kecil dan berkata, "Kalau kamu begitu nggak bisa melepaskan Janice, kenapa nggak mau bercerai dan menikahi dia?"Selama mereka bercerai, siapa yang Henry cintai, dengan siapa Henry bersama, siapa yang Henry kunjungi, itu bukan urusannya lagi.Namun, Henry menolak bercerai dengannya dan tetap terlalu dekat dengan Janice.Sekalipun dia tidak peduli, tetap saja terasa terganggu."Giyan dan adikmu akan segera menikah, meskipun kamu bercerai, dia nggak mungkin bisa menikahimu. Atau kamu ingin berbagi suami yang sama dengan adikmu?" Kata-kata Henry seperti panah yang menusuk jantung, membuat Miana sangat terkejut.Di mata Henry, dia adalah wanita rendahan!"Miana, aku sudah bilang, kalau kita bercerai, aku nggak akan lagi peduli pada nenekmu! P
Dering tersebut menghancurkan suasana ambigu mereka.Miana segera mendorong Henry. "Turunkan aku!"Henry terpaksa menurunkannya ke lantai.Setelah itu, Miana melompat-lompat dengan satu kaki, menuju sofa, lalu duduk di atasnya.Dia mengulurkan tangannya, mengambil buku yang ada di samping dan mulai membaca.Sementara Henry mengeluarkan ponselnya dan mengangkat panggilan itu."Pak Henry, Nona Janice sudah sadar. Dia terus menangis dan bilang ingin bertemu denganmu! Dia juga bilang, dia akan bunuh diri kalau nggak bisa bertemu denganmu!" Suara Wiley terdengar sangat cemas. "Kapan kamu akan tiba?""Aku segera berangkat!" seru Henry. Setelah menutup telepon, tatapannya tertuju pada wanita yang duduk di sofa sambil membaca buku.Terlihat begitu tenang, cantik, lembut ....Momen ini entah mengapa membuat Henry merasa nyaman. Bahkan, membuatnya berpikir bahwa hidup seperti ini untuk selamanya tidaklah buruk.Miana merasakan tatapan Henry, refleks mendongak, dan tatapan mereka pun bertemu."Ke
Dulu, dia sering pergi mencari Giyan setelah dianiaya di rumah. Setiap kali, dia akan melihat Giyan menunggunya di depan pintu, membuat hatinya terasa hangat.Bertahun-tahun berlalu, dan dia kembali melihat pemandangan yang sama. Kenangan tersebut muncul dengan sendirinya di benaknya.Melihat Miana turun dari mobil, Giyan segera mendekat, mengulurkan tangan hendak membantunya. "Kakimu nggak apa-apa?""Nggak apa-apa!" Miana menghindari tangan Giyan. "Di luar agak dingin, kita duduk dan bicara di dalam saja."Bagaimanapun, mereka harus menjaga jarak sekarang, tidak bisa lagi berpegangan tangan saat masih remaja.Giyan merasa sedikit kecewa, menarik kembali tangannya.Miana melangkah masuk sambil menjaga jarak dengan Giyan.Setelah duduk, Miana memesan segelas susu dan sepotong tiramisu.Dia tidak makan apa pun saat berada di restoran tadi, jadi sekarang sangat lapar.Giyan memesan secangkir kopi.Miana tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Malam-malam minum kopi, nanti kamu bisa tidur
Lagi pula, hidup masih panjang, akan selalu ada kesempatan untuk bertemu lagi."Setelah kuenya habis, aku akan pulang," ujar Miana, lalu menyuapkan kue tiramisu ke dalam mulut. "Oh ya, Kak Giyan, mulai besok aku cuti dan belum tahu kapan akan kembali bekerja. Jadi, kamu nggak perlu repot-repot menambahkan pengawal untukku."Miana bisa makan dengan cukup baik sekarang.Dia juga mudah merasa lapar.Malam ini, dia tidak makan apa pun dan merasa sangat lapar."Secepat itu mengambil cuti hamil?" Giyan agak terkejut.'Apakah Henry sudah tahu dia hamil?''Kelihatannya, hubungan mereka cukup baik.'"Bukan, hanya cuti biasa." Miana tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.Menurutnya, masalah ini adalah urusan keluarganya."Oh, begitu. Baiklah, habiskan dulu kue-mu!" Giyan tidak bertanya lagi karena itu akan tidak sopan.Miana mengangguk, lalu menunduk dan memakan kuenya.Dengan tangan menopang wajahnya, Giyan terus menatap Miana. Dia sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa cintanya yang terpa
Di dalam kotak perhiasan terdapat bros berlian kecil yang berkilau di bawah cahaya lampu.Sorot mata Henry menjadi dingin, dinginnya seperti dapat menembus ke tulang-tulang."Malam-malam, kamu memaksakan diri yang sedang terluka untuk menemuinya hanya untuk bros ini?"Amarah di hati Henry sudah sampai pada titik puncak.'Jelas-jelas tadi sebelum keluar, aku lihat jalannya susah karena kakinya sakit, tapi demi bertemu Giyan, dia bahkan nggak peduli dengan rasa sakit itu!''Giyan memang sangat penting baginya!'Raut wajah Henry begitu gelap, tanda-tanda badai akan datang.Melihat Henry sudah melihat bros itu, Miana tidak ingin berdebat lagi dengannya. Dia merapikan rambutnya, tersenyum kecil dan mencibir, "Janice meneleponmu malam-malam, kamu juga pergi menemuinya, bahkan menemaninya sepanjang malam. Aku hanya bertemu dengan Giyan sebentar. Dia hanya ingin memberiku hadiah ulang tahun saja. Dibandingkan denganmu, nggak berlebihan, 'kan? Henry, pikirkan dulu tindakanmu sendiri sebelum mar
Henry merasa panik, sebuah pikiran melintas di benaknya.'Miana bunuh diri!'Dia tadi pergi ke rumah sakit karena mendengar Janice bunuh diri, jadi wajar saja dia langsung berpikir tentang bunuh diri.Tanpa berlama-lama, dia bergegas mengangkat Miana dari bak mandi dan berseru, "Miana, kalau kamu berani mati, aku akan segera menarik tim medis untuk nenekmu! Cepat bangun!"Suaranya terdengar sangat cemas.Seakan-akan dia sedang menekan emosi tertentu.Miana terbangun oleh suara Henry. Begitu membuka mata, dia mendapati Henry sedang menatapnya dengan cemas, lalu mengernyit dan bertanya, "Ada apa denganmu?""Kamu bukan bunuh diri?" Henry menghela napas lega, emosinya stabil kembali."Aku hanya kelelahan dan tertidur." Mata Miana berkedip-kedip, dan dia bertanya, "Kamu takut aku mati?"Sekalipun hidupnya berada di titik terendah, dia tidak akan pernah bunuh diri. Karena dia tahu, hanya dengan hidup baru ada harapan, baru bisa melihat masa depan yang lebih baik."Aku hanya khawatir kamu mat
"Miana, apa maksudmu!" Henry hendak meraih lengan Miana, tetapi secara tidak sengaja menarik handuk mandi Miana.Miana terkejut dan berseru, "Henry, apa yang kamu lakukan!""Rambutmu masih basah, jangan masuk kamar tidur!" Untuk menutupi rasa canggungnya, Henry mengambil handuk kecil di samping dan melemparkannya ke kepala Miana. "Keringkan!" perintahnya dengan nada sangat mendesak.Miana menarik handuk yang menutupi kepalanya, lalu berseru, "Kembalikan handuk mandiku!"Suaranya tanpa sadar terdengar malu-malu, lembut dan manis.Henry merasa tergoda, dan tubuhnya langsung bereaksi.Dengan alis terangkat, dia berjalan ke arah Miana dengan handuk mandi di tangannya. Kemudian, dia menyeka buliran air di tubuh Miana dengan lembut. Saat bibirnya menyentuh telinga Miana, dia menggigitnya dengan perlahan.Miana merasa telinganya tergelitik dan sedikit basah.Tidak seperti sebelumnya, di mana Henry selalu bersikap kasar dan dominan, kali ini Henry memperlakukannya dengan sangat lembut dan saba
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,