Keesokan harinya, kebetulan Uzy tidak ada kuliah pagi. Ia memutuskan untuk pergi ke mal yang ditunjukkan oleh Milo kemarin untuk melamar pekerjaan.
Uzy berjalan dengan langkah mantap menuju mal yang hanya berjarak 500 meter dari kampus mereka. Pusat perbelanjaan yang menurut Milo sedang membuka lowongan pekerjaan paruh waktu. Toko yang Milo maksud berada di lantai 2. dalam waktu singkat, Uzy sudah sampai di depan toko yang ia cari. Ia memasuki area toko “Sikil” dengan perasaan gugup namun juga penuh semangat. Di dalam toko, suasana terdengar riuh dengan suara-suara pelanggan yang sibuk berbelanja.
Uzy menghampiri meja informasi yang berada di bagian depan toko.
“Permisi, saya ingin menanyakan tentang lowongan pekerjaan yang tersedia di sini.” Uzy tersenyum sopan.
Wanita cantik bermake-up tebal mendongak, lalu menebar senyum ramah. “Tentu, ada beberapa lowongan
Hanya si pemuda yang membalas sapaan Uzy. “Silakan.”Uzy duduk di sebelah pemuda itu. “Terima kasih. Mas, melamar kerja di sini juga kan, ya?” kata Uzy berbasa-basi.“Iya, Mas. Mas juga?” balas si pemuda dengan basa-basi yang sama. Padahal sudah jelas mereka semua berada di tempat itu karena alasan yang sama.“Iya, Mas. Semoga kita diterima.” Uzy mengakhiri basa-basi basi di antara mereka berdua.Tak lama kemudian, muncul Dody dari balik pintu tertutup yang bertuliskan “Hanya Untuk Karyawan” di depannya. Wajahnya cerah. Senyum terkembang di bibir Dody.“Silakan masuk, semua.” Dody memanggil.Seketika, empat pelamar yang duduk di bangku bangkit. Mereka seperti berlomba untuk masuk lebih dulu ke dalam ruangan yang pintunya telah dibuka lebar oleh Dody. Setelah se
Si gadis cantik bak sosialita menghentikan langkah, mengibaskan rambut hitam panjang berkilau melewati bahu indahnya, lalu melirik ke arah toko dengan dahi berkerut, menilai toko sepatu di depannya. “Oh, ya? Apa spesialnya koleksi sepatu di toko ini?”Uzy mengambil brosur dan menunjukkan beberapa gambar sepatu yang telah ia pelajari secara singkat sebelumnya. “Kami menawarkan berbagai merek ternama dan desain terkini yang pasti akan memikat perhatian kakak. Bukan hanya itu, kami juga memberikan diskon spesial untuk pembelian hari ini. Selain mendapatkan sepatu berkualitas, Kakak juga bisa mendapatkan penawaran menarik!”Si gadis cantik melirik brosur di tangan Uzy. “Diskon spesial, ya? Tapi saya enggak ada rencana beli sepatu baru.”Uzy tak putus asa. Masih dengan penuh semangat, ia menambahkan. “Tenang saja, Kak! Kakak bisa melihat-lihat dulu, tidak harus membeli. Siapa tahu, ad
“Mas Uzy, saya senang memberitahukan bahwa Anda diterima bekerja sebagai SPG di toko kami! Selamat!” Dody mengulurkan tangan untuk dijabat kepada Uzy.Seketika, wajah Uzy yang semula murung berubah menjadi cerah. “Wah! Terima kasih, Pak Dody! Saya sangat senang mendengarnya!” Uzy menerima jabat tangan Dody dan mengguncangkannya agak terlalu kencang, saking gembiranya.“Kamu sudah menunjukkan sikap yang baik dan luar biasa persuasif selama tes tadi. Kami yakin kamu akan menjadi seorang SPG yang hebat!” Dody tidak lagi memanggil Uzy dengan sapaan “Anda”, tetapi telah berubah menjadi “Kamu”. Uzy pun memerhatikan perubahan kecil ini.“Terima kasih, Pak. Saya berusaha yang terbaik. Saya juga akan bekerja keras untuk memenuhi harapan toko, Pak.”“Oh, ya. Saya lihat kamu masih kuliah, ya? Salut. Saya suka anak muda pekerja keras.
Keduanya tertawa gembira. Mereka lantas berpisah. Milo melanjutkan kepergiannya yang tertunda, sedangkan Uzy berjalan kembali ke arah gedung kampus. Kali ini tujuannya bukan ruangan kelas karena kuliah selanjutnya baru akan dimulai dua jam lagi. Langkah kakinya mengarah ke ruangan UKM Islam. Ia hendak mencari Hanif, orang yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Uzy akan mengabari tentang pekerjaan barunya.Uzy melongok melalui jendela ruangan UKM yang terbuka. Ia melihat Hanif tengah membuka mushaf Al Quran di tangannya. Tampaknya, Hanif sedang mengaji. Ada yang berdesir di dalam dada Uzy saat melihat wajah teduh Hanif yang sedang membaca Al Quran. Ada kerinduan di dadanya untuk menjadi seperti Hanif, namun … kesibukan membuatnya sering lupa akan kitab suci tersebut.Uzy melontarkan salam dan Hanif langsung menjawab sambil mengangkat wajah. Hanif tersenyum menlihat sosok Uzy yang berdiri di ambang pintu. Hanif mengundang Uzy unt
Suara senandung riang dari arah pagar membuat Paman Ali mengangkat wajah dari pot bunga yang tengah ia bongkar tanahnya. Terlihat sosok Uzy yang baru turun dari sepeda onthel butut. Wajah Uzy terlihat amat berseri-seri dan kemerahan, membuat Paman Ali curiga Uzy baru saja diterima pernyataan cintanya.“Hei, Uzy! Tumben pulang-pulang kelihatan senang. Kamu baru dapat uang kaget?” sapa Paman Ali dengan suara cukup lantang.Uzy tidak langsung menjawab, ia hanya memperlebar senyuman sambil menghampiri Paman Ali yang terus memandang ke arahnya.“Bukan, Paman. Saya dapat sesuatu yang lebih baik daripada uang kaget,” ujar Uzy setelah dekat dengan posisi berdirinya Paman Ali.“Apa itu?” Paman Ali terpancing untuk bertanya lebih.“Saya diterima kerja paruh waktu jadi SPG di mal dekat kampus, Paman. Gajinya lumayan, bisa buat biaya sehari-hari dan
Jam dinding menunjukkan pukul dua malam. Di kamar kost barunya, Uzy tampak belum tidur. Ia serius menatap sebuah buku yang terbuka di hadapan. Meja belajarnya penuh dengan tumpukan buku, catatan kuliah, dan laptop yang dipinjamkan Yuni untuk mengerjakan tugas makalahnya. Yuni, salah seorang teman seangkatan Uzy yang kaya raya namun malas belajar. Dari Rani, Yuni mengetahui bahwa Uzy menerima jasa pembuatan makalah dan tugas-tugas kuliah lainnya.Saat ini, Uzy tengah fokus mengerjakan beberapa order makalah dan bahkan skripsi kakak tingkatnya. Semenjak diterima bekerja sebagai SPG, waktu senggangnya habis dengan bekerja sampingan dan menerima order pembuatan tugas kuliah. Hari-harinya penuh dengan jadwal yang padat, berpindah cepat dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.Uzy menguap. Kantuk mulai melanda. Namun, Uzy memaksakan diri untuk terus mengerjakan order makalah yang ditekuninya.“Sedikit lagi. Setelah ini ba
“Rumah Candy dijaga ketat oleh satpam sekarang. Aku enggak yakin kamu bisa dengan mudah mencari maupun sekadar melihat wajahnya.”“Enggak masalah, Yan. Aku benar-benar ingin melihat Candy. Aku kangen banget sama dia dan ingin tahu bagaimana dia sekarang.” Uzy memaksa.“Aku ngerti perasaanmu, Zy. Tapi kamu harus ngerti juga kalau Candy tidak lagi sama seperti dulu. Dia tidak lagi bebas ditemui siapa saja. Apalagi dengan statusnya yang rumit sebagai …..” Yandi sengaja tak melanjutkan ucapannya. Ia yakin Uzy sudah tahu maksudnya.“Aku enggak akan gangguin dia, kok. Mana berani aku. Cukup sekali aku dihadiahi bogem mentah. Tolong beri tahu aku alamatnya, Yandi. Aku janji hanya akan melihatnya dari kejauhan.” Uzy terus mendesak.“Pokoknya aku sudah ngasih peringatan, lho ya. Ini keputusanmu, jadi jika kamu kenapa-kenapa aku enggak ikut-ikutan, B
“Akhirnya!” Uzy berseru lega tatkala melihat jam dinding di toko “Sikil” telah menunjukkan pukul 9 malam. Waktunya tutup toko. Uzy sudah menantikan saat-saat ini sejak setengah jam yang lalu.Uzy berlari menuju ruang ganti, melepas seragam SPG-nya dengan tergesa-gesa. Dia tampak sedikit terburu-buru dan gelisah, berbeda dengan suasana santai yang biasanya ia tunjukkan setelah jam kerja selesai. Teman SPG-nya, Rudi, memandang Uzy dengan keheranan."Eh, Uzy, kenapa terburu-buru banget sih pulangnya? Biasanya kan santai-santai aja setelah jam kerja selesai. Ngopi dulu yuk, kayak biasanya."Uzy, masih dengan napas agak terengah-engah, tersenyum kecut sekilas. "Ah, Rudi, kamu tahu kan dulu aku selalu santai pulang setelah kerja? Tapi sekarang ada satu hal yang harus aku lakukan!"Rudi terlihat penasaran. Ia menatap Uzy dengan rasa ingin tahu. "Apa sih yang harus kamu
Kedatangan Uzy disambut suka cita oleh ibunya dan Lilis.“Alhamdulillah, Ibu senang kamu sudah sampai, Zy.” Ibu memeluk Uzy dengan penuh rasa syukur.Setelah saling melepas rindu dengan bertanya kabar, Uzy pun dituntun ibunya untuk duduk di ruang keluarga sekaligus ruang tamu rumah.“Cepat ambilkan jajan pasar yang sudah Ibu siapkan, Lis. Jangan lupa suguhkan tehnya,” titah Ibu kepada Lilis.Lilis patuh. Ia masuk ke dalam untuk melaksanakan semua perintah ibunya. Berdua saja duduk bersama ibunya, Uzy memutuskan untuk langsung mengungkapkan maksud kepulangannya.“Ibu, aku mau memberitahukan sesuatu yang penting. Begini, Bu … aku akan melamar seorang gadis bernama Naura.”Mata Ibu membulat lantaran tak menduga kabar penting yang disampaikan secara mendadak. Namun, Uzy menangkap nada senang ketika ibunya bertanya, &ldqu
Semuanya terjadi begitu cepat. Bahkan Uzy saja belum sempat untuk berpikir matang. Tahu-tahu saja, ia sudah dipaksa untuk menikahi gadis secantik Naura. Kalau mau jujur, sebetulnya Uzy tidak merasa terpaksa. Gadis secantik Naura, siapa yang bisa menolak? Paling-paling Uzy hanya bisa berlari ke pelukan gadis itu.“Jadi, kapan kamu mau mengajak keluargamu melamar Naura, Mas Uzy?” desak ibunya Naura, Sofia.Saat ini, Uzy dan Pak Chandra sudah berada di rumah Naura. Selepas kejadian memalukan di pantai itu, Uzy dan Pak Chandra terpaksa pulang mendahului teman-temannya. Mereka berdua memutuskan buat tidak ikut acara menyaksikan matahari terbenam. Keluarga Naura mendesak Uzy untuk ikut pulang bersama mereka.“Secepatnya, Bu. Saya harus mengabari ibu saya dulu di Klaten.” Uzy menjawab takzim, seperti dia apa adanya.“Coba ceritakan tentang keluarga Nak Uzy,” pinta Sofia p
Uzy terus berteriak-teriak, namun anehnya sosok wanita di depannya seperti tidak mendengar. Sosok itu mengenakan gaun putih panjang hingga sebetis. Sebuah topi anyaman menutupi kepala dan menyisakan rambut hitam panjang sepunggung pemiliknya.Jarak Uzy dan wanita itu hanya lima meter lagi. Wanita itu terus berjalan pelan menuju ke kedalaman lautan di depannya. Ombak memecah pantai, membuat air laut menyapu tubuh wanita itu hingga selutut.“Mbak, jangaaan!” Uzy tak mengurangi kecepatan, ia terus berlari cepat demi dapat mencapai wanita itu.Setelah dekat, dengan penuh rasa heroik, Uzy melompat dan menangkap tubuh si wanita, mencegahnya untuk terus melarungkan diri ke laut dalam.“Aaah!” jerit melengking terdengar membelah langit siang. Suara si wanita bergema hingga ke sudut pantai yang kebetulan sepi.Uzy dan wanita itu terjatuh ke atas pasir basah, tepat
"Well, itu tadi sedikit cerita tentang pengalamanku naik ojek online. Seperti yang kalian tahu, hidup ini seperti lelucon, dan setiap perjalanan selalu penuh dengan kejutan. Jadi, mari kita nikmati perjalanan ini dengan senyum dan tawa. Terima kasih, semuanya!" Rudi melayangkan cium jauh buat semua orang di dalam bus, membuat sebagian besar rekan-rekannya tertawa melihat tingkahnya.“Ikut stand up comedy aja kamu, Rud. Dijamin, kamu pasti kalah!” teriak Ratih dari kursi paling belakang sambil mengacungkan jempol terbalik. Beberapa teman wanita Ratih terkikik mendengar ejekan Ratih.Rudi yang hendak duduk di kursinya, menoleh mendengar perkataan Ratih.“Apa sih, Rat? Dari kemarin kamu kok sentimen banget sama aku? Ah, pasti kamu naksir berat sama aku, deh!” balas Rudi santai.Tawa menggema di dalam bus, sementara wajah Ratih merah padam mendapatkan balasan telak dari R
Uzy berusaha untuk menolak posisi ketua panitia, namun sepertinya semua rekannya justru menganggap dirinya pilihan terbaik. Wajah Uzy mulai terlihat panik. Di tengah kebingungan Uzy, tiba-tiba sebuah suara mengatasi semua suara yang berdengung di sekitar Uzy.“Mendingan jangan Pak Uzy, deh!”Serentak, seluruh pasang mata yang ada di dalam ruangan menoleh ke arah sumber suara. Pendapat anti mainstreamitu dianggap aneh dan mencengangkan oleh kebanyakan para karyawan. Suasana mendadak senyap.“Memangnya kenapa, Rud?” tanya Rani, akhirnya ada yang angkat suara.“Yaaa, Pak Uzy kan atasan kita. Masak sih kalian mau ngerjain atasan sendiri? Namanya acara, panitia-panitiaan itu ya dari kita-kita para staf biasa atau SPG,” dalih Rudi, meyakinkan.Semua karyawan tampak mengangguk-angguk. Mereka mulai termakan oleh persuasi yang Rudi lakuka
Uzy meneruskan perjalanannya ke kantor. Sepanjang jalan, Uzy sekuat tenaga menahan rasa sesak di dada. Uzy melajukan motornya dengan kecepatan pelan, khawatir terjadi kecelakaan seperti yang baru dialaminya. Akhirnya, Uzy sampai di kantornya dengan fisik yang selamat meskipun hatinya remuk redam. Uzy duduk di belakang mejanya dengan tatapan kosong. Dia tampak terlihat melamun dan sedih. Ia tak sanggup mengerjakan apapun selama setengah jam setelahnya. Uzy mematung, sibuk dengan kecamuk di dalam dadanya. Pada akhirnya, bunyi ketukan di pintu yang berhasil membawa Uzy kembali pada kenyataan. Uzy mengangkat kepala, lalu menyahut, “Masuk!” Pintu terbuka dan Rudi masuk ke dalam ruangan Uzy. “Saya bawa laporan penjualan kemarin, Pak,” lapor Rudi sambil melangkah mendekati meja Uzy. “Oh, iya. Letakkan saja di meja.” Uzy menanggapi tanpa nada antusias sama sekali. Rudi meletakkan sebuah map pada meja di hadapan Uzy. Ia bermaksud untuk pergi, namun raut wajah sedih Uzy mengusiknya. Walaup
Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali ke arah Uzy dengan gaya yang genit. Bibirnya yang berpoles lipstik merah menyala, tersenyum genit. “Hai, Mas ngganteng. Kamu butuh hiburan?”Uzy begitu syok, sampai ia tak menepis tangan si gadis yang mampir di pundaknya, berusaha meraih Uzy ke dalam pelukan.“Kamu Mariska?” tanya Uzy spontan.Gadis itu kembali mengerjapkan matanya dengan gaya yang lebih genit. Bau alkohol menguar dari bibirnya yang sedikit terbuka sensual.“Kita pernah kencan ya, Mas? Mau lagi?” Gadis itu terus meracau.Uzy menatap nanar pada sosok gadis di depannya. Gadis yang wajahnya ia lihat bersama Lilis kemarin di pusat perbelanjaan. Tak salah lagi, gadis muda di depannya pastilah Mariska. Hanya saja, Mariska yang ini lebih menor dandanannya daripada kemarin.Sementara itu, orang-orang yang lewat di jalan
“Mas, ayo kita sapa Mariska.” Lilis mendadak menjawil lengan Uzy. Uzy tersentak. “Jangan, Lis. Mendingan kita keluar saja dari sini. Jangan sampai Mariska melihatmu ada di sini juga.” “Lho, kenapa, Mas?” Lilis menatap Uzy dengan tatapan tak mengerti. “Kayaknya Mariska enggak akan suka kalau tahu kamu melihatnya di sini,” sahut Uzy spontan. Lagi-lagi, Lilis mengernyitkan dahi. “Kok, gitu? Seharusnya dia senang melihatku.” “Sudah, Lis. Ayo kita cari toko lain saja.” Enggan menjelaskan keadaan yang diduganya, Uzy langsung menarik tangan Lilis untuk keluar dari toko sepatu. “Kamu mau ke toko sepatu tempat Mas kerja, enggak? Kalau di sana, mungkin kamu bisa beli sepatu. Biar Mas yang bayarin.” Uzy membujuk Lilis. “Wah, beneran nih, Mas? Aku mau, dong.” Lilis melebarkan senyum mendengar janji Uzy. Akhirnya, mereka berdua keluar da
“Kenapa kamu bilang begitu, Lis? Memangnya kamu berpikir kalau Mas punya pacar?” tanya Uzy hati-hati.Lilis mengedikkan bahu. “Siapa tahu, Mas? Mas Uzy kan sudah cukup umur. Sudah punya kerjaan mapan juga. Kalau melamar anak orang, pasti enggak akan ditolak.”Uzy menarik napas lega. Sepertinya Lilis tidak tahu soal Candy. Maka, Uzy menjawab ujaran Lilis dengan suara dan ekspresi yang tenang. “Ah, mana ada cewek yang mau sama Masmu ini.”“Eh, Mas Uzy kok minder? Padahal Mas kan tampangnya lumayan. Sudah ada kerjaan lagi. Sudah dua kelebihan Mas dibanding cowok-cowok lainnya.” Lilis bersikeras.Uzy tertawa. Ia mengacak lembut ubun-ubun Lilis, hingga rambut gadis yang beranjak remaja itu teracak dan kusut. Lilis spontan menghindar.“Jangan, Mas. Penampilanku jadi enggak keren lagi nanti,” keluh Lilis.