“Rumah Candy dijaga ketat oleh satpam sekarang. Aku enggak yakin kamu bisa dengan mudah mencari maupun sekadar melihat wajahnya.”
“Enggak masalah, Yan. Aku benar-benar ingin melihat Candy. Aku kangen banget sama dia dan ingin tahu bagaimana dia sekarang.” Uzy memaksa.
“Aku ngerti perasaanmu, Zy. Tapi kamu harus ngerti juga kalau Candy tidak lagi sama seperti dulu. Dia tidak lagi bebas ditemui siapa saja. Apalagi dengan statusnya yang rumit sebagai …..” Yandi sengaja tak melanjutkan ucapannya. Ia yakin Uzy sudah tahu maksudnya.
“Aku enggak akan gangguin dia, kok. Mana berani aku. Cukup sekali aku dihadiahi bogem mentah. Tolong beri tahu aku alamatnya, Yandi. Aku janji hanya akan melihatnya dari kejauhan.” Uzy terus mendesak.
“Pokoknya aku sudah ngasih peringatan, lho ya. Ini keputusanmu, jadi jika kamu kenapa-kenapa aku enggak ikut-ikutan, B
“Akhirnya!” Uzy berseru lega tatkala melihat jam dinding di toko “Sikil” telah menunjukkan pukul 9 malam. Waktunya tutup toko. Uzy sudah menantikan saat-saat ini sejak setengah jam yang lalu.Uzy berlari menuju ruang ganti, melepas seragam SPG-nya dengan tergesa-gesa. Dia tampak sedikit terburu-buru dan gelisah, berbeda dengan suasana santai yang biasanya ia tunjukkan setelah jam kerja selesai. Teman SPG-nya, Rudi, memandang Uzy dengan keheranan."Eh, Uzy, kenapa terburu-buru banget sih pulangnya? Biasanya kan santai-santai aja setelah jam kerja selesai. Ngopi dulu yuk, kayak biasanya."Uzy, masih dengan napas agak terengah-engah, tersenyum kecut sekilas. "Ah, Rudi, kamu tahu kan dulu aku selalu santai pulang setelah kerja? Tapi sekarang ada satu hal yang harus aku lakukan!"Rudi terlihat penasaran. Ia menatap Uzy dengan rasa ingin tahu. "Apa sih yang harus kamu
"Iya, nih. Aku sering begadang karena nongkrong setelah jam kerja di mal."Milo langsung menyipitkan mata dan menatap Uzy dengan rasa curiga yang tak disembunyikan. "Nongkrong setelah jam kerja? Apa kamu sekarang sering main? Kayaknya gaya hidupmu udah berubah, ya?"Uzy terkejut dengan keceplosannya sendiri, dia tidak menyangka akan mengungkapkan hal itu. "Eh, enggak kok, Mil. Hanya kebetulan saja ada beberapa teman yang ngajak nongkrong. Enggak ada yang gawat, kok."Milo tidak puas dengan jawaban itu dan tetap menatap Uzy dengan penuh kekhawatiran."Zy, sebagai teman, aku tahu kamu sejak pertama kita jadi mahasiswa. Jangan ragu untuk berbagi dan meminta bantuan jika kamu memiliki masalah. Kita bisa mencari solusi bersama."Uzy merasa tersentuh dengan kepedulian Milo."Terima kasih, Mil. Sebenarnya, aku sedang mencoba mencari tahu keberadaan seseorang. Aku pe
Mata kuliah pagi ini dimulai pukul 7. Dosen yang mengajar bernama Pak Ari, lelaki yang sudah menduda itu termasuk favorit para mahasiswa. Kuliahnya selalu semarak dan penuh dengan para mahasiswa yang antusias, termasuk Uzy.Uzy duduk di baris depan agar dapat mendengarkan materi dengan baik. Namun, tubuhnya telah mengkhianati kehendaknya. Mata bengkak akibat kurang tidurnya terlihat sangat mengantuk. Tangannya yang lelah terhentak-hentak saat mencoba menahan rasa kantuk yang begitu kuat. Pak Ari yang sedang memberikan materi melihat keadaan Uzy dan menghentikan pembicaraannya sejenak."Uzy, apakah kamu baik-baik saja? Kamu terlihat sangat mengantuk di kelas ini." Pak Ari menegur dengan suara yang cukup keras.Sontak, tatapan seisi kelas beralih ke Uzy. Beberapa mahasiswa tidak dapat menahan tawanya, sedangkan yang lain saling berbisik-bisik dengan geli. Hanya Milo yang tetap diam dengan wajah datar, memperhatikan dengan
Dua bulan telah berlalu. Semenjak mendapatkan pencerahan dari Milo, Uzy tak lagi mendatangi rumah Candy. Setiap kali rasa rindu melanda, Uzy mengalihkan perhatian dan fokusnya pada pekerjaan dan tugas-tugas kuliahnya. Dengan cara itu, Uzy berhasil menekan perasaannya kepada Candy.Sore itu, Uzy berangkat bekerja dengan suasana hati yang riang. Cuaca yang cerah dan indah menambah rasa gembira di hati Uzy.Langkah kaki Uzy amat ringan saat memasuki toko sepatu “Sikil” yang sudah amat diakrabinya seperti akrabnya saudara kandung sendiri. Ia siap untuk memulai hari kerjanya. Ketika ia melintasi area penjualan, salah satu rekannya, Rina, mendekatinya dengan senyum ramah."Hai Uzy! Baru datang, ya? Tadi Pak Beny mencarimu. Katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu."Uzy merasa penasaran dan sedikit gugup mendengar kabar itu. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahu yang tumbuh di
Acara wisuda Uzy sudah berakhir dua jam yang lalu. Kini, ibunya dan Lilis tengah beristirahat di sebuah kamar hotel kelas melati. Uzy ingin membawa keluarganya itu ke kamar kostnya, namun sayangnya kamar itu terlalu kecil untuk menampung tiga orang. Oleh karena itulah, Uzy akhirnya menyewakan sebuah kamar hotel buat ibu dan adiknya. Uzy merogoh uang tabungannya demi memberikan tempat bermalam yang nyaman bagi keluarganya.“Di hotel enak ya, Mas. Kasurnya empuk dan lembut banget,” celetuk Lilis sambil mengelus-elus bantal di bawah kepalanya dengan ekspresi senang. Bibirnya tak berhenti tersenyum, bahkan sepasang matanya memejam menikmati kelembutan kain pada bantal.Uzy tersenyum melihat reaksi adiknya saat menginap di hotel. Uzy maklum, inilah pertama kalinya Lilis masuk hotel, sehingga tingkahnya terkesan kampungan. “Ini belum seberapa lho, Lis. Banyak kasur yang lebih empuk di hotel yang lebih mewah,” ujar Uzy.Ibunya Uzy terbatuk kecil. Posisinya yang semula berbaring di samping Li
Ibu dan Lilis hanya dua hari saja di Yogyakarta. Selepas itu, mereka pulang kembali ke Klaten.“Lilis tidak bisa lama-lama bolos sekolah.” Lilis mengemukakan alasan.Uzy memaklumi keadaan. Ia mengantarkan ibu dan adiknya ke stasiun bus untuk pulang. Setelah perpisahan yang terasa haru, bus pun berangkat membawa ibu dan adik Uzy kembali ke kota mereka.Uzy berjalan keluar dari stasiun dengan sejuta rencana masa depan berkelebat di dalam benaknya.“Sepertinya tabunganku sudah cukup buat beli motor baru. Dengan motor, aku bisa lebih leluasa bepergian, tidak selalu harus menggunakan angkot begini,” bisik hati Uzy sambil merenung di tepi jalan, saat menunggu angkot yang lewat untuk pulang kembali ke kost.Dengan pikiran itu, Uzy tidak jadi pulang. Ia justru masuk ke sebuah dealer sepeda motor untuk bertanya-tanya tentang koleksi motor yang terbaru. 
Uzy mengendarai motornya dengan hati-hati, memastikan Candy nyaman di belakangnya. Mereka melintasi jalanan yang ramai, tetapi Uzy tetap fokus pada keadaan jalan raya di depannya. Setelah beberapa saat, mereka tiba di depan pintu kost Uzy yang berada di sebuah kompleks perumahan yang terkenal sebagai area kost-kost-an. Hampir semua bangunan di jalan itu merupakan rumah kost.Uzy membantu Candy turun dari motor, dan mereka berjalan menuju pintu masuk kost. Mereka melewati ruang tamu yang kosong, lampu yang redup menyambut kedatangan mereka. Tidak ada suara atau tanda-tanda kehadiran orang lain di sana.Tempat kost Uzy bukan lagi rumah dengan sebuah kamar sempit seperti dulu. Ia sudah pindah kost semenjak diangkat menjadi supervisor di toko sepatu. Kost yang baru merupakan gedung mirip apartemen tiga lantai. Bangunan ini terlihat sederhana namun terawat dengan baik. Setiap lantai memiliki sejumlah kamar bersebelahan yang dihuni oleh para pengh
Setelah mengetahui bahwa Candy telah bercerai dari suaminya, Uzy merasakan kejutan dan kegembiraan yang tak terduga. Harapan untuk bersama Candy kembali tumbuh di dalam hatinya, terbayang kemungkinan untuk memulai hubungan baru dengan wanita yang telah lama dia cintai namun terpisah karena keadaan.Dulu, Candy menolaknya karena miskin. Sekarang, Uzy tak lagi miskin. Ia memiliki pekerjaan yang cukup mapan. Bahkan, Uzy sudah punya tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini. Uzy optimis, Candy mau menerimanya kali ini.Uzy memutuskan untuk mengajukan pertanyaan yang telah lama mengganjal pikirannya. Dengan suara yang penuh harap, Uzy berkata, "Candy, maaf jika pertanyaan ini terdengar melanggar privasimu, tetapi aku ingin tahu apa yang terjadi dengan hubunganmu. Bagaimana bisa kalian berdua bercerai?"Candy mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab, wajahnya terlihat penuh dengan perasaan campuran antara kesedihan. Di
Kedatangan Uzy disambut suka cita oleh ibunya dan Lilis.“Alhamdulillah, Ibu senang kamu sudah sampai, Zy.” Ibu memeluk Uzy dengan penuh rasa syukur.Setelah saling melepas rindu dengan bertanya kabar, Uzy pun dituntun ibunya untuk duduk di ruang keluarga sekaligus ruang tamu rumah.“Cepat ambilkan jajan pasar yang sudah Ibu siapkan, Lis. Jangan lupa suguhkan tehnya,” titah Ibu kepada Lilis.Lilis patuh. Ia masuk ke dalam untuk melaksanakan semua perintah ibunya. Berdua saja duduk bersama ibunya, Uzy memutuskan untuk langsung mengungkapkan maksud kepulangannya.“Ibu, aku mau memberitahukan sesuatu yang penting. Begini, Bu … aku akan melamar seorang gadis bernama Naura.”Mata Ibu membulat lantaran tak menduga kabar penting yang disampaikan secara mendadak. Namun, Uzy menangkap nada senang ketika ibunya bertanya, &ldqu
Semuanya terjadi begitu cepat. Bahkan Uzy saja belum sempat untuk berpikir matang. Tahu-tahu saja, ia sudah dipaksa untuk menikahi gadis secantik Naura. Kalau mau jujur, sebetulnya Uzy tidak merasa terpaksa. Gadis secantik Naura, siapa yang bisa menolak? Paling-paling Uzy hanya bisa berlari ke pelukan gadis itu.“Jadi, kapan kamu mau mengajak keluargamu melamar Naura, Mas Uzy?” desak ibunya Naura, Sofia.Saat ini, Uzy dan Pak Chandra sudah berada di rumah Naura. Selepas kejadian memalukan di pantai itu, Uzy dan Pak Chandra terpaksa pulang mendahului teman-temannya. Mereka berdua memutuskan buat tidak ikut acara menyaksikan matahari terbenam. Keluarga Naura mendesak Uzy untuk ikut pulang bersama mereka.“Secepatnya, Bu. Saya harus mengabari ibu saya dulu di Klaten.” Uzy menjawab takzim, seperti dia apa adanya.“Coba ceritakan tentang keluarga Nak Uzy,” pinta Sofia p
Uzy terus berteriak-teriak, namun anehnya sosok wanita di depannya seperti tidak mendengar. Sosok itu mengenakan gaun putih panjang hingga sebetis. Sebuah topi anyaman menutupi kepala dan menyisakan rambut hitam panjang sepunggung pemiliknya.Jarak Uzy dan wanita itu hanya lima meter lagi. Wanita itu terus berjalan pelan menuju ke kedalaman lautan di depannya. Ombak memecah pantai, membuat air laut menyapu tubuh wanita itu hingga selutut.“Mbak, jangaaan!” Uzy tak mengurangi kecepatan, ia terus berlari cepat demi dapat mencapai wanita itu.Setelah dekat, dengan penuh rasa heroik, Uzy melompat dan menangkap tubuh si wanita, mencegahnya untuk terus melarungkan diri ke laut dalam.“Aaah!” jerit melengking terdengar membelah langit siang. Suara si wanita bergema hingga ke sudut pantai yang kebetulan sepi.Uzy dan wanita itu terjatuh ke atas pasir basah, tepat
"Well, itu tadi sedikit cerita tentang pengalamanku naik ojek online. Seperti yang kalian tahu, hidup ini seperti lelucon, dan setiap perjalanan selalu penuh dengan kejutan. Jadi, mari kita nikmati perjalanan ini dengan senyum dan tawa. Terima kasih, semuanya!" Rudi melayangkan cium jauh buat semua orang di dalam bus, membuat sebagian besar rekan-rekannya tertawa melihat tingkahnya.“Ikut stand up comedy aja kamu, Rud. Dijamin, kamu pasti kalah!” teriak Ratih dari kursi paling belakang sambil mengacungkan jempol terbalik. Beberapa teman wanita Ratih terkikik mendengar ejekan Ratih.Rudi yang hendak duduk di kursinya, menoleh mendengar perkataan Ratih.“Apa sih, Rat? Dari kemarin kamu kok sentimen banget sama aku? Ah, pasti kamu naksir berat sama aku, deh!” balas Rudi santai.Tawa menggema di dalam bus, sementara wajah Ratih merah padam mendapatkan balasan telak dari R
Uzy berusaha untuk menolak posisi ketua panitia, namun sepertinya semua rekannya justru menganggap dirinya pilihan terbaik. Wajah Uzy mulai terlihat panik. Di tengah kebingungan Uzy, tiba-tiba sebuah suara mengatasi semua suara yang berdengung di sekitar Uzy.“Mendingan jangan Pak Uzy, deh!”Serentak, seluruh pasang mata yang ada di dalam ruangan menoleh ke arah sumber suara. Pendapat anti mainstreamitu dianggap aneh dan mencengangkan oleh kebanyakan para karyawan. Suasana mendadak senyap.“Memangnya kenapa, Rud?” tanya Rani, akhirnya ada yang angkat suara.“Yaaa, Pak Uzy kan atasan kita. Masak sih kalian mau ngerjain atasan sendiri? Namanya acara, panitia-panitiaan itu ya dari kita-kita para staf biasa atau SPG,” dalih Rudi, meyakinkan.Semua karyawan tampak mengangguk-angguk. Mereka mulai termakan oleh persuasi yang Rudi lakuka
Uzy meneruskan perjalanannya ke kantor. Sepanjang jalan, Uzy sekuat tenaga menahan rasa sesak di dada. Uzy melajukan motornya dengan kecepatan pelan, khawatir terjadi kecelakaan seperti yang baru dialaminya. Akhirnya, Uzy sampai di kantornya dengan fisik yang selamat meskipun hatinya remuk redam. Uzy duduk di belakang mejanya dengan tatapan kosong. Dia tampak terlihat melamun dan sedih. Ia tak sanggup mengerjakan apapun selama setengah jam setelahnya. Uzy mematung, sibuk dengan kecamuk di dalam dadanya. Pada akhirnya, bunyi ketukan di pintu yang berhasil membawa Uzy kembali pada kenyataan. Uzy mengangkat kepala, lalu menyahut, “Masuk!” Pintu terbuka dan Rudi masuk ke dalam ruangan Uzy. “Saya bawa laporan penjualan kemarin, Pak,” lapor Rudi sambil melangkah mendekati meja Uzy. “Oh, iya. Letakkan saja di meja.” Uzy menanggapi tanpa nada antusias sama sekali. Rudi meletakkan sebuah map pada meja di hadapan Uzy. Ia bermaksud untuk pergi, namun raut wajah sedih Uzy mengusiknya. Walaup
Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali ke arah Uzy dengan gaya yang genit. Bibirnya yang berpoles lipstik merah menyala, tersenyum genit. “Hai, Mas ngganteng. Kamu butuh hiburan?”Uzy begitu syok, sampai ia tak menepis tangan si gadis yang mampir di pundaknya, berusaha meraih Uzy ke dalam pelukan.“Kamu Mariska?” tanya Uzy spontan.Gadis itu kembali mengerjapkan matanya dengan gaya yang lebih genit. Bau alkohol menguar dari bibirnya yang sedikit terbuka sensual.“Kita pernah kencan ya, Mas? Mau lagi?” Gadis itu terus meracau.Uzy menatap nanar pada sosok gadis di depannya. Gadis yang wajahnya ia lihat bersama Lilis kemarin di pusat perbelanjaan. Tak salah lagi, gadis muda di depannya pastilah Mariska. Hanya saja, Mariska yang ini lebih menor dandanannya daripada kemarin.Sementara itu, orang-orang yang lewat di jalan
“Mas, ayo kita sapa Mariska.” Lilis mendadak menjawil lengan Uzy. Uzy tersentak. “Jangan, Lis. Mendingan kita keluar saja dari sini. Jangan sampai Mariska melihatmu ada di sini juga.” “Lho, kenapa, Mas?” Lilis menatap Uzy dengan tatapan tak mengerti. “Kayaknya Mariska enggak akan suka kalau tahu kamu melihatnya di sini,” sahut Uzy spontan. Lagi-lagi, Lilis mengernyitkan dahi. “Kok, gitu? Seharusnya dia senang melihatku.” “Sudah, Lis. Ayo kita cari toko lain saja.” Enggan menjelaskan keadaan yang diduganya, Uzy langsung menarik tangan Lilis untuk keluar dari toko sepatu. “Kamu mau ke toko sepatu tempat Mas kerja, enggak? Kalau di sana, mungkin kamu bisa beli sepatu. Biar Mas yang bayarin.” Uzy membujuk Lilis. “Wah, beneran nih, Mas? Aku mau, dong.” Lilis melebarkan senyum mendengar janji Uzy. Akhirnya, mereka berdua keluar da
“Kenapa kamu bilang begitu, Lis? Memangnya kamu berpikir kalau Mas punya pacar?” tanya Uzy hati-hati.Lilis mengedikkan bahu. “Siapa tahu, Mas? Mas Uzy kan sudah cukup umur. Sudah punya kerjaan mapan juga. Kalau melamar anak orang, pasti enggak akan ditolak.”Uzy menarik napas lega. Sepertinya Lilis tidak tahu soal Candy. Maka, Uzy menjawab ujaran Lilis dengan suara dan ekspresi yang tenang. “Ah, mana ada cewek yang mau sama Masmu ini.”“Eh, Mas Uzy kok minder? Padahal Mas kan tampangnya lumayan. Sudah ada kerjaan lagi. Sudah dua kelebihan Mas dibanding cowok-cowok lainnya.” Lilis bersikeras.Uzy tertawa. Ia mengacak lembut ubun-ubun Lilis, hingga rambut gadis yang beranjak remaja itu teracak dan kusut. Lilis spontan menghindar.“Jangan, Mas. Penampilanku jadi enggak keren lagi nanti,” keluh Lilis.