Dasar murahan! Bermalam dengan lelaki lain bukannya teriak, malah keenakan. Pelac*r! Hardik Steve dari teras rumahnya.
Sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya adalah menikahi wanita yang tidak bisa menahan hasrat gilanya untuk bercinta dengan lelaki yang bukan suaminya.
Steve mematikan rokoknya, kemudian ia masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil. Dengan hati yang panas ia meninggalkan rumah. Tujuannya satu saat ini, pergi ke Garut untuk bercinta dengan Rucita.
Rucita tidak bisa tidur sudah dua malam karena baik Tangguh dan Steve tidak bisa dihubungi. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada keduanya. Ingin kembali datang ke Tangerang, tetapi ia lupa alamat Steve. Sekarang ia hanya bisa menangis hingga matanya bengkak. Dua malam tidak tidur nyenyak, tidak bisa makan, dan dilanda gelisah membuat Rucita pucat dan tidak bertenaga. Selalu saja ia mendekap ponselnya berharap suami atau kakangnya memberi kabar.
Ya Tuhan, tolong jaga
Steve terus melajukan mobilnya menuju gudang mobil rongsokan, yang di dalamnya sudah ada Tangguh yang mungkin jika bernasib baik, maka masih hidup. Jika tidak, bisa dipastikan Tangguh sudah tidak bernyawa saat ini. Lalu bagaimana dengan dirinya? Steve sudah pasrah dengan semua yang terjadi nanti yang penting balas dendamnya dengan Tangguh terbayarkan. Suara erangan Rucita di balik sleeping bag yang ia gunakan untuk menutupi tubuh istrinya, menimbulkan sedikit keraguan di hatinya. Air matanya tergenang bila mengingat begitu manisnya saat ia menyenangkan hati Rucita, tetapi itu dulu, sekarang ia harus kembali pada kenyataan bahwa balas dendam adalah hal yang wajib ia lakukan pada Linda dan juga Tangguh. Masih pukul tiga sore dan ia hampir sampai di tempat yang dituju, tetapi karena perutnya sangat lapar, Steve memutuskan berhenti sejenak di warung makan. Ia makan dengan cepat, tanpa mempedulikan Rucita. Setelah perutnya terisi, Steve kembali m
Ha ha haSteve masih terus tertawa nyaring saat polisi memborgol kedua tangannya. Pria bule itu hanya menarik kembali celana panjang yang memang hanya ia turunkan sampai betis saat ia bercinta dengan istrinya."Tangguh, bertahanlah! Rucita, ya Tuhan!" Linda syok bukan main saat kedua kakak beradik itu akhirnya dibawa oleh mobil ambulan. Karena Linda hanya membawa satu ambulan sedangkan korbannya ada dua orang, maka dari itu, Rucita didudukkan di depan bersama sopir dan seorang perawat.Linda ikut duduk di ambulan belakang, menemani Tangguh yang sudah tidak sadarkan diri. Wanita itu menangis sejadi-jadinya saat melihat keadaan Tangguh yang amat menyedihkan. Apalagi Rucita. Semua ini adalah salahnya. Jika ada yang paling berdosa dan bersalah, itu adalah dirinya. Linda terus saja menangis tersedu menyesali perbuatannya yang mungkin tidak akan pantas untuk dimaafkan.Aku tidak punya, Mas, bisakah kamu membantuku untuk meminjamkan uang membay
Linda membuka matanya perlahan. Beberapa kali ia berkedip untuk menerangkan pandangannya yang samar. Seorang wanita berpakaian sangat sederhana tengah duduk di depannya. Wanita setengah baya uang yang mungkin berumur sekitar empat puluh lima tahunan."Syukurlah kamu sudah sadar." Wanita itu tersenyum hangat padanya."Saya di mana?" tanya Linda."Tadi kamu diserempet mobil dan pingsan. Mobil itu lari dan melemparkan uang ini ke jalanan." Wanita setengah baya itu menunjuk tiga lembar uang merah yang ada di samping Linda."Saya dan teman-teman pemulung yang membawamu ke sini. Apa kamu tahu alamat atau nomor telepon keluargamu yang bisa kami hubungi?" mata Linda berair kembali."Saya sebatang kara, Bu," kata Linda dengan suara tertahan."Tidak, kamu sepertinya tidak sendiri. Dokter yang suka kunjungan ke daerah miskin kami kebetulan lewat sini tadi. Kamu diperiksa olehnya dan dia meminta kamu untuk tes kehamil
"Sus, saya mau melihat adik saya," kata Tangguh pada perawat yang tengah mengecek tekanan darahnya sore ini."Boleh, tapi dari luar saja ya. Nona Rucita lebih banyak tidur dan menangis. Kasihan sekali. Mungkin dengan melihat saudara lelakinya, ia bisa segera pulih," kata perawat menyahuti."Terima kasih, Sus.""Saya ambilkan kursi roda dulu ya." Perawat itu pun keluar sebentar, lalu kembali lagi ke kamar perawatan dengan membawa kursi roda. Tangguh duduk di sana setelah perawat merapikan selang infus. Dengan hati berdebar ia berharap melihat keadaan adiknya tidak begitu parah. Mungkin luka fisiknya tidak, tetapi luka batinnya."Itu, Nona Rucita masih tidur. Ibu hamil muda memang lebih banyak tidur dan itu wajar. Ditambah kondisinya belum benar-benar pulih.""Tunggu, apa maksud suster? Adik saya hamil? Kok bisa?" Tangguh melotot dengan tidak percaya. Adiknya belum menikah dan adiknya bukan perempuan nakal, bagaimana bisa hamil? Mem
Tiga tahun kemudian.Seorang wanita tengah menyuapi sepotong roti untuk kedua putra kembarnya. Hari ini tidak banyak yang bisa ia dapat dari mengumpulkan barang bekas, karena hujan terus saja turun dengan derasnya.Bersyukur dirinya bisa tinggal di penampungan sederhana bersama dengan Bu Tahu, dan teman-teman pemulung lainnya. Semua menjadi keluarga, walau ia termasuk anggota baru mereka. Semua orang di sana juga tanpa segan membantunya baik saat hamil, melahirkan, hingga mengurus bayi kembar Linda."Kenapa cuma makan roti? Anak kamu badannya kurus banget, Nuri," tegur Bu Yayu saat ia kembali sore itu dengan tubuh yang basah kuyup."Hari ini dapatnya sedikit, Bu. Mereka minta jajan tadi di jalan, jadi saya belikan roti saja karena uang untuk beli nasi tinggal hari ini dan besok. Hujan terus, saya jadi tidak bisa keliling. Kasihan anak-anak kalau kehujanan," terang Nuri sambil tersenyum getir."Ini, tadi Jumat berkah, ada yan
"Nuri, sini deh! Saya ada info bagus nih untuk kita, tapi itu juga kalau kamu mau," kata Bu Yayu saat siang itu pulang; mengantar makanan untuk Agus. Nuri yang tengah melipat cucian, akhirnya menghampiri Bu Yayu dengan penasaran. Jika wajah Bu Yayu berbinar, itu tandanya ada berita baik."Ada apa, Bu?" tanya Nuri yang sudah duduk di samping Bu Yayu."Saya kenal sama salah seorang lelaki yang bekerja di dapur restoran di mal. Yang makan di restoran'kan suka gak habis tuh, kalau makan, nah sama mereka ditawarin, mau gak? Ada yang masih belum dimakan, ada yang cuma makan setengah. Padahal masih ada daging atau ayam. Lumayan banget kan, kamu mau gak? Nanti setiap malam jam sembilan kita ambil, lalu kita panaskan, lumayan untuk makan besoknya, gimana?" Nuri nampak berpikir keras. Sebenarnya ia tidak tega memberikan anaknya makanan sisa, tetapi kehidupan lagi sangat sulit, sehingga ia harus menahan ego dan gengsi demi kebaikan anak-anaknya."Kamu mau
Nuri bersama kedua buah hatinya menyusuri trotoar jalan untuk mencari botol minuman bekas. Pakaian Kumal dengan jari jemari yang begitu hitam. Wajah pun menghitam tak terurus.Tak terlihat wajah lelahnya karena buah hatinya selalu bersamanya. Sebuah topi dan juga masker ia pakai agar matahari tak semakin membakar kulitnya. Tarung dan Thoriq juga memakai topi, tetapi tidak memakai masker."Pegangan, Ibu," seru Nuri saat mereka sudah berdiri di zebra cross dan bersiap untuk menyeberang. Karung besar berwarna putih pucat sudah ada di ikat di pundak hingga pinggang, sehingga ia tidak perlu terus memegangi karung berisi barang bekas itu."Temana, Bu?" tanya Tarung saat mereka masuk ke dalam perumahan sangat besar dan juga ramai kendaraan. Di sana tertulis Pondok Indah."Cari botol minuman," jawab Nuri sambil menyeringai."Kalau capek, kita istirahat di bawah pohon itu yuk!" Kedua anaknya pun mengangguk senang. Thoriq berlar
Hua ... Hua ...Suara tangis Tarung dan Thoriq pecah saat melihat ibu mereka jatuh terkulai di tanah."Ibu, bangun! Tolong, tolong!" teriak dua anak kembar itu dengan suara nyaring. Seorang lelaki yang keluar dari samping rumah besar itu berlari menghampiri dan kaget melihat Nuri pingsan."Udah, jangan nangis ya. Cup, cup, ... Ibunya biar Pakde tolong, tapi nangisnya berhenti dulu." Tarung dan Thoriq seketika diam dan ikut berjalan mengekori lelaki yang menyebut dirinya Pakde masuk ke dalam rumah besar itu."Bang, itu ikan!" kata Thoriq pada Tarung. Keduanya lupa akan ibunya, lalu seru melihat ikan yang tengah berenang di kolam hias."Dasar anak-anak!" lelaki itu tertawa kecil memperhatikan dua anak pemulung yang tadi menangis, kini sudah asik melihat ikan."Bik, cepat kemari! Bawa minyak kayu putih!" seru lelaki itu dari teras samping. Seorang perempuan setengah baya keluar dengan membawa minyak kayu putih yang dimin
"Aah... yah... yah.... " Tangguh menjatuhkan tubuhnya di samping Linda. Ia tidak bisa melukiskan kata malu pada istrinya mengenai kekuatan di ranjangnya yang hanya bisa bertahan lima menit saja. Linda belum merasakan apa-apa, hanya nikmat pembuka saja, tetapi dirinya malah sudah selesai. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar sedang dipertaruhkan."Tidak apa-apa, Yah. Ibu gak papa. Ini sudah lebih baik dari bulan lalu yang benar-benar hanya dua menit saja." Linda menyentuh pundak polos suaminya. Mendekatkan tubuhnya agar berada dalam pelukan suaminya."Ini sudah dua tahun, Sayang, dan aku hanya bisa bertahan lima menit saja. Ya ampun, aku bingung harus bagaimana lagi," suara Tangguh terdengar begitu getir."Aku belum bisa mengisi rahim kamu dengan anak. Padahal si Kembar sudah ingin adik. Aku minta maaf ya," lirih Tangguh dengan mata berkaca-kaca."Tolong jangan tinggalkan aku karena lima menit ini. Aku tidak mau, Linda, aku bena
"Selamat untuk kalian berdua," kata Darwis sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Awalnya Tangguh ragu untuk menyambut tangan itu, tetapi karena Linda mengangguk pelan, maka Tangguh pun akhirnya menerima jabat tangan dari Darwis."Apa Linda belum menceritakan semuanya padamu? Wajah calon pengantin pria sepertinya begitu marah," sindir Darwis sambil mengulum senyum. Matanya tanpa sengaja menoleh pada dua anak lelaki yang baru saja naik ke atas pelaminan yang masing-masing tengah memegang cup es krim."Apa mereka yang waktu itu di perutmu?" tanya Darwis lagi sambil berbisik. Tangguh mengepalkan tangan, ingin sekali ia memukul lengan wajah Darwis hingga babak-belur, tetapi Linda kembali menahannya dengan mengusap punggung suaminya.Darwis berjalan menghampiri si Kembar, lalu ikut berjongkok di depan mereka."Halo, kenalkan, ini Opa Darwis. Kami siapa namanya?""Tarung, Opa.""Kalau kamu?""Toliq, Opa." Darwis terta
Tangguh ternyata membuktikan ucapannya. Tanggal pernikahan diedit menjadi lebih cepat dua Minggu dari yang ditentukan sejak awal. Semua orang menjadi super sibuk, termasuk Linda dan keluarga besarnya.Seperti hari ini, Linda tengah membagikan belasan batik dan gaun cantik untuk panitia acara pernikahannya. Tangguh yang menyiapkan semuanya, Linda hanya bagian membagikan dan mengatur siapa-siapa saja yang mendapat seragam.Thoriq dan Tarung duduk terdiam di depan televisi, di tengah keriuhan keluarga besar ibunya. Mereka baru saja dijemput pulang sekolah oleh salah satu saudara Linda, karena Linda sudah tidak diperbolehkan keluar rumah oleh Mamanya."Tarung, Thoriq, kenapa?" tanya Linda yang terheran melihat kedua anaknya murung, tetapi tidak ada yang menjawab pertanyaan itu."Kapan ayah Tarung dan Thoriq pulang? Apa nanti saat Ibu menikah lagi, ayah Tarung baru pulang kerja?" tanya Tarung dengan mata berkaca-kaca. Linda menghela nap
Walau dirinya bukanlah gadis, tetap saja mama dari Linda menginginkan anaknya untuk tidak tinggal di rumah Tangguh sampai keduanya sah sebagai suami istri.Ini adalah hari kelima Linda dan Tangguh tidak tinggal berdekatan. Keduanya sesekali bertemu karena ada urusan yang berkaitan dengan mengurus acara pernikahan, sekaligus sekolah untuk si Kembar.Seperti pagi ini, Tarung dan Thoriq sudah rapi dengan pakaian baju kaus, celana jeans, dan juga sepatu boot. Tak lupa tas ransel bergambar Spiderman sudah berada di punggung keduanya.Hari ini adalah hari pertama si Kembar masuk sekolah. Keduanya bersekolah di sekolah alam yang tidak mengenakan seragam. Tangguh sengaja memilih sekolah yang sedikit berbeda dengan yang umum, agar anaknya enjoy bermain sambil belajar."Kamu beneran gak mau sarapan?" tanya Linda pada Tangguh yang sudah duduk di teras rumah orang tua Linda sambil menyesap tehnya."Nggak, belum kepingin. Nanti saja samp
Pertemuan mengharukan pun tidak terelakkan begitu Linda sampai di rumah orang tuanya. Mama dari Linda bahkan pingsan karena terkejut melihat putri yang sudah lama menghilang, kini datang ke rumahnya dengan membawa anak kembar.Satu hal yang membuat keduanya semakin bertangisan, yaitu berita wafatnya ayah dari Linda yang baru saja enam bulan yang lalu."Maafkan Linda, Ma, maaf." Hanya itu yang bisa ia ucapkan berkali-kali di depan mamanya yang terbaring lemas karena pingsan. Tangguh sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, walau ia ikut kaget dengan kabar ayah Linda yang sudah tiada."Mbak, ini!" Linda menerima minyak kayu putih dari tangan adik perempuannya. Dengan cekatan dan sangat hati-hati, Linda mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan juga kening mamanya.Wanita paruh baya itu akhirnya membuka mata dengan perlahan. Linda menyuapi sendok demi sendok teh manis hangat kepada Sang mama."Kami darimana saja?" tanyanya de
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar