Ucapan Putri mungkin saja ditujukan pada MC, namun sepanjang berbicara, matanya tak lepas dari Marion. Gadis yang dia tatap mengedik tak acuh seolah menegaskan niat yang sesungguhnya, hendak menjatuhkan orang lain.
Pembawa acara mendesah sambil menepuk bahu Putri perlahan. Sebagai karyawan yang bekerja pada bisnis keluarga Mahendra, tak banyak yang bisa dia lakukan.Begitu kamera mulai merekam, Putri lekas- lekas melemparkan kegundahan hatinya dan menatap dunia dengan berani. Lantaran sangat geram dengan ulah Marion, rasa gugup yang dialaminya tadi mendadak sirna."Pemirsa, sekarang kita akan mendengar penjelasan Putri terkait pertanyaan yang diajukan Putri Marion."Setelah kalimat pembuka dari MC, kamera membidik wajah Putri close up hingga minor ekspresi mukanya tak luput dari perhatian penonton."Sebenarnya, apa yang dikatakan mbak Putri Marion tak salah. Saya masih punya dua saudara tiri, sedangkan anak yang dilahirkan ibu memang cKehebohan yang disebabkan acara talkshow terus bergulir bagai bola api. Kedua kubu, fans berat Putri Marion dan haters-nya saling serang. Objek dari perseteruan mereka bukanlah sang bintang tetapi Putri Maharani yang notabenenya tak tahu-menahu kesumat apa yang mereka punya. Pendukung Marion mengejek Putri sebagai pembohong yang opportunis sedangkan haters-nya menyebut sang aktris sebagai munafik yang ingin mempersulit Putri. Terjebak dalam pusaran, Putri jadi buruan penting bagi paparazzi dan influencer yang ingin membuat webcast. Maka dari itu, pagi ini dia berangkat kerja dengan mengenakan masker dan kacamata agar tak mudah dikenali. "Astaga... ." lirih Putri ketika kakinya baru memasuki lantai sepuluh Angkasa Plaza. Seperti dugaannya, beberapa orang yang tampak mencurigakan sudah mondar-mandir di sekitar tempat kerjanya. Berhubung Oriental Palace bukan sembarang restoran, orang-orang ini cuma berani celingak-celinguk di luar dengan kamera yang tergantung di leher. "Mbak Putri
Selepas keluar dari ruangan tadi, Putri mulai bingung kemana harus melangkah. Pasalnya, di bagian depan restoran, masih ada orang yang lalu-lalang, sementara untuk tetap tinggal di dalam, dia sudah kepalang malu. Tak punya pilihan, akhirnya Putri mengendap-endap dari bagian belakang Oriental Palace yang langsung terhubung ke sebuah lift. Masih dengan masker yang menutupi separuh wajahnya, dia cepat-cepat masuk dan menekan tombol satu. Perjalanan dari lantai sepuluh menuju ke lantai dasar seperti satu abad baginya apalagi dia tak sendirian di dalam lift. "Kamu ... Putri, kan?"Sebuah suara mendadak menyapa hingga Putri terkesiap. Untunglah dia belum sempat meringkuk ketakutan ketika pria yang menyapa beringsut maju dan membuka maskernya. "Astaga... ." Putri berkata seraya menepuk dahinya. Dia agak malu sebab sudah salah sangka dengan Heru, sang koordinator tingkat. "Maaf, maaf Kak. Kukira orang iseng tadi," ujarnya lagi. "Hahahaha, iya
Meski masih bertanya-tanya, akhirnya Putri pamit pada bu Ratih dan berjalan menuju ruang tamu yang dipakai bersama oleh penghuni kontrakan.Bu Ratih mengupah seorang warga untuk menjaga kebersihan kontrakan. Sebab itu ruang tamunya cukup bersih dan teratur. Ketika Putri memasuki ruangan, tampak olehnya seorang pria dewasa dengan tampilan rapi sedang asyik dengan gawainya. Namun begitu, laki-laki muda itu rupanya awas juga. Terbukti, dia langsung menyadari kehadiran Putri. "Hai kak Putri, maaf mengganggu ketenangan Anda," ucapnya formal sembari memasukkan gawainya dalam saku. Melihat gelagat tamunya tampak normal, Putri pun tak sungkan membalas sapaannya lalu duduk di depan pria itu. "Selamat siang, Pak. Maaf, bapak ini siapa?"Tamunya tergelak kecil lalu mengulurkan tangan, "saya David Kusuma, panggil saja David tak perlu pakai sapaan kaku."Demi alasan kesopanan, Putri menyambut uluran tangan tamunya lalu memperkena
Kabar putusnya Marion merebak tak terkendali. Berbagai spekulasi muncul di tengah masyarakat. Hebatnya, kabar ini bertepatan dengan launching salah satu film layar lebar yang dia bintangi. Akibatnya, bisa ditebak. Film ini laku keras pada masa penayangannya. Orang-orang yang tadinya tidak tertarik menonton jadi ikut antri di bioskop untuk menunjukkan dukungan pada aktris kesayangan mereka. Sementara itu, media sosial pun tak kalah panas. Netizen sibuk menyerang dan menjelek-jelekkan Arya. Untunglah, pebisnis muda itu tak punya media sosial pribadi. [@princess_je : pasti si lakiknya ini yang salah. Mungkin belagu karena tajir][@iron_man : kalau neng Putri mau, aku bersedia menggantikan Arya jelek itu][Queen_bee reply @iron_man : setidaknya dia tajir][@Udin_sedunia: pokoknya kita harus menunjukkan dukungan pada malaikat kita. Jangan biarkan dia dibully][@paparonz: dasar cowok tak tahu diri memang pacarnya. Tega meninggalkan cewek sempurna kayak Putri Marion]...Obrolan di dunia m
Kepala divisi pemasaran berdiri takut-takut. Jumlah proyek yang bisa mereka raih tahun ini, tentu tak lepas dari kinerja marketing. "Kami sudah mencoba semaksimal mungkin, Pak dalam mem-follow up klien-klien lama, tapi mereka agak sungkan karena nilai kontrak, kita naikkan."Raut sendu sang kadiv, tidak mengurangi kesuraman wajah Arya. Dia hanya menatap tajam hingga pria berwajah kelimis itu makin ciut. "Jadi, kalian semua yang bertugas di bagian marketing tidak mencoba prospek baru?" selidiknya sebal. Sejak awal Arya memang tidak suka dengan kepala divisi yang satu ini. Sifatnya yang menonjol cuma menjilat, khususnya pada sang ibu. Malangnya, dia pun tak bisa berbuat banyak. Pria ini merupakan kerabat jauh dari pihak ibunya. "Ka--kami sudah mencoba yang terbaik, Pak. Tapi penawaran dari perusahaan kita yang kurang bagus."Plasss!! Arya membanting copy-an presentasi yang sejak tadi terletak begitu saja di depannya.
Hari berlalu begitu saja bagi Putri, dan setelah nyaris sebulan sibuk wara-wiri dengan surat lamaran, akhirnya dia menyerah. Pagi ini, berbekal kartu nama dari David serta setelan terbaiknya, dia memberanikan diri datang ke Arda Pictures.Sebab jarak kontrakannya dengan lokasi rumah produksi cukup jauh, ditambah dengan kemacetan ibu kota, jadinya dia butuh waktu lebih dari dua jam untuk sampai di kantor yang bangunannya bertema minimalis itu. "Selamat siang Kak, ada yang bisa dibantu?" Seorang wanita dengan sapaan standar resepsionis langsung menyapa, begitu Putri tiba di ruang depan. Tanpa banyak bicara, Putri langsung mengutarakan maksud kedatangannya, tak lupa menunjukkan kartu nama yang diberikan David kemarin. Menyadari gadis di depannya seperti orang yang punya jalur masuk lewat atasan, sikap wanita itu makin hormat. Lalu dengan keramahan yang hangat, dia segera mengantar Putri ke sebuah ruangan yang sudah ditempati oleh beberap
Terus terang, Putri jadi gamang. Bukannya mau berburuk sangka, cuma dia takut bila terus-terusan berdekatan dengan magnet pesona berwujud Arya, jiwanya yang rapuh akan tertawan. "Kok bengong? Apa kamu mau berubah pikiran lagi setelah sebulan merenung?" tembak Arya tanpa ampun. Dan kalimatnya ini cukup bikin keengganan Putri menguap. Membayangkan perjalanan yang sulit satu bulan ini, sudah cukup membuatnya hampir menyerah. Rata-rata perusahaan yang dia datangi tak bersedia menerima karyawan berstatus mahasiswa. Kalaupun ada yang mau, mereka memintanya sabar menunggu hingga karyawan lama putus kontrak.Padahal kebutuhan hidupnya tidak bisa menunggu. "Jadi, apa deskripsi pekerjaanku di sini?" tanya Putri saat dia sudah duduk di depan Arya. "Tentu saja kamu jadi talent. Kamu akan dikontrak selama dua tahun dengan sistem pembayaran di muka. Lebih jelasnya, silakan baca dokumen ini."Perlahan Putri mengambil kontrak yang
Bharata TowerUntuk pertama kali, sejak dirinya memegang posisi puncak di Bharata Entertainment, Arya menghadapi situasi terdesak. Pasalnya, laporan keuangan yang dia presentasikan membuat Dewan Komisaris -- yang diketuai oleh sang ibu -- sangat tidak puas. Setelah ketegangan yang panjang di ruang rapat, keempat anggota keluarga Bharata memutuskan berbicara secara pribadi ketika semua anggota dewan sudah keluar. "Arya, apa-apaan ini? Bagaimana bisa rumah produksi yang tadinya punya kas yang bagus, jadi colaps begitu kamu pimpin?" Nyonya Bharata selaku pemilik awal mulai melancarkan serangan yang sejak tadi dia tahan-tahan. Mendengar tudingan sang ibu, Arya cuma bisa mengucapkan kata 'sabar' dalam benaknya. Kata 'colaps' dari mulut nyonya Bharata terdengar berlebihan mengingat perusahaan yang dia pimpin bukannya merugi, hanya memberikan revenue yang tipis. Jauh lebih sedikit dibanding tahun lalu. Selain itu, pertama kali seja
"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara. Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo. "Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya. Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra. "Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d
Besoknya, setelah pengumuman resmi kembalinya puteri yang hilang, Dewa langsung membawa Putri menuju perusahaan kosmetik milik keluarga Mahendra. "Kamu siap untuk tugas pertamamu?" selidiknya ketika mereka sudah mencapai ambang pintu. "Siap, Papa."Jawaban Putri yang mantap membuat Dewa tersenyum puas. Rasanya, semakin mengenal Putri, dia makin bangga. Meski lahir dan dibesarkan ditengah kaum jelata, puterinya bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dewa tak tahu saja bila semua yang diraih Putri saat ini merupakan hasil kerja keras selama bertahun-tahun, termasuklah didalamnya pelatihan etika dan kepribadian. Ruang pertemuan sudah dihadiri semua petinggi perusahaan, hingga Putri yang tadinya sudah siap nyaris gugup. " .... untuk selanjutnya Putri Maharani akan menjabat sebagai presiden direktur yang baru dari Mayapada Beauty." Dewa Mahendra menutup sambutannya dan tepukan riuh langsung bergema memenuhi ruangan. Perbe
Satu minggu kemudian, keluarga Mahendra mengumumkan kembalinya puteri kandung mereka yang hilang. "... seperti yang kalian tahu selama ini kami mengadopsi Putri Marion dari mantan istri almarhum adikku, Marion Shelby. Sebabnya tak lain karena puteri kandung kami hilang akibat tipu muslihat yang keji ... waktu itu dia masih orok yang baru keluar dari rahim istriku. Gara-gara ini pula, istriku tak berani lagi mengandung. Kehilangan puteri bungsu membuatnya trauma. Siapa sangka, pertemuan tak disengaja akhirnya membuat kami bisa bertemu lagi ... ."Sambutan ini diucapkan dengan penuh haru bahkan sampai menitikkan air mata. Putri yang diminta berdiri di salah satu sudut tersembunyi hanya bisa menatap takjub kemampuan akting kedua manusia di depan sana. Puteri yang hilang katanya? Padahal untuk memaksa nyonya Mahendra agar mau mengangkat dirinya sebagai puteri yang hilang itu, Dewa harus memberi kompensasi. Deva akan tetap jadi satu-satunya pewaris
Walau suaranya terdengar mantap, sejujurnya Putri sangat hancur di dalam. Kalau bukan karena memaksa diri agar kuat, dia sudah pasti menangis detik ini. Dewa menarik nafas panjang dan menatap Putri serius, "sesudah itu apa? Kamu mau kembali hidup luntang-lantung sendirian? Jadi objek hinaan semua orang? Putri, aku tak akan membiarkan darah Mahendra diinjak-injak begitu saja."Putri tertawa sangat keras. Ya! Apa yang penting bagi Dewa bukanlah dirinya atau ibunya atau siapapun melainkan nama keluarganya, Mahendra. "Persetan dengan namamu! Aku bahkan jijik harus memiliki DNA-mu dalam tubuhku," sahutnya begitu tawa pahit itu usai. "Kalau begitu, manfaatkan aku. Kamu membenciku, kan? Kenapa harus membiarkan aku hidup tanpa beban setelah menghadirkanmu ke dunia?"Sekarang Putri makin bingung. Sejak tadi dirinya sudah bertindak sangat kurang ajar namun Dewa tidak murka sedikit pun. Dia justru memberikan persuasi yang masuk akal. La
"Kamu yakin mau pergi begitu saja, Putri?"Suara Claudia menarik Putri kembali ke dunia nyata. Sejak tadi dia memang masih gamang, tapi mau bagaimana lagi? Rasanya sudah terlalu lelah dengan semua masalahnya di sini. "Ya, Kak. Mungkin saja, suasana kampung bakal bikin hidupku lebih happy. Aku sudah muak dengan kekejaman ibu kota. Sepertinya, takdirku memang jadi orang desa," sahut Putri dengan seulas senyum getir di bibirnya. Claudia hanya bisa mendesah pasrah. Setelah memastikan semua bawaan Putri siap, dia pun memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti adik itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Kamu orang baik, hidup tak akan selamanya kejam."Air mata Putri kembali menitik. Dengan rasa haru dia merangkul sahabatnya dan berpamitan. Sejurus kemudian, dia sudah duduk di dalam taksi menuju stasiun bus. Semalam, setelah melarikan diri dari Arya, Putri langsung menuju kontrakan Claudia. Usai menghabiskan waktu berpikir s
Akhirnya, hari yang mendebarkan itu pun tiba. Arya mengajak Putri bertandang ke kediaman utama keluarga Bharata yang terletak di bilangan elit ibu kota. Begitu mereka sudah di ambang pintu, nyonya Bharata beserta Andini menyambut mereka. "Wah, akhirnya bisa ketemu langsung dengan aktris tenar kita," nyonya Bharata berkata sambil menempelkan pipinya ke wajah Putri. Tak jauh berbeda, Andini juga menyambut ramah mantan mahasiswanya itu. Segera, setelah basa-basi singkat usai, nyonya Bharata langsung menghela mereka semua ke ruang makan. Kesan pertama yang didapat Putri soal nyonya Bharata adalah beliau pribadi yang hangat dan cerdas, persis puterinya, Andini. Sementara tuan Bharata sendiri adalah pengamat yang baik. Sejak tadi beliau tak banyak bicara, namun matanya kedapatan menyorot Putri beberapa kali. Bukan tatapan genit melainkan meneliti. "Jadi, bagaimana perasaanmu setelah memenangkan award di festival film Asia?" Andini yang dud
Kontan idenya ini ditolak Johan mentah-mentah. "Mengapa jadi begitu? Ada lima aktris yang akan audisi untuk peran ini dan kita harus menyaksikan kemampuan mereka berlima."Meski agak cemberut, pria muda itu akhirnya menuruti perkataan sang paman. Ketika Marion sudah selesai dengan aktingnya, Putri yang didaulat untuk maju. Berbeda dengan Marion, Putri memulai adegannya dengan merapikan rok dan seragam, lalu mengusap mata. Setelahnya, dia membuka pintu seolah di tangannya ada anak kunci, lalu menyapa seseorang yang dipanggilnya ibu. Setelah itu, dia membuka pintu yang lain dan berpura-pura menyalakan keran, lalu mengusap tubuhnya berulang-ulang. Matanya dipenuhi keputus-asaan namun tak bisa bercerita pada siapapun. Sebagai gantinya, dia cuma terisak sambil menutup mulut agar ibunya yang sedang duduk di luar ruangan, tidak mendengar apa-apa. Hebatnya, semua lakon Putri ini hanya bermodal imajinasi. Didepannya tak ada pintu, tak ada Ibu, tak ada a
Sesuai janjinya pada Arya mengenai konsep setara, Putri mulai berbenah. Untuk langkah awal, dia mendirikan perusahaan akuntan publik pertamanya, dan sebagai bentuk dukungan, Arya merelakan Arda Pictures sebagai klien pertama. Bila itu belum cukup, dia juga mempengaruhi rekan-rekannya agar mempercayakan laporan keuangan dan masalah perpajakan mereka ke perusahaan pacarnya. Hal ini membuat perusahaan milik Putri langsung mencicip laba di bulan pertama setelah launching. "Wah, ternyata ini enaknya punya kenalan orang dalam," gurau Putri ketika Arya tengah bertandang ke ruang kerjanya. "Itu sudah pasti. Silakan manfaatkan aku sesukamu, Sweetheart." Seperti biasa, Arya langsung menyahut dengan mulut manisnya. Putri mencibir dan tetap fokus menekuni laporan di atas mejanya. Sebagai perusahaan baru, dia belum berani mempercayakan masalah finansial sepenuhnya pada orang lain. "Putri, sekarang bagaimana? Kamu sudah merasa 'sejajar' belum sam