Akhirnya kita bebas," gumam Putri ketika yang tersisa malam itu tinggal tim yang bertugas dalam pembuatan film.
Claudia yang berbaring di sisinya tidak menyahut, justru sibuk mengamati layar gawainya sejak tadi. Padahal sinyal sangat buruk.Sebab tak mendapat tanggapan, Putri memeriksa pesan yang dia kirim pada Arya. Ternyata sudah centang dua namun belum dibaca penerima.Dia membuka game dan streaming video, ternyata tak berhasil. Beberapa kali dicobanya, tetap saja jendela aplikasi sulit dibuka. Akhirnya Putri memutuskan tidur karena matanya tiba-tiba sangat mengantuk."Bestie... ." Dia berkata lirih namun tak ada sahutan.Tak sabar lagi, diguncangnya bahu Claudia namun temannya itu tak bergeming. Setelah diamati lebih dekat, barulah kelihatan bila Claudia sudah tertidur nyenyak."Aneh."Putri bergumam pada dirinya sendiri terlebih waktu melihat ketiga rekan yang lain juga tertidur sangat pulas.Pada saa"Breaking news. Pemirsa, kepala desa beserta sekelompok warga ditangkap atas kasus penculikan dan perdagangan manusia. Peristiwa ini jadi ramai karena mereka juga menyasar sekelompok artis yang sedang syuting di sana ... ."Seorang reporter dengan penampilan rapi memaparkan berita yang bikin geger tanah air, langsung dari kampung nelayan. Putri menatap nanar kepala desa dan warga dengan tangan terborgol, yang jadi background reporter tadi dari dalam mobil milik Arya. Perempua hamil yang disekap kemarin serta beberapa yang lain, terlihat menangis sesenggukan di sisi petugas wanita yang mendampingi mereka.Rencananya, wanita-wanita malang ini akan dipulangkan ke daerah asal sebab mereka adalah korban penculikan yang nyasar kemari karena iming-iming pekerjaan. "Bagaimana perasaanmu, Sayang? Sudah lebih mendingan?" tanya Arya sambil mengelus rambut Putri. Sontak Putri menjauh, kengerian semalam masih terbayang di benaknya. Dia ma
Saat Putri sudah pucat pasi ditengah situasi canggung, tiba-tiba Heru maju mendekati Arya, mengulurkan tangan, dan berkata, "kenalkan, aku Heru. Terima kasih sudah mengantar calon istriku."Arya menatap dengan tangan Heru dengan seringai tipis di wajah, setelah itu tatapannya beralih ke mata Heru. Ada sekian detik kedua pria itu saling tatap, seolah mengukur kekuatan masing-masing, ketika tiba-tiba Arya mencetus, "tak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan hal kecil untuk orang yang berharga."Tanpa menyambut uluran tangan Heru, dia menoleh pada Putri yang tengah memberinya tatapan mematikan. "Kalau begitu, aku pulang dulu Sweetheart, jaga dirimu baik-baik."Usai berpamitan, dia langsung masuk ke mobil, lalu menjauh pergi setelah membunyikan klakson satu kali. Heru segera mendekati Putri yang masih berdiri tegak serupa arca batu. "Rupanya Arya atasanmu? Kenapa tak pernah bilang?""Apa yang mau dibilang? Punya atasan macam A
Besoknya, meski masih dengan perasaan campur-aduk, Putri pergi ke tempat magang yang disebutkan Heru. Seorang pria berpenampilan rapi sudah menyambut di pintu masuk. "Hai, kamu temannya Heru, ya? Kenalkan, saya Michael."Putri menyambut uluran tangannya dan berkata lirih, "iya Kak, saya Putri Maharani."Perkenalan singkat ini mengawali magang Putri yang rencananya cuma satu bulan. Sebab dia kemari memang untuk penelitian, bukan bekerja. "Nah, baiklah Putri berhubung penelitianmu tentang fraud dalam jual-beli saham, maka tugas pertamamu adalah mengamati pergerakan saham perusahaan ini serta hasil audit laporan keuangannya. Saya kasih kamu waktu dua minggu mempelajarinya, bisa?""Baik Kak, akan saya kerjakan sebaik-baiknya."Pria bernama Michael tersenyum seraya menitipkan Putri pada seorang rekannya yang lain sebab dia sendiri memang punya jabatan berbeda, yang tidak berhubungan secara langsung dengan transaksi jual-beli saham.
"Bisa nggak sih kamu jangan membahas perkawinan melulu?"Nada bicara Putri yang ketus membuat Heru kaget. Baru sekejap tadi suasana di antara mereka tenang, dan tiba-tiba... "Memangnya kenapa kalau bahas pernikahan? Bukannya kita juga bakal melakukannya?"Putri meletakkan sendoknya lalu menatap Heru tepat pada kedua netranya. "Aku sudah bilang berulang kali kalau aku belum siap menikah dan kamu terus membahasnya. Lagipula ... memasak untukmu tiap hari? Maaf saja, aku bukan babu.""Kok babu? Lantas ibu yang menyiapkan makanan untuk kita tiap hari, apa mereka babu? Aku tak habis pikir denganmu."Sebab tahu dirinya punya pandangan berbeda soal konsep pernikahan dengan Heru, sudah pasti perdebatan mereka tak akan berujung. Dengan nafas lelah, Putri akhirnya menyahut. "Aku tak bilang seperti itu. Sebaiknya percakapan ini kita sudahi saja. Aku lelah.""Ckckck, apa kamu mau menghindar lagi? Tak seperti itu cara orang dewasa menyelesaik
Terkantuk-kantuk, Putri memaksa diri bangun pagi. Hari ini dia mesti kembali ke tugasnya sebagai anak magang. Meski rasanya sangat malas sebab semalam begadang, namun tak ada pilihan. Dalam hal ini dia yang butuh perusahaan bukan sebaliknya. Setelah melahap setangkup roti dan satu karton kecil susu UHT, dia bergegas menuju kantor. "Selamat pagi Putri, kamu nyaris terlambat." Michael yang kebetulan berpapasan dengannya langsung menyapa dengan fakta menyakitkan. "Maaf Pak, semalam ada urusan mendadak."Pria itu menggeleng tak berdaya. "Anak muda sekarang memang begitu. Selalu punya banyak alasan."Tanpa mendengar penjelasan Putri lebih lanjut, dia langsung pergi. Tinggallah Putri yang berdiri mematung. Hatinya merasa malu sebab resepsionis dan petugas keamanan yang bertugas di lobi terang-terangan menatapnya. Menenangkan jantungnya yang berdetak lebih kencang, Putri akhirnya melangkah ke ruang kerja para pem
Dua minggu berlalu setelah putus dengan Heru, hidup berjalan seperti biasa bagi Putri, kecuali untuk satu hal. Tak ada lagi Heru di sana. Jangankan bicara, bahkan untuk sekedar mengintip kehidupan sang mantan lewat media sosial pun, dia tak diizinkan. Heru memblokir Putri dari semua kontaknya. Untunglah kesibukannya setiap-hari cukup menyita perhatian, sehingga tak ada waktu untuk galau. "Pak, ini laporan dari tugas yang bapak berikan tempo hari," ujar Putri pagi ini seraya menyerahkan sebuah berkas tebal pada Michael. Pria itu memintanya duduk lalu memindai pekerjaannya beberapa saat. Dia cukup serius melakukan hal itu sampai membolak-balik halaman dengan analisis dan grafik yang cukup bikin jenuh. "Hmm, bagus. Pekerjaanmu cukup teliti." Michael berkata setelah selesai memeriksa pekerjaan Putri lalu melanjutkan lagi, "jadi apa yang bisa kamu simpulkan setelah memeriksanya?""Menurut pengamatan saya ada transaksi tak wajar,
Dengan amarah yang berkobar, Putri mendatangi Bharata Tower. Berhubung mukanya dingin, tidak menunjukan gelagat aneh, tak ada yang curiga dia hingga tiba di lantai dua puluh tiga. Dari sini ke atas, hanya satu lift yang tersedia. Itu pun hanya bisa dipakai Arya dan orang-orang tertentu. Terpaksalah Putri menemui sekretaris Arya yang sudah bersiap-siap mau pulang. "Selamat malam, Kak. Pak Arya ada?"Sekretaris itu mengernyit seraya menatap Putri dari ujung rambut hingga kaki. "Maaf, sudah ada janji sebelumnya?""Sudah."Wanita muda itu masih tak percaya. Namun dengan sikap profesional, dia tetap meladeni Putri. "Bisa beritahu, bicara atas nama siapa?""Putri Maharani."Sekretaris segera menghubungi satu nomor yang langsung terhubung dengan pemiliknya. Setelah berbicara sejenak, dia pun menutup panggilan. Suaranya kali ini lebih ramah dan bersahabat. "Baik, Ibu Putri silakan menunggu dulu di ruang ker
"Pemirsa, produser kondang Soni Bastian tersandung kasus pelecehan terhadap sejumlah aktris yang bekerja di bawah naungan agensi Bharata Entertainment. Saat ini, beliau sedang dimintai keterangan ... ."Putri nyaris tersedak teh hangat yang sedang diminumnya. Seumur-umur baru sekarang dia merasakan kekuatan dari orang dalam secara nyata. Walau bersamaan dengan viralnya kasus Soni, ada juga perasaan ragu di hatinya bila posisi Arya akan terkena imbas. Bagaimanapun, pria itu adalah CEO Bharata Entertainment. Cepat-cepat ditepisnya rasa tak nyaman ini sebab dia perlu melihat keadaan Claudia di rumah sakit sana. Setelah berkendara nyaris satu jam, akhirnya Putri sampai. Ruang tunggu masih nampak lengang, namun matanya langsung fokus pada sosok akrab yang dia kenali sebagai Cindy. "Putri... ." Wanita itu langsung berdiri dan menyerahkan anak di pangkuannya pada sang ibu. Segera dia menghambur memeluk Putri yang masih terlalu kage
"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara. Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo. "Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya. Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra. "Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d
Besoknya, setelah pengumuman resmi kembalinya puteri yang hilang, Dewa langsung membawa Putri menuju perusahaan kosmetik milik keluarga Mahendra. "Kamu siap untuk tugas pertamamu?" selidiknya ketika mereka sudah mencapai ambang pintu. "Siap, Papa."Jawaban Putri yang mantap membuat Dewa tersenyum puas. Rasanya, semakin mengenal Putri, dia makin bangga. Meski lahir dan dibesarkan ditengah kaum jelata, puterinya bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dewa tak tahu saja bila semua yang diraih Putri saat ini merupakan hasil kerja keras selama bertahun-tahun, termasuklah didalamnya pelatihan etika dan kepribadian. Ruang pertemuan sudah dihadiri semua petinggi perusahaan, hingga Putri yang tadinya sudah siap nyaris gugup. " .... untuk selanjutnya Putri Maharani akan menjabat sebagai presiden direktur yang baru dari Mayapada Beauty." Dewa Mahendra menutup sambutannya dan tepukan riuh langsung bergema memenuhi ruangan. Perbe
Satu minggu kemudian, keluarga Mahendra mengumumkan kembalinya puteri kandung mereka yang hilang. "... seperti yang kalian tahu selama ini kami mengadopsi Putri Marion dari mantan istri almarhum adikku, Marion Shelby. Sebabnya tak lain karena puteri kandung kami hilang akibat tipu muslihat yang keji ... waktu itu dia masih orok yang baru keluar dari rahim istriku. Gara-gara ini pula, istriku tak berani lagi mengandung. Kehilangan puteri bungsu membuatnya trauma. Siapa sangka, pertemuan tak disengaja akhirnya membuat kami bisa bertemu lagi ... ."Sambutan ini diucapkan dengan penuh haru bahkan sampai menitikkan air mata. Putri yang diminta berdiri di salah satu sudut tersembunyi hanya bisa menatap takjub kemampuan akting kedua manusia di depan sana. Puteri yang hilang katanya? Padahal untuk memaksa nyonya Mahendra agar mau mengangkat dirinya sebagai puteri yang hilang itu, Dewa harus memberi kompensasi. Deva akan tetap jadi satu-satunya pewaris
Walau suaranya terdengar mantap, sejujurnya Putri sangat hancur di dalam. Kalau bukan karena memaksa diri agar kuat, dia sudah pasti menangis detik ini. Dewa menarik nafas panjang dan menatap Putri serius, "sesudah itu apa? Kamu mau kembali hidup luntang-lantung sendirian? Jadi objek hinaan semua orang? Putri, aku tak akan membiarkan darah Mahendra diinjak-injak begitu saja."Putri tertawa sangat keras. Ya! Apa yang penting bagi Dewa bukanlah dirinya atau ibunya atau siapapun melainkan nama keluarganya, Mahendra. "Persetan dengan namamu! Aku bahkan jijik harus memiliki DNA-mu dalam tubuhku," sahutnya begitu tawa pahit itu usai. "Kalau begitu, manfaatkan aku. Kamu membenciku, kan? Kenapa harus membiarkan aku hidup tanpa beban setelah menghadirkanmu ke dunia?"Sekarang Putri makin bingung. Sejak tadi dirinya sudah bertindak sangat kurang ajar namun Dewa tidak murka sedikit pun. Dia justru memberikan persuasi yang masuk akal. La
"Kamu yakin mau pergi begitu saja, Putri?"Suara Claudia menarik Putri kembali ke dunia nyata. Sejak tadi dia memang masih gamang, tapi mau bagaimana lagi? Rasanya sudah terlalu lelah dengan semua masalahnya di sini. "Ya, Kak. Mungkin saja, suasana kampung bakal bikin hidupku lebih happy. Aku sudah muak dengan kekejaman ibu kota. Sepertinya, takdirku memang jadi orang desa," sahut Putri dengan seulas senyum getir di bibirnya. Claudia hanya bisa mendesah pasrah. Setelah memastikan semua bawaan Putri siap, dia pun memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti adik itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Kamu orang baik, hidup tak akan selamanya kejam."Air mata Putri kembali menitik. Dengan rasa haru dia merangkul sahabatnya dan berpamitan. Sejurus kemudian, dia sudah duduk di dalam taksi menuju stasiun bus. Semalam, setelah melarikan diri dari Arya, Putri langsung menuju kontrakan Claudia. Usai menghabiskan waktu berpikir s
Akhirnya, hari yang mendebarkan itu pun tiba. Arya mengajak Putri bertandang ke kediaman utama keluarga Bharata yang terletak di bilangan elit ibu kota. Begitu mereka sudah di ambang pintu, nyonya Bharata beserta Andini menyambut mereka. "Wah, akhirnya bisa ketemu langsung dengan aktris tenar kita," nyonya Bharata berkata sambil menempelkan pipinya ke wajah Putri. Tak jauh berbeda, Andini juga menyambut ramah mantan mahasiswanya itu. Segera, setelah basa-basi singkat usai, nyonya Bharata langsung menghela mereka semua ke ruang makan. Kesan pertama yang didapat Putri soal nyonya Bharata adalah beliau pribadi yang hangat dan cerdas, persis puterinya, Andini. Sementara tuan Bharata sendiri adalah pengamat yang baik. Sejak tadi beliau tak banyak bicara, namun matanya kedapatan menyorot Putri beberapa kali. Bukan tatapan genit melainkan meneliti. "Jadi, bagaimana perasaanmu setelah memenangkan award di festival film Asia?" Andini yang dud
Kontan idenya ini ditolak Johan mentah-mentah. "Mengapa jadi begitu? Ada lima aktris yang akan audisi untuk peran ini dan kita harus menyaksikan kemampuan mereka berlima."Meski agak cemberut, pria muda itu akhirnya menuruti perkataan sang paman. Ketika Marion sudah selesai dengan aktingnya, Putri yang didaulat untuk maju. Berbeda dengan Marion, Putri memulai adegannya dengan merapikan rok dan seragam, lalu mengusap mata. Setelahnya, dia membuka pintu seolah di tangannya ada anak kunci, lalu menyapa seseorang yang dipanggilnya ibu. Setelah itu, dia membuka pintu yang lain dan berpura-pura menyalakan keran, lalu mengusap tubuhnya berulang-ulang. Matanya dipenuhi keputus-asaan namun tak bisa bercerita pada siapapun. Sebagai gantinya, dia cuma terisak sambil menutup mulut agar ibunya yang sedang duduk di luar ruangan, tidak mendengar apa-apa. Hebatnya, semua lakon Putri ini hanya bermodal imajinasi. Didepannya tak ada pintu, tak ada Ibu, tak ada a
Sesuai janjinya pada Arya mengenai konsep setara, Putri mulai berbenah. Untuk langkah awal, dia mendirikan perusahaan akuntan publik pertamanya, dan sebagai bentuk dukungan, Arya merelakan Arda Pictures sebagai klien pertama. Bila itu belum cukup, dia juga mempengaruhi rekan-rekannya agar mempercayakan laporan keuangan dan masalah perpajakan mereka ke perusahaan pacarnya. Hal ini membuat perusahaan milik Putri langsung mencicip laba di bulan pertama setelah launching. "Wah, ternyata ini enaknya punya kenalan orang dalam," gurau Putri ketika Arya tengah bertandang ke ruang kerjanya. "Itu sudah pasti. Silakan manfaatkan aku sesukamu, Sweetheart." Seperti biasa, Arya langsung menyahut dengan mulut manisnya. Putri mencibir dan tetap fokus menekuni laporan di atas mejanya. Sebagai perusahaan baru, dia belum berani mempercayakan masalah finansial sepenuhnya pada orang lain. "Putri, sekarang bagaimana? Kamu sudah merasa 'sejajar' belum sam