Maafkan Dia
Lio sedang duduk bersama dengan Matty di sebuah cafe. Belakangan mereka berdua memang jarang nongkrong bersama. Pagi tadi Lio mendengar kabar dari salah satu asisten Dokter Jacob tentang pertengkaran Jacob dan Matty. Sudah terlalu lama pertikaian diantara mereka berdua berlangsung, tanpa ada kejelasan. Kali ini Lio merasa harus menjadi penengah untuk ayah dan adiknya untuk mengakhiri semua perseteruan yang tidak jelas ini.
"Matt," panggil Lio.
"Hemm...," gumam Matty sambil menyesap latte dari cangkirnya.
"Aku dengar kemarin kamu berantem lagi sama Papa?" ucap Lio berhati-hati.
"Ya, biasa lah," ujar Matty.
Hallo kesayangan Mommy, lama tak bersua. Maaf ya baru muncul... Selamat Tahun baru semua, Kita akan mulai lanjutkan kembali cerita Matty dan Fio. jadi ikuti terus kisah mereka yah...
Keras KepalaMatty berdiri mematung di balik bilik trauma. Dari tempatnya berdiri terlihat banyak dokter berlalu lalang bahkan Fio juga terlihat sibuk membantu disana. Suara IGD yang begitu ramai dan berisik, rasanya begitu sepi di telinga Matty. Hingga seseorang coba menggoyangkan tubuhnya dan mengembalikan kesadarannya."Matt... Matty... Matheo Aderald!" Matty langsung menengok ke arah seseorang yang terus menggoyangkan tubuhnya dan memanggil dengan suara sayup-sayup di telinganya."Ya...," jawab Matty seperti orang linglung."Matt, Dokter Jacob harus dioperasi sekarang juga. Fio yang akan melakukan tindakan," ucap Ijul menerangkan kondisi Jacob namun tampaknya Matty kembali melamun, "Matty sadar, kondisi beliau sekarang kritis!"
Butuh MotivasiFio menggandeng tangan Matty menyusuri lorong menuju kantornya, dia tau kejadian barusan tentu membuat Matty terguncang. Seperti borok yang di buka kembali tentu akan terasa begitu pedih dan menyakitkan. Matty masih termenung duduk menatap dinding putih di ruang kantor Fio saat Fio mengganti baju OKnya dengan seragam dinas. Fio coba mendekati Matty lalu membelai rambutnya lembut."Sini aku peluk," ucap Fio. Matty langsung menghambur dalam dekapan Fio, tangisnya langsung pecah. Rasanya begitu sesak di dadanya. Dia sendiri bingung apa yang harus dilakukannya. Haruskah dia memaafkan ayahnya dan mengalah."Sakit Minnie, sakit banget.""I know," jawab Fio memeluk tubuh besar Matty dengan erat, membelai punggungnya lembut, dan b
Dinding Pemisah Jacob Prince pria penuh kharisma dan disegani oleh banyak orang tapi tidak dengan Matty. Putra bungsu Jacob itu nyatanya menaruh dendam dan kekesalan pada Jacob sejak lama. Luka yang di torehkan Jacob di hati Matty begitu banyak dan dalam. Bagaikan ada dinding pemisah yang begitu tinggi dan luas diantara mereka berdua. Fio baru saja selesai memeriksa kondisi Jacob, hari ini adalah hari pertama Jacob menjalani kemoterapi. Kondisinya tak cukup baik tapi masih terbilang cukup stabil. "Gimana Minnie?" tanya Matty yang menunggui Jacob. "Sekarang Beliau sedang istirahat, tapi kaya yang sudah kita prediksi, kondisinya memang nggak cukup bagus, tapi kita akan usahakan untuk menjaganya agar tetap stabil," terang Fio.
Maunya PapaHari ini kamar perawatan Jacob tampak penuh. Ada sekitar 10 orang dewan direksi yang datang untuk menjenguk Jacob. Namun kedatangan mereka tak hanya karena hendak menjenguk Jacob tetapi karena Jacob meminta rapat darurat pemegang saham dan direksi rumah sakit.Matty hari ini tak sempat menemani Jacob karena ada sederet jadwal pemotretan dan juga urusan kantor yang tidak mungkin diwakilkan karena Bian dan Zia saat ini sedang di Amerika untuk melakukan kontrak kerjasama export produk pakaian olahraga mereka yang diberi nama Socrates."Hallo," Ucap Fio menerima panggilan dari Matty. Hari ini dia bersyukur tak banyak pasien emergency yang harus ditanganinya."Bonjour, mon amour (selamat pagi, sayangku)," sahut Matty girang.
Titik NolMatty baru saja tiba di rumah sakit ketika jam menunjukkan pukul 8 malam. Dia berlari kencang menuju ruang kerja Fio karena sadar bahwa dia sudah terlambat menjemput Fio, dan mungkin saja saat ini kekasihnya itu sedang cemberut karena menunggunya terlalu lama.“Minnie,” ucap Matty begitu membuka ruang kerja Fio, tapi ruangan itu tampak kosong dan gelap. Matty mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor 1 pada speed dialnya. Terdengar nada sambung berdering hingga 3 kali sebelum akhirnya panggilan itu dijawab.“Hemm…,” gumam Fio dari seberang sambungan telepon.“Minnie, kamu dimana?”&l
Insiden Pagi Pagi ini menjadi hari penting untuk Matty. Kesibukan di apartemen Matty sudah terjadi sejak hari masih gelap. Fio baru saja tiba di apartemen Matty. Bi Sumi perawat Matty terlihat sedang sibuk membuat sarapan di dapur, sedangkan Wendi bersama pak Prapto supir pribadi Matty pergi ke tempat laundry mengambil Jas milik Matty. "Pagi, Bi," ucap Fio begitu masuk apartemen Matty. "Pagi, Non Fio," sapa Bi Sumi ramah, "Non, mau dibuatkan kopi buat sarapan nanti?" "Nggak ah. Eh, kalau Orange jus ada nggak?" "Ada dong," sahut Bi Sumi. "Sip, aku mau itu aja ya," ucap Fio sambil tersenyum pada Bi Sumi.
Kekesalan MattyMatty keluar dari kamarnya dengan wajah penuh kekesalan masih hanya berbalut handuk di pinggangnya. Wendi berdiri mematung di dekat Bi Sumi yang sedang menyiapkan sarapan pagi."Wendi! Sini lo!" Teriak Matty"Mas Bos, maaf… Maafin Wendi, Wendi yang salah," ujar Wendi sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya dengan wajah penuh ketakutan dan ekspresi memelas memohon pengampunan."Lo udah bosen jadi asisten gue, kalau udah bosen ngomong. Gue nggak susah kok buat pecat lo!" seru Matty penuh angkara murka."Ampun Mas, ampun. Wendi yang salah," ujar Wendi yang kini sudah bersimpuh di dekat kaki Matty.
Hari BersejarahFio duduk menatap kagum ke arah Matty yang sedang menyampaikan pidato resminya sebagai presiden direktur Prince university hospital. Matty terlihat sempurna, elegan, dan berkelas dalam balutan setelan jas Brioni yang harganya selangit. Dia tau bahwa mengemban tugas sebagai presdir rumah sakit ini akan jadi tugas yang begitu berat, kredibilitas dan nama baik Matty jelas dipertaruhkan. Terlepas dari semua skandalnya dimasa lalu, hingga sejauh ini Matty dapat membuktikan profesionalitasnya dalam bekerja.Ingatan Fio kembali pada hari pertama ketika dia bertemu Matty di IGD. Saat itu di matanya Matty hanyalah pria arogan yang menyebalkan dengan ketampanan diatas rata-rata. Dia tak menyangka bahwa pria itu kini sudah menjadi calon suaminya sekaligus bos besarnya di ru