Hati yang Dingin
Siapa bilang move on itu mudah? Sudah lebih dari 2 bulan ini Fio bertahan dalam diam, menyimpan segala lukanya seorang diri. Menjelma menjadi pribadi berhati dingin yang jarang tersenyum seperti biasanya. Citra Fio yang cantik, lembut, dan berkarisma mendadak lenyap menjadi Fio yang tempramental, ketus, dan sedingin kutub utara. Dia tak mengijinkan siapapun untuk menyentuhnya sekalipun itu para sahabatnya.
Fio terlalu sakit untuk membuka dirinya saat ini dan sumber rasa sakitnya berasal dari akumulasi antara cinta dan lukanya pada Matty serta pengalaman traumatiknya bersama Bram di masa lalu. Sulit bagi Fio untuk bisa menerima segala bentuk alasan saat ini, dia berusaha untuk mengabaikan rasa sakitnya namun yang terjadi justru tanpa disadari, dia melukai dirinya sendiri serta orang-orang di sekitarnya.
Simposium Setelah semalaman Fio berpikir, mencerna setiap kata-kata Ijul, dia mulai menyadari bahwa dia membutuhkan kedua sahabatnya untuk mendampinginya menghadapi situasi yang kini dialaminya. Akhirnya Fio memutuskan untuk menghampiri kedua sahabat baiknya, dan kebetulan keduanya sedang duduk santai di kantin rumah sakit, saat ini. "Hai, Wak," Sapa Fio "Hai, Wak, sini-sini duduk," ucap Ipeh langsung menarik kursi yang ada di sampingnya. "Ngapain lo?" ujar Ijul ketus. "Ijul!!" Seru Ipeh langsung menendang tulang kering Ijul. “Auu… Sakit, Peh,” seru Ijul sambil mengelus tulang keringnya yang terasa beg
Pusat Rasa Sakit Matty belum mau menyerah untuk mendapatkan maaf dan kesempatan agar dia dapat menjelaskan semuanya pada Fio. Matty terlalu cinta Fio, dia tak mau kehilangan kesempatannya kali ini untuk mengejar Fio. Dia sadar usahanya selama 3 bulan ini untuk membuat Fio agar mau menerimanya kembali belum membuahkan hasil. Tapi tidak saat ini, bagaimanapun caranya dia akan mendapatkan maaf dan kesempatan itu dari Fio. "Minnie," panggil Matty begitu melihat Fio keluar dari Ballroom tempat simposium dilaksanakan, namun Fio memilih untuk mengacuhkannya. "Aku perlu ngomong sama kamu, please, kasih aku satu kali kesempatan, sebentar aja" pinta Matty terus mengejar Fio. Semua orang yang mulai mengenali mereka menatap kearah Fio dan Matty. Fio yang terlihat jengah dengan pandangan banyak or
Surfing Day Hari ini merupakan hari terakhir dari seluruh rangkaian kegiatan simposium yang di tutup dengan kegiatan di luar ruangan. Sebenarnya Fio tidak cukup mood setelah menjalani beberapa hari ini. Dia harus terus-terusan berhadapan dengan Matty, belum lagi dia harus menerima pandangan menilai dari banyak orang yang terus mengamatinya karena Matty belum mau menyerah untuk mengejarnya. Jadwal tetaplah jadwal, Fio juga tak bisa kabur dari jadwal yang sudah ditetapkan panitia. Dengan enggan Fio berjalan menuju pantai tempat akan diadakan surfing day. Para dokter mencoba untuk ikut merasakan berselancar diatas ombak pantai nusa dua. Fio lebih memilih untuk duduk di tepian pantai, menjauhi hiruk pikuk orang-orang yang terjun ke laut merasakan sensasi water sport di nusa dua. "Fio."
Forgive me "Jadi kamu sakit apa, Bee?" Tanya Fio lagi saat Matty telah dipindahkan ke ruang perawatan. "Ehm… Sebelum aku jelasin semuanya aku mau minta maaf dulu. Pertama maaf karena aku sudah nggak jujur ke kamu tentang kondisiku belakangan. Dan yang kedua maaf karena sudah membuat kamu berprasangka yang nggak-nggak selama ini. Sorry, Minnie," ujar Matty sambil menggenggam erat tangan Fio. "Okay, aku terima maafnya, tapi sekarang kamu berhutang penjelasan. Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dari aku selama ini, Bee?" Tanya Fio sambil menatap wajah Matty yang begitu sesungguhnya sangat dirindukannya belakangan ini. "Jadi kondisi ini berawal 8 bulan lalu, sekitar 3 minggu sebelum kamu operasi aku," kata Matty.
Lingerie Sejak kepulangannya dari Bali hubungan Fio dan Matty semakin hari semakin panas. Selain itu Matty juga jadi rajin ke kantor. Kedua sahabatnya merasa begitu terheran-heran dengan perubahan Matty yang begitu luar biasa drastis. "Fi," panggil Zia yang memang sedang janjian makan siang dengan Fio. "Hemm..."gumam Fio sambil mengunyah nasi padang di hadapannya. "Gue mau nanya boleh?" Tanya Zia. "Boleh, mau nanya apa?" jawab Fio santai. "Kamu ke dukun, yah?" Tuduh Zia sambil memicingkan matanya. "Hah? Ngapain ke dukun?" ujar Fio langsung mengern
Transfer Permen Hari ini Matty datang ke rumah sakit, dengan agenda medical check up. Dia langsung disambut Dokter Agung yang akan mendampinginya selama menjalani medical check up seharian ini. Dia sengaja datang tanpa memberi tahu Fio karena tahu kekasihnya itu sedang persiapan OP yang cukup penting sejak pagi. Namun kedatangan Matty ke unit medical check up jelas membuat geger para dokter muda yang terpesona pada aura model yang dipancarkan Matty. "Heh, ternyata, Matheo Aderald itu aslinya keren banget," ujar seorang Koas yang sedang berkumpul di kantin. "Masa, sih? Bukannya biasa aja, ya? Kalau lihat di TV biasa aja, ah," timpal seorang koas berbaju biru bernama Yuni. "Ih, ini baru pertama kalinya gue lihat dia dari deket, sih
Ini Rumah Sakit "Ehem," gumam Jacob berdeham. "Papa," "Dokter Jacob," ujar Matty dan Fio bersamaan. Sontak Fio langsung mendorong tubuh Matty menjauh tapi Matty malah mengetatkan pelukannya. “Bee, lepasin dulu,” pinta Fio masih berusaha melepaskan diri dari pelukan Matty. “Nope.” “Keruangan saya, SEKARANG!” tegas Jacob dengan mata menyala-nyala lalu berbalik dan kembali ke ruangannya. Langkah Fio mendadak gontai, dia tahu ini bisa jadi akhir dari karir dokternya di PUH. Matty melirik Fio lalu menggenggam tangannya erat kemudian mereka berjalan berdampingan mengekor di belakang Jacob Prince. Saat mereka masuk
Pizza Matty berbaring dengan mata terpejam di sofa apartemen Fio. Fio tau hati Matty begitu sakit saat ini, namun dia pun tak bisa banyak berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan Matty, saat ini. "Bee," panggil Fio dari meja makan. "Heem," sahut Matty. "Sini, makan dulu, aku udah pesanin Pizza." Matty menghela nafas panjang dan mulai beranjak dari sofa menuju ke ruang makan Fio. "Pizza," ucap Matty sambil memandangi Pizza di hadapannya. "Kenapa? Kamu nggak suka?" tanya Fio "Bukannya nggak suka, aku cuma keingetan pertama kali aku ke Paris."