Axelio terus melangkah, mengikis jarak diantara dirinya dan Adnessa. Lagi-lagi, hal itu membuat Adnessa tersudut.
Glekkk. Di saat seperti ini, mata elang dengan alis tebal yang semakin memperkuat karakter tegas Axelio itu, justru membuat Adnessa kesulitan untuk mengontrol dirinya, bahkan matanya pun tidak beralih sedikit pun dari Axelio. 'Jika boleh mengatakannya dengan jujur, sepertinya aku mulai terpikat dengan pria bajingan ini,' batin Adnessa tanpa sadar. Namun, beberapa saat kemudian Adnessa segera menunduk, untungnya ia segera menyadari ada yang salah dengan otaknya.'Aishhhh, bodoh, apa yang kamu pikirkan barusan?' batin Adnessa merutuki dirinya.
DEG. Jantung Adnessa kembali berdesir hebat ketika Axelio tiba-tiba mengangkat dagunya, membawa wajahnya untuk menatap kearah lelaki itu yang kini berdiri tepat di depannya. Bahkan, wajah Axelio kini berada tepat di depan wajah Adnessa dengan jarak yang hanya beberapa inchi. Dengan lembut, Axelio merapikan anak rambut Adnessa yang berantakkan dan menutupi sebagian keningnya, sebelum mengecup bibir ranum gadis itu. Namun, Axelio merasa ada yang berbeda dengan hal ini, jantungnya pun terasa berdebar tidak beraturan, 'Ini bukan yang pertama untuk ku. Tapi, kenapa seperti ini?' DRTTT ... DRTTTT ... DRTTTTT. Getaran ponsel Adnessa menyadarkan mereka berdua. Spontan Axelio sedikit menjauh dari Adnessa, begitupun dengan Adnessa yang menjadi salah tingkah, membuat suasana menjadi sedikit canggung. 'Giovan?' Terlihat beberapa guratan di kening Adnessa, setelah gadis itu melihat nama siapa yang muncul di layar ponselnya. Ingin sekali Adnessa mengabaikan panggilan itu, namun, sepertinyaa dia di kalahkan dengan rasa penasarannya.'Giovan? Siapa dia?' Axelio yang penasaran setelah melihat raut wajah Adnessa akhirnya memutuskan untuk melihat sekilas ke arah ponsel gadis itu. Namun, hal itu justru membuatnya bertanya-tanya dan semakin penasaran.
"WHAT THE FUCEK, apa-apaan ini?" teriak Adnessa emosi, setelah mengangkat panggilan yang sepertinya sangat di sengaja itu."Ada apa?" tanya Axelio yang terkejut mendengar teriakan Adnessa.
Di dalam panggilan Video itu, terlihat sekali adegan panas antara sahabat dan kekasihnya, membuat Adnessa muak. Tanpa berfikir panjang, Adnessa menarik tangan Axelio dan menciumnya. Secepat kilat, Adnessa melupakan batasan dan fakta, jika pria yang di ciumnya adalah kakak tirinya.
DEG.Tentu saja Axelio terkejut dan binggung. Namun, setelah melihat ke arah layar ponsel Adnessa, Axelio akhirnya memahami semuanya.
"Kamu yang memulainya, jadi, jangan sampai kamu menyesalinya nanti!" bisik Axelio dengan suaranya yang tertahan. CUP. Adnessa tidak menjawab kalimat itu. Namun, gadis itu justru mengecup bibir Axelio dan dengan sengaja mengarahkan ponsel miliknya kearah mereka agar Giovan, mantan kekasihnya itu melihatnya. Merasa seperti ada kupu-kupu di perut, selulas senyuman tersungging di bibir Axelio. Walaupun sedikit saja, Axelio tidak ingin melewatkan hal ini."Sebentar," ucap Adnessa seraya mendorong pelan dada Axelio.
Axelio mengangkat sebelah alisnya, menatap ke arah Adnessa dengan sorot mata penuh tanda tanya.
"Sepertinya, ada yang memanggil mu?!" entah itu hanya halusinasinya atau memang tempatnya yang cukup berisik, tapi Adnessa yakin jika dirinya tadi mendengar seseorang memanggil nama Axelio melalui speaker.
Axelio yang telah terbawa suasana hanya mengedikkan bahunya. Sebenarnya, apa yang di dengar oleh Adnessa memang benar. Saat ini memang sudah waktunya untuk bertanding di lintasan, namun dengan gilanya Axelio tidak ingin melewatkan kesempatan bersama Adnessa.
"Masuklah!" ucap Adnessa seraya menahan dada Axelio yang ingin menciumnya kembali. Lagi pula, sepertinya video tadi sudah cukup untuk membalas Giovan.
Apa dia menolakku? Axelio tersenyum miring, secepat kilat ia mengangkat tubuh kecil Adnessa dan mencium bibir gadis itu tanpa permisi, "Tidak perlu!"
Apakah ini hal pertamanya? kaku sekali. Walaupun begitu, ciuman itu terlihat begitu intens. Sesekali, Axelio membuka matanya untuk melihat bagaimana raut wajah Adnessa yang tengah terbawa suasana, membuat senyum Axelio tersungging dan semakin memperdalam ciuman itu.
Adnessa memukul pundak Axelio, "Emmhhh, sudah cukup!"
"Belum, rasanya aku belum cukup puas," sahut Axelio dengan suara seraknya, dan kembali mencium Adnessa.
"Apa maksudnya?" apa ini yang di namakan senjata makan tuan? Awalnya, tadi Adnessa hanya ingin memanfaatkan Axelio saja. Tidak pernah terbayang jika dirinya akan berakhir seperti ini.
"Woy, bro?!" Suara samar itu, membuat Axelio segera menghentikan ciumannya. Begitupun dengan Adnessa yang seketika itu tersadar dari belenggu pesona Axelio. "Siapa?" "Revan dan Aldy," sahut Axelio, melihat siluwet sahabatnya dari kejauhan. Revan? Aldy? Bukannya ... Dia pria yang aku temui tadi? Tamatlah, apa mereka sempat melihat semuanya? Adnessa terlihat gusar, mengingat dua pria itu mengenalnya sebagai adik Axelio, dan kejadian ini ... Apa yang akan dia katakan nanti. "Kenapa?" tanya Axelio seraya menurunkan Adnessa. Adnessa menoleh ke belekang, melihat apakah pria yang di sebut kakak tirinya adalah pria sama yang di temuinya tadi. "Matilah aku?!" gumam Adnessa dengan gusar. "Ada apa?" tanya Axelio melihat tingkah aneh Adnessa. "Aku tadi bertemu dengan mereka, dan mengatakan aku adalah adik kamu," sahut Adnessa panik. Dengan cepat, Axelio melepas jaket yang ia kenakan untuk Adnessa. Merapikan jaket itu agar Adnessa tidak di kenali oleh dua sahabatnya dan menyuruh gadis itu untuk segera masuk kedalam mobil. Bukannya dirinya malu, tapi ia hanya menjaga perasaan Adnessa saja. "Wahhhh, baru saja kita datang, bahkan belum sempat berkenalan, buru-buru sekali lo umpetin. Btw siapa gadis itu tadi?" ledek Revan yang baru saja sampai disana. "Iya, siapa? Gadis itu tidak mungkin Erika, kan. Karena kami tadi bertemu Erika dan Devita di dalam. Tidak mungkin secepat kilat bisa berada di sini," ucap Aldy menyelidik, sedikit penasaran dengan gadis yang bersama Axelio tadi. Karena, entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, ia merasa tidak asing dengan siluet gadis itu. "Ehemmm, kalian tidak perlu tau. Dan ada apa? Kenapa kalian cari gue?" sahut Axelio mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan. "Ckkk, gue cuma tanya aja, Bro. Takut banget kalau gue tau tentang cewek tadi. Btw, lo nggak denger dari tadi sudah di panggil-panggil?" sahut Revan sedikit bercanda. Sejak kedatangannya tadi, tatapan mata Aldy terus tertuju ke arah kaca jendela mobil di sampingnya. Tidak bisa di pungkiri kalau dirinya memang penasaran, namun, sayang sekali pandangannya tidak bisa menembus kaca film di mobil itu. "Cel, tadi bukan adek tiri lo, kan?" tanya Aldy. Apa Aldy melihatnya tadi? Melihat tebakan Aldy yang tepat sasaran, membuat Axelio kesulitan untuk mengelak. Tapi, tidak mungkin juga dirinya mengakui bahwa yang bersamanya tadi adalah Adnessa. Karena gadis itu pastinya akan malu. "Bukan!" Aldy memincingkan matanya, tidak percaya dengan jawaban singkat Axelio, "Tidak berbohong?" "Aishhhh, sudah-sudah. Dari pada penasaran, lebih baik kita lihat saja siapa gadis itu!" sahut Revan, yang sudah menyentuh handle pintu mobil itu dan bersiap untuk membukanya. ***"AXELL!"Disaat semuanya sudah hampir terlambat. Terlihat, seorang gadis berparas cantik meneriakkan nama Axelio, membuat tiga pria yang tengah berdebat itu menoleh. Tentu saja hal itu membuat Axelio sedikit bernafas lega, karena akhirnya ada yang mengalihkan perhatian dua sahabatnya ini.'Erika?' Axel mengernyit, melihat siluet yang sangat di kenalnya berjalan mendekat.Dengan senyum lebar, tanpa permisi Erika bergelayut manja di lengan Axelio. Namun, sepertinya Axelio tidak menyambut baik sikap Erika itu, bahkan Axcel segera melepaskan pelukan gadis itu darinya.Mendapat penolakan dari Axelio, tentu saja Erika merasa ada yang berbeda, "Ada apa, xel?""Pffftttttt. Pakek nanya, tentulah Axel risih sama lo!" sahut Aldy.Risih? tidak mungkin. Tadi saja ketika berada di kolam renang dirinya sudah hampir berhasil, mana mungkin Axcel risih dengannya, "Bilang saja kalau lo iri dengan Axcel, heh.""Iri? Gue tarik semua ucapan gue dulu yang sempat mengagumi cewek kayak lo," sahut Aldy. Memang
'Akhh, sialan?!' dengan mata terpejam, Adnessa memukul pelan kepalanya, ketika bayangan kejadian semalam melintas di otaknya. Apa lagi, bayangan wajah Axelio yang sangat menggoda saat itu terus menghantuinya, membuat Adnessa benar-benar tidak nyaman tinggal di kediaman Hansel."Setan bukan, tapi gak ada capeknya, apa? gentayangin gue mulu," keluh Adnessa. Ternyata, sejak kejadian semalam, Adnessa tidak bisa beristirahat dengan tenang. Bahkan, hampir semalaman gadis itu tidak tidur. Untuk mengusir bayangan yang menganggu itu, Adnessa memutuskan untuk berolahraga, ya, walaupun jam menunjukkan masih sangat pagi, bahkan semburat cahaya matahari pun belum muncul."Mau kemana kamu?" "Astaga?!" baru saja Adnessa keluar dari pintu kamarnya, sudah di kejutkan dengan suara berat Axcel.Dengan tatapan kesal dan bibir cemberut, Adnessa menatap ke arah Axcel yang tengah bersandar di dinding, tepat di sebelah pintu kamarnya. Apa dia baru saja pulang? Melihat Axcel masih mengenakan baju yang sama
Di tengah kesibukannya. Pagi ini, Axcel memang sengaja meluangkan waktunya untuk mengantar Adnessa."Ngapain masih disana?" tanya Adnessa melihat mobil Axcel yang tidak segera pergi."Suka-suka saya, dong! saya bangun rumah di sini pun tidak akan ada yang berani melarang," sahut Axcel dengan wajah congkaknya."Sombong sekali," gerutu Adnessa yang memilih meninggalkan tempat itu, dan enggan meladeni ucapan Axcel yang pasti nantinya hanya akan membuatnya kesal."Sa?!" panggil Axcel."Jangan nengok, jangan berhenti!!" gumam Adnessa memperingatkan dirinya sendiri dan semakin mempercepat langkahnya."Adnessa sayang. Jangan telat makan dan jaga diri baik-baik, ya. Kalau ada yang gangguin nanti, bilang saja sudah punya saya!" teriak Axcell, membuat Adnessa yang mendengarnya merasa malu."Dasar gila, apa dia tidak malu mengatakan hal seperti itu?" entah itu hanya sebuah candaan atau bagaimana. Namun, menurut Adnessa, kalimat seperti tadi tidak seharusnya di ucapkan sembarangan seperti ini. Kar
"Mahasiswi baru? Silahkan perkenalkan dirimu!" Sebenarnya, tidak bertanya pun Revan sudah tahu jika Adnessa adalah mahasiswi baru disini. Dan hal ini hanyalah alasan untuknya agar memiliki kesempatan untuk mendekati Adnessa."Baik, pak!" seketika, Adnessa dapat bernafas dengan lega."Pak Revan, saya tidak sekalian bapak suruh untuk maju ke depan?" tanya Laluna.Revan menaikkan sebelah alisnya, ia sudah hafal sekali dengan sifat mahasiswinya itu yang sering menggodanya, "Kamu mau gantikan saya mengajar disini? Kalau memang begitu, saya persilahkan!""Boro-boro, kalau beneran gue yang ngajar, mungkin generasi gen z akan semakin berantakkan," gumam Laluna seraya menelan salivanya dengan kasar. "Pfffttttttt. Katanya dengan senang hati, pak!" sahut Fransisca dengan lantang, seraya menertawai sahabatnya."ya ampun, Sis. Apa-apaan sih, Lo?" keluh Laluna yag membuatnya mendapat sorakan dari teman yang lain.Sebenarnya, hal seperti ini sudah hal yang biasa untuk Revan. Karena di kampus ini,
Gadis cantik dengan penampilan sedikit tomboy itu menatap dingin ke arah pria yang duduk bersebelahan dengan ibunya, Margaretha Moore. Adnessa Aisy, seorang mahasiswi di salah satu universitas bergengsi di kotanya itu terang-terangan memperlihatkan ketidak sukaannya dengan pria yang sekarang sudah bersetatus sebagai ayahnya."Ckkk, ini konyol," Gerutu Adnessa. Pantas saja wanita yang selalu sibuk dengan pekerjaannya itu rela menyempatkan waktu untuk mengajaknya pergi keluar seperti ini. Ternyata, ada alasan lain di belakang itu semua. Ya, memang benar, tujuan Margaretha kali ini khusus untuk memberitahukan pernikahannya kepada Adnessa. Selain itu, juga untuk memperkenalkan anggota keluarga baru kepada putri tunggalnya itu. Tapi, sepertinya semua tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan, Adnessa sama sekali tidak menyambut berita ini dengan baik."Nessa, jangan menatapnya seperti itu! Om Jhonatan sekarang adalah ayah kamu!" tegur Margaretha, melihat bagaimana cara putrinya menatap ke
Dengan berat hati, Axelio terpaksa menerima permintaan Jhonatan. Lagi pula, di kota besar seperti ini sangat berbahaya untuk gadis kecil seperti Adnessa, mengingat gadis ini baru di kota ini. Tidak mungkin Axelio tega membiarkan Adnessa berkeliaran seorang diri disini, dan kalau terjadi apa-apa dengan Adnessa, dirinya juga yang akan terkena dampaknya. Karena Jhonatan dan Margaretha telah mempercayakan Adnessa kepadanya.'Sepertinya, Papa dan Mama sengaja melakukan semua ini,' gerutu Adnessa, seraya memberikan tatapan tidak suka ke arah Axelio.Axelio mengulurkan tangannya, mempersilahkan Adnessa untuk lebih dulu melangkah. Namun, Adnessa justru melakukan hal yang sama dengan apa yang di lakukan oleh Axelio, membuat lelaki itu terkekeh dan bersiap untuk melangkah. Akan tetapi, beberapa saat kemudian, sebelah tangan Adnessa tiba-tiba menghadang tepat di depan dada Axelio, dan melangkahkan kakinya mendahului pria itu.Walaupun Adnessa terlihat tidak peduli dengan kehadiran Axelio, bukan
BYURRRRR ...Pada akhirnya, Adnessa dan Axelio sama-sama terjatuh kedalam kolam. Axelio yang saat itu tengah memeluk Adnessa, tanpa sengaja melihat tubuh adik tirinya yang terlihat menggoda dengan keadaan yang basah kuyup, tanpa terkecuali, hingga menampakan lekuk tubuhnya yang indah, bahkan dadanya pun terlihat jelas menonjol.'Sebenarnya, ini sebuah musibah atau berkah?!' batin Axelio seraya mengusap kasar wajahnya. Entah kenapa, Axelio menjadi sedikit gusar hingga kesulitan untuk menelan salifanya.'Apa-apaan ini? Kenapa dia menatap ku seperti itu?' Spontan, Adnessa menyilangkan kedua tangannya di depan dada, dan segera mendorong Axelio untuk menjauh.'Shittt,' hal itu membuat Axelio seketika sadar dengan apa yang baru saja dia pikirkan. Lagi pula, pria dewasa mana yang tidak berfikiran buruk ketika di suguhkan dengan pemandangan seperti itu?Setelah pelukan itu terlepas, tanpa sepatah kata, Adnessa berbalik badan dan berjalan menepi, meninggalkan Axelio yang masih terdiam menatapn
Karena suara Revan yang cukup keras, membuat semua orang yang berada di sekitar menatap kearah mereka berdua.Dengan raut wajah yang terlihat tidak nyaman, akhirnya Adnessa menjelaskan bagaimana dirinya bisa menjadi putri di keluarga Hansel, "Ckkk, ibu ku menikah dengan om Jhonatan. Jadi, mau tidak mau, saya menjadi adik tiri Axel!" Revan mengangguk paham, "Ohhh, seperti itu. Sepertinya, nanti kita akan sering bertemu!"Adnessa hanya mengedikkan bahunya, dan terus melangkahkan kaki mengelilingi tempat itu. Semakin lama, Adnessa merasa tempat ini lumayan nyaman dan matanya terpana ketika melihat sebuah area kolam dari kejauhan."Van!" Revan yang tengah bersemangat menemani Adnessa berkeliling harus menghentikan langkahnya, setelah mendengar suara seseorang memanggilnya."Woy, bro! Siapa ini?" tanya seorang pria yang sepertinya kenal dekat dengan Revan.Seperti pria lain pada umunya ketika melihat gadis cantik yang belum pernah dijumpai. Pria itu menatap kearah Adnessa dengan pandanga
"Mahasiswi baru? Silahkan perkenalkan dirimu!" Sebenarnya, tidak bertanya pun Revan sudah tahu jika Adnessa adalah mahasiswi baru disini. Dan hal ini hanyalah alasan untuknya agar memiliki kesempatan untuk mendekati Adnessa."Baik, pak!" seketika, Adnessa dapat bernafas dengan lega."Pak Revan, saya tidak sekalian bapak suruh untuk maju ke depan?" tanya Laluna.Revan menaikkan sebelah alisnya, ia sudah hafal sekali dengan sifat mahasiswinya itu yang sering menggodanya, "Kamu mau gantikan saya mengajar disini? Kalau memang begitu, saya persilahkan!""Boro-boro, kalau beneran gue yang ngajar, mungkin generasi gen z akan semakin berantakkan," gumam Laluna seraya menelan salivanya dengan kasar. "Pfffttttttt. Katanya dengan senang hati, pak!" sahut Fransisca dengan lantang, seraya menertawai sahabatnya."ya ampun, Sis. Apa-apaan sih, Lo?" keluh Laluna yag membuatnya mendapat sorakan dari teman yang lain.Sebenarnya, hal seperti ini sudah hal yang biasa untuk Revan. Karena di kampus ini,
Di tengah kesibukannya. Pagi ini, Axcel memang sengaja meluangkan waktunya untuk mengantar Adnessa."Ngapain masih disana?" tanya Adnessa melihat mobil Axcel yang tidak segera pergi."Suka-suka saya, dong! saya bangun rumah di sini pun tidak akan ada yang berani melarang," sahut Axcel dengan wajah congkaknya."Sombong sekali," gerutu Adnessa yang memilih meninggalkan tempat itu, dan enggan meladeni ucapan Axcel yang pasti nantinya hanya akan membuatnya kesal."Sa?!" panggil Axcel."Jangan nengok, jangan berhenti!!" gumam Adnessa memperingatkan dirinya sendiri dan semakin mempercepat langkahnya."Adnessa sayang. Jangan telat makan dan jaga diri baik-baik, ya. Kalau ada yang gangguin nanti, bilang saja sudah punya saya!" teriak Axcell, membuat Adnessa yang mendengarnya merasa malu."Dasar gila, apa dia tidak malu mengatakan hal seperti itu?" entah itu hanya sebuah candaan atau bagaimana. Namun, menurut Adnessa, kalimat seperti tadi tidak seharusnya di ucapkan sembarangan seperti ini. Kar
'Akhh, sialan?!' dengan mata terpejam, Adnessa memukul pelan kepalanya, ketika bayangan kejadian semalam melintas di otaknya. Apa lagi, bayangan wajah Axelio yang sangat menggoda saat itu terus menghantuinya, membuat Adnessa benar-benar tidak nyaman tinggal di kediaman Hansel."Setan bukan, tapi gak ada capeknya, apa? gentayangin gue mulu," keluh Adnessa. Ternyata, sejak kejadian semalam, Adnessa tidak bisa beristirahat dengan tenang. Bahkan, hampir semalaman gadis itu tidak tidur. Untuk mengusir bayangan yang menganggu itu, Adnessa memutuskan untuk berolahraga, ya, walaupun jam menunjukkan masih sangat pagi, bahkan semburat cahaya matahari pun belum muncul."Mau kemana kamu?" "Astaga?!" baru saja Adnessa keluar dari pintu kamarnya, sudah di kejutkan dengan suara berat Axcel.Dengan tatapan kesal dan bibir cemberut, Adnessa menatap ke arah Axcel yang tengah bersandar di dinding, tepat di sebelah pintu kamarnya. Apa dia baru saja pulang? Melihat Axcel masih mengenakan baju yang sama
"AXELL!"Disaat semuanya sudah hampir terlambat. Terlihat, seorang gadis berparas cantik meneriakkan nama Axelio, membuat tiga pria yang tengah berdebat itu menoleh. Tentu saja hal itu membuat Axelio sedikit bernafas lega, karena akhirnya ada yang mengalihkan perhatian dua sahabatnya ini.'Erika?' Axel mengernyit, melihat siluet yang sangat di kenalnya berjalan mendekat.Dengan senyum lebar, tanpa permisi Erika bergelayut manja di lengan Axelio. Namun, sepertinya Axelio tidak menyambut baik sikap Erika itu, bahkan Axcel segera melepaskan pelukan gadis itu darinya.Mendapat penolakan dari Axelio, tentu saja Erika merasa ada yang berbeda, "Ada apa, xel?""Pffftttttt. Pakek nanya, tentulah Axel risih sama lo!" sahut Aldy.Risih? tidak mungkin. Tadi saja ketika berada di kolam renang dirinya sudah hampir berhasil, mana mungkin Axcel risih dengannya, "Bilang saja kalau lo iri dengan Axcel, heh.""Iri? Gue tarik semua ucapan gue dulu yang sempat mengagumi cewek kayak lo," sahut Aldy. Memang
Axelio terus melangkah, mengikis jarak diantara dirinya dan Adnessa. Lagi-lagi, hal itu membuat Adnessa tersudut. Glekkk. Di saat seperti ini, mata elang dengan alis tebal yang semakin memperkuat karakter tegas Axelio itu, justru membuat Adnessa kesulitan untuk mengontrol dirinya, bahkan matanya pun tidak beralih sedikit pun dari Axelio. 'Jika boleh mengatakannya dengan jujur, sepertinya aku mulai terpikat dengan pria bajingan ini,' batin Adnessa tanpa sadar. Namun, beberapa saat kemudian Adnessa segera menunduk, untungnya ia segera menyadari ada yang salah dengan otaknya.'Aishhhh, bodoh, apa yang kamu pikirkan barusan?' batin Adnessa merutuki dirinya. DEG. Jantung Adnessa kembali berdesir hebat ketika Axelio tiba-tiba mengangkat dagunya, membawa wajahnya untuk menatap kearah lelaki itu yang kini berdiri tepat di depannya. Bahkan, wajah Axelio kini berada tepat di depan wajah Adnessa dengan jarak yang hanya beberapa inchi. Dengan lembut, Axelio merapikan anak rambut Adnessa yang
"Turunkan aku! Aku tidak sudi di sentuh oleh tangan mu yang kotor itu!" gumam Adnessa dengan suara yang terdengar tidak begitu jelas.Walaupun dalam keadaan setengah sadar, Adnessa masih bisa mengenali siapa lelaki yang memaksa dirinya untuk meninggalkan tempat ini. Seketika, membuatnya merasa jiji saat teringat apa yang di lihatnya di kolam tadi.Sepertinya, usaha Adnessa sia-sia. Walaupun gadis itu telah meronta bahkan mengumpati Axelio dengan kalimat pedasnya agar kakak tirinya itu mau menurunkannya, namun, kenyatannya Axelio tidak goyah sedikit pun dan tetap membawa Adnessa pergi dari tempat itu."Aku benci kamu, aku benci semua orang!" ucap Adnessa seraya memukul pundak Axelio.Tepat di sebelah mobil miliknya, akhirnya Axelio menghentikan langkahnya dan menurunkan Adnessa. Dengan tangan terkepal dan wajah memerah menahan kesal, Axelio menyudutkan tubuh Adnessa di kap mobilnya. Dua pasang mata itu saling beradu tatap dengan pandangan masing-masing. Axelio dengan tatapan kesalnya d
Karena suara Revan yang cukup keras, membuat semua orang yang berada di sekitar menatap kearah mereka berdua.Dengan raut wajah yang terlihat tidak nyaman, akhirnya Adnessa menjelaskan bagaimana dirinya bisa menjadi putri di keluarga Hansel, "Ckkk, ibu ku menikah dengan om Jhonatan. Jadi, mau tidak mau, saya menjadi adik tiri Axel!" Revan mengangguk paham, "Ohhh, seperti itu. Sepertinya, nanti kita akan sering bertemu!"Adnessa hanya mengedikkan bahunya, dan terus melangkahkan kaki mengelilingi tempat itu. Semakin lama, Adnessa merasa tempat ini lumayan nyaman dan matanya terpana ketika melihat sebuah area kolam dari kejauhan."Van!" Revan yang tengah bersemangat menemani Adnessa berkeliling harus menghentikan langkahnya, setelah mendengar suara seseorang memanggilnya."Woy, bro! Siapa ini?" tanya seorang pria yang sepertinya kenal dekat dengan Revan.Seperti pria lain pada umunya ketika melihat gadis cantik yang belum pernah dijumpai. Pria itu menatap kearah Adnessa dengan pandanga
BYURRRRR ...Pada akhirnya, Adnessa dan Axelio sama-sama terjatuh kedalam kolam. Axelio yang saat itu tengah memeluk Adnessa, tanpa sengaja melihat tubuh adik tirinya yang terlihat menggoda dengan keadaan yang basah kuyup, tanpa terkecuali, hingga menampakan lekuk tubuhnya yang indah, bahkan dadanya pun terlihat jelas menonjol.'Sebenarnya, ini sebuah musibah atau berkah?!' batin Axelio seraya mengusap kasar wajahnya. Entah kenapa, Axelio menjadi sedikit gusar hingga kesulitan untuk menelan salifanya.'Apa-apaan ini? Kenapa dia menatap ku seperti itu?' Spontan, Adnessa menyilangkan kedua tangannya di depan dada, dan segera mendorong Axelio untuk menjauh.'Shittt,' hal itu membuat Axelio seketika sadar dengan apa yang baru saja dia pikirkan. Lagi pula, pria dewasa mana yang tidak berfikiran buruk ketika di suguhkan dengan pemandangan seperti itu?Setelah pelukan itu terlepas, tanpa sepatah kata, Adnessa berbalik badan dan berjalan menepi, meninggalkan Axelio yang masih terdiam menatapn
Dengan berat hati, Axelio terpaksa menerima permintaan Jhonatan. Lagi pula, di kota besar seperti ini sangat berbahaya untuk gadis kecil seperti Adnessa, mengingat gadis ini baru di kota ini. Tidak mungkin Axelio tega membiarkan Adnessa berkeliaran seorang diri disini, dan kalau terjadi apa-apa dengan Adnessa, dirinya juga yang akan terkena dampaknya. Karena Jhonatan dan Margaretha telah mempercayakan Adnessa kepadanya.'Sepertinya, Papa dan Mama sengaja melakukan semua ini,' gerutu Adnessa, seraya memberikan tatapan tidak suka ke arah Axelio.Axelio mengulurkan tangannya, mempersilahkan Adnessa untuk lebih dulu melangkah. Namun, Adnessa justru melakukan hal yang sama dengan apa yang di lakukan oleh Axelio, membuat lelaki itu terkekeh dan bersiap untuk melangkah. Akan tetapi, beberapa saat kemudian, sebelah tangan Adnessa tiba-tiba menghadang tepat di depan dada Axelio, dan melangkahkan kakinya mendahului pria itu.Walaupun Adnessa terlihat tidak peduli dengan kehadiran Axelio, bukan