"Serena, sayang!" ucap Billy seraya mengulas senyum. Jelas sekali matanya menunjukkan binar bahagia. Kerinduan yang telah menggunung selama beberapa hari ini akhirnya terurai.Berbeda dengan Serena, ia justru merasakan pedih, tidak tahu harus berucap apa."Maaf! Aku permisi!" Serena bersiap memundurkan motornya ke belakang."Serena, tunggu!" Billy menahan stang motor itu hingga mau tak mau Serena diam, "Ayo kita bicara!""Maaf, Bil, aku nggak bisa," jawab Serena menolak."Kenapa? Apa yang terjadi sama kamu?" Kening Billy mengkerut menatap Serena yang kini telah menundukkan wajahnya."Billy, aku-aku ...,""Kita cari tempat yang tenang, bagaimana?" Billy merasa kalau Serena sedang tidak nyaman saat ini.Laki-laki itu belum sempat tahu apa hasil yang Serena bawa sewaktu pergi ke Indonesia, namun tiba-tiba saja wanita itu menghilang dan kembali lagi ke negara ini. "Bil, aku ingin pergi!" kata Serena lagi. Jujur ia tidak sanggup mengatakan kebenarannya pada pria yang sudah tidak diragukan
"Ada apa kau memanggilku, karena kau aku harus meninggalkan rapat penting dengan investorku, ck!" Seorang pria baru saja datang ke kamar hotel Billy."Dean, ini di luar dugaanku, Serena pulang bukan untuk keluarganya, melainkan di tahan oleh suaminya." Billy tampak tidak tenang. Dia masih belum bisa duduk."Kalian sudah bertemu?" Pria bernama Dean bertanya."Ya, dan suaminya datang memberikan ini padaku." Billy menunjuk sudut bibirnya yang sedikit lecet.Bukannya marah, Dean justru tertawa mendengarnya hingga kening Billy mengeryit.Dia tidak kesal di tertawakan oleh temannya itu, "Ini semua salahku, tidak menyelidikinya selama ini. Aku pikir suami Serena hanya orang biasa."Kini dahi Dean yang mengeryit, "Memangnya siapa suaminya?" Dean pun jadi penasaran.Selama ini dia tidak terlalu sering bertemu dengan Serena, tapi dari latar belakangnya yang dari keluarga biasa saja, mereka berpikir suami Serena juga pasti sama."Pemilik hotel ini," kata Billy seraya menunjukkan kartu nama
Billy di antar oleh salah satu staf hotel menuju ruangan presdir hotel itu. Dia di persilahkan masuk dan di suruh duduk di sofa sampai pemilik ruangannya datang.Aldi ke luar untuk urusan lain dan segera kembali setelah diberitahu kalau Billy sudah di ruangannya. Staf itu membungkuk saat melihat Aldi datang. "Tamunya sudah menunggu di dalam!" lapornya.Aldi mengangguk dan menyuruh staf itu pergi. Ia melangkah kian cepat, hari ini dia akan memperingatkan Billy agar tidak menemui istrinya lagi."Duduklah!" ucap Aldi saat Billy hendak berdiri. Dia mengambil tempat tepat di hadapan pria itu."Melihatmu ada di sini, membuatku yakin bahwa kau sungguh-sungguh ingin memiliki Serena." Aldi memulai percakapan, tak ada tatapan keramahan, keduanya seperti orang yang tengah bermusuhan."Ya, hubungan kami sudah jauh aku pikir Anda pasti tahu hubungan yang telah jauh itu sudah memiliki banyak mimpi." Billy tidak menyangkalnya. Dia memang sangat mencintai Serena, "tujuh tahun bukan waktu ya
Billy yang akan membuka pintu mobil, namun urung saat dua pria yang ia lihat kemarin ada di dalam mobil jeep yang tidak jauh dari Serena.Billy menatap keduanya sambil mengepalkan tangan, dia paham sekarang bahwa Serena di jaga oleh dua orang itu. Ternyata Aldi benar-benar sulit di tembus, tapi bukan Billy namanya kalau tidak punya rencana. "Halo, Bos! Bagaimana dengan Ranu, apa kami juga harus mengawasinya?" tanya salah satu bodyguard di telpon."Tidak perlu, cukup awasi istriku!" jawab Aldi.Serena kembali ke rumah, karena bosan ia ikut membantu Mbok Darmi di dapur, meski berulang kali wanita paruh baya itu melarangnya. Serena tidak terbiasa dengan pembantu, selama ini meski ada Hilda, kalau urusan memasak lebih sering ia pegang.Seandainya keadaan mereka normal, mungkin Serena akan meminta izin Aldi agar bisa bekerja. Di rumah membuatnya cepat bosan.Tepat pukul sepuluh, Serena menjemput Ranu. Mereka pun segera bersiap dan berkunjung ke rumah pamannya.Arman dan Yuni begitu
Aldi di landa kebimbangan, antara mau menemui ibunya Ratri yang saat ini sedang di rawat atau ke hotel saja.Kenangan masa kecilnya bermunculan, saat ayahnya marah, karena mudah cemburu dan selalu mencurigai ibunya.Tangan Aldi mengepal, dia hampir tiba di hotel, namun sebelumnya ia memutar kemudi kembali ke jalan raya.Mobil Aldi telah tiba di depan rumah sakit yang di sebutkan oleh Om Bagus, suami ibunya.Aldi menatap bangunan itu, sampai sebuah suara mengagetkannya. "Mas Aldi datang?" Seorang pria berusia pertengahan dua puluh menyapanya. Dia adik beda ayahnya.Aldi tidak menjawab, dia masuk ke dalam meninggalkan pria itu. "Ke sini, Mas, ruangan ibu di sebelah ujung," ucap Aryo menunjukjan jalan. Aldi tetap diam, namun mengikuti langkah adik tirinya itu hingga sampai di depan ruangan ibunya. "Bu, Mas Aldi datang!" Aryo yang lebih dulu membuka pintu berujar riang. Seolah Aldi adalah sosok yang paling di tunggu ibunya. "Aldi, anak ibu!" Lirih terdengar suara Ratri. Mata
Aldi menenangkan Serena yang sedang menangis di kantor guru. Ia di bawa ke dalam, karena menangis di luar. "Siapa yang sudah nyulik, Ranu?" Serena terus terisak di pelukan Aldi. Hal itu membuat para guru yang ada di sana ikut prihatin sekaligus merasa bersalah juga, karena kurang hati-hati. "Dari pantauan cctv, yang menjemputnya menggunakan mobil sedan warna hitam." Salah satu guru datang dari sebuah ruangan kecil."Anakku!" Serena mulai histeris."Sebentar, saya mau lihat," kata Aldi.Dia masuk ke dalam ruangan kecil itu dan melihat tayangan videonya. Aldi mengeryit, merasa kenal, tapi tidak tahu siapa. Dia mencoba mengingati.Di rumah Himawan, Ranu di hadapkan padanya. Anak itu menatap dengan heran."Ini bukan rumah kakek," katanya setelah melihat tempat itu."Memangnya di mana rumah kakekmu?" Himawan tertarik untuk bertanya."Jauh, rumahnya kecil, kemarin kami berkunjung ke sana," jawab Ranu kecil yang awalnya mengira ia akan di bawa ke rumah Arman.Himawan mengeryit, oran
Entah apa yang di bicarakan oleh Himawan dan Billy, yang pastinya mereka bertemu cukup lama.Billy tersenyum penuh arti setelah kepergian Himawan. Sedangkan Himawan juga sama, hari ini dia akan mendatangi Aldi untuk memberi pencerahan pada anaknya itu."Benu, kapan kau kembali?" Himawan bertemu dengan Benu di lobi.Benu membungkuk hormat, "Pagi tadi, Tuan.""Kau memang bisa di andalkan, loyalitas dan pastinya setia," puji Himawan seraya menepuk pundak Benu."Seperti janji saya, akan setia pada Bos Aldi.""Andai saja kau mau membantuku, tentu cicilan rumahmu akan segera lunas," ucap Himawan seolah kesal, namun tetap memancing Benu agar mau menurutinya.Benu cukup mengerti maksud ayah dari bosnya itu, dia hanya menanggapinya dengan tersenyum."Sekali lagi saya mohon maaf, Tuan!""Ahh, kau memang payah, pantas Aldi mempertahankanmu. Ya sudah, aku mau masuk!""Silahkan, Tuan!" balas Benu. Himawan langsung meninggalkannya di lobi. "Pak Benu!"Himawan berbalik mendengar suara y
Aldi mencoba untuk bersikap tenang di depan semua orang. Himawan dan Aneska saling tatap dengan pemikiran yang berbeda."Hubungi Brewok!" perintah Aldi cepat. Kedua tangannya tampak mengepal bersamaan dengan wajah yang sudah tidak bersahabat. Benu segera melakukannya.Ponsel berdering, tapi tidak di angkat. Benu mengulangnya sekali lagi, tetap sama tidak di jawab."Ayo Ben!" Aldi menaiki mobil di bagian kemudi, "hubungi nomor Serena!" kata Aldi. Dia bersiap untuk menyetir, mereka harus bergerak cepat untuk bisa menemukan istrinya."Aldi, tunggu! Bagaimana dengan makan malamnya?" Himawan mendekati mobil mereka."Istriku hilang, ayah masih bertanya tentang makan malam?" Aldi sama semakin kesal dengan pertanyaan itu.CusssMobil meninggalkan kedianan Himawan, pria tua itu hanya bisa berdiri menatap kepergian putranya."Nggak aktif, Bos," kata Benu seraya menurunkan ponsel dari telinganya."Argghh!"Aldi berteriak, tangannya memukul setir hingga mobil menjadi oleng dan hampir bers