Entah apa yang di bicarakan oleh Himawan dan Billy, yang pastinya mereka bertemu cukup lama.Billy tersenyum penuh arti setelah kepergian Himawan. Sedangkan Himawan juga sama, hari ini dia akan mendatangi Aldi untuk memberi pencerahan pada anaknya itu."Benu, kapan kau kembali?" Himawan bertemu dengan Benu di lobi.Benu membungkuk hormat, "Pagi tadi, Tuan.""Kau memang bisa di andalkan, loyalitas dan pastinya setia," puji Himawan seraya menepuk pundak Benu."Seperti janji saya, akan setia pada Bos Aldi.""Andai saja kau mau membantuku, tentu cicilan rumahmu akan segera lunas," ucap Himawan seolah kesal, namun tetap memancing Benu agar mau menurutinya.Benu cukup mengerti maksud ayah dari bosnya itu, dia hanya menanggapinya dengan tersenyum."Sekali lagi saya mohon maaf, Tuan!""Ahh, kau memang payah, pantas Aldi mempertahankanmu. Ya sudah, aku mau masuk!""Silahkan, Tuan!" balas Benu. Himawan langsung meninggalkannya di lobi. "Pak Benu!"Himawan berbalik mendengar suara y
Aldi mencoba untuk bersikap tenang di depan semua orang. Himawan dan Aneska saling tatap dengan pemikiran yang berbeda."Hubungi Brewok!" perintah Aldi cepat. Kedua tangannya tampak mengepal bersamaan dengan wajah yang sudah tidak bersahabat. Benu segera melakukannya.Ponsel berdering, tapi tidak di angkat. Benu mengulangnya sekali lagi, tetap sama tidak di jawab."Ayo Ben!" Aldi menaiki mobil di bagian kemudi, "hubungi nomor Serena!" kata Aldi. Dia bersiap untuk menyetir, mereka harus bergerak cepat untuk bisa menemukan istrinya."Aldi, tunggu! Bagaimana dengan makan malamnya?" Himawan mendekati mobil mereka."Istriku hilang, ayah masih bertanya tentang makan malam?" Aldi sama semakin kesal dengan pertanyaan itu.CusssMobil meninggalkan kedianan Himawan, pria tua itu hanya bisa berdiri menatap kepergian putranya."Nggak aktif, Bos," kata Benu seraya menurunkan ponsel dari telinganya."Argghh!"Aldi berteriak, tangannya memukul setir hingga mobil menjadi oleng dan hampir bers
Serena dan Ranu tengah di tangani oleh dokter di ruangan yang berbeda. Billy menunggu di luar sedangkan Dean pergi membeli air mineral.Selang lima belas menit dokter yang menangani Serena keluar."Bagaimana, Dok?" Billy langsung berdiri menyambut sang dokter."Pasien mengalami luka cukup serius, di kakinya, tapi hanya luka luar, keadaan di dalam baik-baik saja.""Ah, syukurlah!" Billy merasa sedikit bebannya terangkat."Dok, kata Dokter Puspa, keadaan anak korban kecelakaan itu kritis, dia kehabisan banyak darah." Seorang suster tampak tergesa-gesa ke luar dari ruangan Ranu."Golongan darah O, cepat hubungi pmi!" ucap suster yang baru datang yang membuat ruangan seketika menjadi tegang."Ranu, Ya Tuhan! Selamatkanlah dia!" ucap Billy lirih. Dokter telah meninggalkannya sendirian. Sedangkan Serena belum di pindahkan ke ruang perawatan.Suster yang tadi datang lagi dengan berlari menuju ruangan Ranu, Billy pun mengikutinya, tapi hanya sampai di depan pintu."Dok, darah golongan
Tak tahan ditatap sedemikian rupa, membuat Serena memalingkan wajahnya, berharap Aldi memilih pergi dari ruangannya.Harapannya nyata, Aldi melangkah keluar tanpa mengucapkan sepatah kata.Serena menghembuskan napas lega. Tatapan Aldi sungguh mengintimidasinya.Tak berapa lama, Billy datang. Pria itu masih tampak khawatir saat menatap wanita yang masih bertahta di hatinya itu."Bill, kamu di sini?" Serena terkejut. Dia takut Aldi datang dan akan ada keributan di rumah sakit ini."Hai, aku datang!" Benu muncul seperti buru-buru membuka pintu. Rupanya Aldi menyuruhnya masuk untuk mengawasi interaksi antara Billy dan Serena.Billy mendekat ke arah Serena, Benu juga melakukan hal yang sama."Keadaan Ranu sudah stabil, meski sempat kritis saat dia kehilangan banyak darah. Aku kesal dengan rumah sakit yang tidak punya persediaan. Kalau saja Ranu tidak terselamatkan, kupastikan rumah sakit ini akan tutup." Billy menggerutu mengungkapkan rasa khawatir sekaligus kekesalannya pada rumah s
Himawan menghembuskan napas lega saat sang sopir yang ia sewa mengbubunginya dan mengatakan sudah berhasil membawa Serena jauh. Dia yang sedang dalam perjalanan ke rumah setelah dari bandara pun merasa lega. Aneska menyambutnya di pintu, dia sudah mengabari tentang kepulangannya. Aneska sangat berterima kasih, rasanya tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan sekarang. Sebentar lagi Aldi akan jadi miliknya. Perkara cinta bukanlah masalah baginya, setelah mereka menikah Aneska yakin kalau Aldi akan mencintainya. "Jaga rahasia ini, jangan sampai Aldi tau, apa lagi tentang kau yang merencanakan penculikan itu," nasehat Himawan sambil melangkah menuju kamarnya. Aneska yang mengiringanya mengangguk antusias.Tubuhnya terasa sakit, di usia yang tidak lagi muda dia melakukan perjalanan dalam sehari dan semua demi hartanya dan juga Aneska.Aneska mengecup pipi tua itu. Meninggalkan sang ayah yang sudah masuk ke dalam kamarnya."Ah, anak itu, andai dia cucuku, kenapa aku selalu terbay
"Akhirnya kita sampai, di rumah sakit sangat membosankan, Mi. Kapan kita pulang ke Jakarta?" Ranu terbangun setelah beberapa saat tertidur."Setelah luka Ranu sembuh, kita akan pulang," ucap Serena. Tangannya membelai rambut Ranu, tak lupa senyuman kehangatan ia perlihatkan."Di mana papi?" Ranu melirik setiap ruangan, hanya mereka berdua, tidak ada sosok Aldi di sana.Helaan napas Serena terdengar, "Papi masih banyak pekerjaan di Jakarta. Kita tidak akan menunggunya."Entah bagaimana Serena harus menghubungi Aldi, ponselnya tidak ada, nomor Aldi pun tidak tersimpan di memorinya. Untuk memberitahu Aldi pun dia tidak bisa.Serena memesan makan malam dari hotel, ia juga minta untuk di belikan baju untuk dia dan Ranu, sedangkan tas mereka tinggal di mobil.Malam itu Serena tidak bisa tidur, pikirannya takut tentang apa yang ia dengar tadi. Sopir itu bukan suruhan Aldi melainkan ayah mertuanya.Di jakarta, Aldi baru saja pulang ke rumah, setelah menyelesaikan pekerjaannya yang banyak
Saat itu juga senyum Aldi pun merekah, bagaimana tidak, ternyata Ranu adalah anaknya. Tidak heran bila golongan darah mereka sama, tapi yang jadi pertanyaannya sekarang ini, kenapa Serena tidak pernah mau mengatakan bahwa Ranu adalah anaknya? "Ben, kenapa Serena nggak jujur tentang Ranu?" tanya Aldi.Benu yang tidak paham sepenuhnya hanya menggedikkan bahunya."Maaf, Pak! Izin jawab ya?" Dokter menyela pembicaraan mereka, "sebagai seorang wanita saya menyimpulkan bahwa ada keraguan dengan Bu Serena, mengingat usianya yang masih muda dan seperti pertanyaan Bapak tadi, berhubungan satu kali ternyata langsung hamil. Bisa jadi Bu Serena takut kalau Bapak tidak akan percaya padanya.""Apa mungkin Serena pernah tidur dengan pria lain?" celetuk Benu tidak kira-kira, hingga tangan Aldi refles mendarat di bahunya."Sembarangan, kamu. Mau ku pecat?" Aldi tidak terima istrinya di katakan seperti itu. Bisa-bisanya Benu bicara segamblang itu. "Maaf, Bos!" Benu mengusap-usap bahunya yang sa
Kedatangan sopir itu di sambut oleh sang suster. Ia langsung mengenalkannya pada Aldi dan Benu.Wajahnya langsung pias, perasaannya sudah tidak enak, apa lagi dengan tatapan Aldi yang mengintimidasi. Nyalinya ciut seketika."Kemana, Bapak bawa istri dan anak saya?" tanya Aldi, tanpa menunggu bapak itu duduk lebih dulu."Anu, Pak, maaf! Saya hanya di suruh oleh Pak Himawan," jawabnya takut."Saya tanya di mana mereka sekarang?" bentakan Aldi menggelegar hingga siapa yang lewat menoleh ke arah mereka.Pria itu semakin pucat pasi, apa yang harus ia katakan? Sedangkan dia tidak tahu keberadaan mereka. Seandainya Serena tidak kabir, dia berencana akan membawa mereka ke desa. Keningnya sampai berkeringat."Ben, laporkan ke polisi tentang kasus penculikan!" Perintah Aldi berhasil kakinya bergetar."Mohon maaf, Pak! Saya hanya menjalankan perintah saja! Saya tidak tahu, Pak." Tubuhnya merosot ke lantai hingga semakin mengundang tatap orang lain. Aldi memalingkan wajahnya, kalau begin