Bab 4
Ketiganya terkejut saat mendapati Aldi dan Benu sudah berdiri di pintu yang memang tidak di tutup.Jantung Serena memompa lebih cepat, khawatir kalau Aldi mendengar pembahasan tentang Ranu."Aldi, ayo masuk!" ajak Arman. Dia dan Aldi hampir sebaya, namun Arman belum di karuniai anak hingga dua puluh tahun pernikahannya.Aldi dan Benu melepas sepatunya lalu masuk dan duduk di sofa sederhana milik Arman."Yun, buat minum sana!" perintah Arman. Istrinya itu langsung berdiri lalu beranjak ke dapur."Langsung saja ke permasalahan saat ini, saya datang mau mengunjungi Serena," kata Aldi, "mungkin Serena sudah cerita tentang keinginannya."Aldi yang masih tampak pucat itu tampak menghela nafasnya sebelum melanjutkan, "Saya nggak bersedia menceraikannya," ucap Aldi dengan yakin."Nggak bisa gitu dong, kamu kan udah janji sama aku," protes Serena seraya berdiri.Arman memegang tangan keponakannya agar tidak terbawa emosi, "apa alasan kamu menolak cerai, sedangkan kalian cuma sehari bersama?"Arman yang lebih dewasa dan bijaksana ingin penjelasan yang tenang tanpa ada keributan."Aku nggak tahu apa salahku dan apa masalah Serena sampai menghilang selama tujuh tahun," jawab Aldi jujur."Salah kamu, udah bohong sama aku." Serena kembali bersuara. Arman lagi-lagi menahannya sedangkan Aldi mengeryit mendengar ucapan wanita yang masih berstatus istrinya tersebut."Kamu bilang, apa kebohonganku, aku akan memperbaikinya," sahut Aldi cepat.Mata Serena menerawang ke masa lalu, kejadian dulu kembali ia ingat, "Kamu nggak akan bisa ngembaliin rasa sakit hatiku tujuh tahun yang lalu," ucap Serena. Biasanya ia akan menangis mengingat hal ini, tapi sekarang Serena sudah kuat, "saat istrimu datang menghinaku, menyeretku, mempermalukan aku di hotel. Di mana kamu saat itu?"Bukan hanya Aldi, Benu pun terkejut mendengarnya.Kilas balik tujuh tahun yang lalu, di mana Aldi terpaksa pulang ke rumah saat dini hari."Kamu nggak bisa jawab kan? Kamu sengaja ninggalin aku, pasti karena tahu istri kamu mau datang kan?" Serena mencecarnya meski tetap menahan suaranya agar tidak meninggi, namun siapapun bisa tahu lukanya saat kejadian itu."Serena, aku nggak punya istri selain kamu, cuma kamu istriku sampai saat ini, Ser!" ucap Aldi meyakinkan."Oh, jadi kamu nggak mengakui Bu Lydia sebagai istri?"Benu dan Aldi saling menoleh lagi, tadi mereka belum tahu siapa yang di maksud Serena wanita yang megaku sebagai istrinya."Jadi Lydia penyebab kamu lari dariku?" Aldi menatap Serena dalam. Wanita itu mengangguk. Aldi menghela nafasnya sebelum melanjutkan kalimatnya, "aku dan Lydia udah cerai delapan tahun yang lalu, jadi saat itu dia bukan istriku lagi, Ser."Kini Serena dan pamannya lah yang saling menoleh. Bukan hanya itu Lydia juga kerap mengirim foto kebersamaannya dengan Aldi, pantas Serena percaya."Dengan kata lain, Bu Lydia nggak suka kalian menikah," tutur Arman menyimpulkan, "Lydia cemburu dan tidak terima, atau bisa jadi dia masih sangat mencintai Aldi? Kenapa jadi begini ya?" Arman bingung sendiri, "kalau begitu kalian perlu bicara berdua, selesaikan kesalah pahaman ini dengan baik."Arman dan Yuni mengusulkan untuk Serena dan Aldi bicara berdua saja dengan kepala dingin agar semua kesalah pahaman dan sakit hati yang Serena rasakan terurai dengan baik. Meski bukan dirinya, Aldi jauh lebih tersiksa selama tujuh tahun mendamba tanpa tahu keberadaan istri kecilnya.Aldi membawa Serena ke rumah pribadi miliknya, di kawasan perumahan mewah yang terdiri hanya dua puluh unit, hanya orang-orang tajir pemiliknya dan salah satunya adalah Aldi."Kalau mau cerita nggak perlu ke tempat seperti ini. Di rumah paman juga bisa cerita." Serena protes saat mobil sudah memasuki halaman."Turunlah, di sini kita bahas semua masalah kamu," kata Aldi tak mengindahkan. Dia ingin tak ada orang lain yang mendengar mereka bicara.Pada akhirnya Serena turun meski setengah hati. Seseorang datang membukakan pintu."Mbok, saya dan istri saya akan ke atas, siapapun yang datang mencari, katakan saya tidak bisa di ganggu!" titah Aldi.Wanita yang di sapa mbok itu mengangguk seraya berkata, "Nggeh, Pak!"Aldi mengajak Serena naik ke lantai dua, di mana kamar utama terletak di sana, kamar yang di tempati Aldi bila tak berada di rumah orang tuanya."Sekarang kamu sudah tahu, kalau aku dan Lydia udah cerai delapan tahun yang lalu," ucap Aldi begitu mereka menginjak lantai atas, "apa kamu akan tetap minta cerai dari aku?"Aldi mempersilahkan Serena masuk. Serena terpaku menatap kamar yang di perkirakan berukuran setengah luas lantai dua ini.Aldi menunggu sampai Serena melangkah lebih dalam. Serena sadar dia tidak boleh terbuai oleh kemewahan Aldi sampai akhirnya kakinya melangkah maju dan foto besar di dinding kembali membuatnya terpaku.Foto saat mereka melangsungkan ijab kabul, meski siri, ternyata Aldi mengabadikannya bahkan menempelkannya di dinding kamar."Nggak ada alasanku untuk menceraikanmu, Seren."Tubuh Serena menegang begitu suara Aldi mengalun di telinganya, bahkan pria itu memeluknya dari belakang, tubuhnya yang hanya sebahu Aldi begitu mudah direngkuh, terasa hangat terpaan nafas Aldi di kepala Serena.Serena terbuai dengan pelukan itu, bohong kalau dia sudah melupakan Aldi dari hatinya, namun dia ingat, masih ada kesalahan Aldi lainnya."Aldi, lepas, kita nggak boleh seperti ini!" Serena membuka tautan tangan Aldi yang melingkari perutnya."Aku merindukanmu Seren!" Kembali Aldi mengungkapkan isi hatinya dengan bisikan sensual. Selain bahagia bertemu Serena dia juga menginginkan tubuh yang masih terlihat menggoda itu."Ini salah, aku calon istri orang, Aldi," peringat Serena berharap Aldi mundur.Memang benar Aldi mundur, namun pindah ke hadapannya, "Aku suamimu, Seren," tegasnya. Tentu artinya dia lebih berhak atas diri, tubuh dan hati Serena."Itu dulu, kita akan bercerai.""Tidak akan.""Aldi, kamu sudah janji.""Aku nggak bisa tepati, aku masih mencintaimu, Serena!" Suara Aldi terdengar serius dan menuntut.Serena berpaling, ia berjalan menuju pintu penghubung ke balkon, Aldi mengikutinya, "Harusnya kamu jelaskan semua tujuh tahun yang lalu."Aldi terdiam"Aku dipermalukan di hotel dan di hina di hadapan orang-orang, teman-teman se-profesi waktu itu. Nggak ada yang membela aku, semua mencemooh dan menyematkan kata pelakor.Setelah itu aku pulang, tapi kamu nggak pernah menghubungiku sekedar memberi penjelasan, setiap hari aku di teror dan di kirim foto mesramu dan wanita itu. Aku sakit, Di!" Serena meremas dadanya seakan luka itu kembali berdenyut di dalam.Aldi hanya diam terpaku menunggu Serena menyelesaikan kalimatnya."Saat itu aku marah pada diriku sendiri, aku bodoh, mau saja di tipu olehmu dan Benu." Air mata Serena mengalir, ia tidak melanjutkan lagi ceritanya.Aldi mendekat, di angkatnya dagu Serena, lalu Aldi memberikan tatapan lembut sebelum akhirnya merengkuh tubuh wanita yang tidak pernah beranjak dari hatinya setelah dia benar-benar lepas dari Lydia.Bahu Serena masih berguncang, Aldi membiarkannya. Meski sudah ingin bertanya, tapi Aldi menahan diri. Menenangkan Serena adalah prioritasnya saat ini.Serena melepaskan diri, dia mengambil tisu dari tasnya lalu menyeka wajah juga hidungnya."Ada lagi yang kau sembunyikan?" tanya Aldi. Dia ingin Serena mengungkap semua yang ia rasakan dulu."Aku marah padamu, aku benci. Aku datang ke rumahmu dan di usir oleh satpam. Sejak saat itu teror yang datang semakin mengerikan, aku di ancam kalau berani menghubungi atau menemuimu maka paman dan bibi akan terkena imbasnya."Aldi sampai mengeryit mendengarnya, semengerikan itu ancaman dari Lydia terhadap Serena. Kini ia mengerti, patutlah wanita yang berdiri di hadapannya ini pergi dan sekarang ingin cerai darinya."Serena, bukankah saat itu aku menulis pesan di kertas padamu?" Aldi ingat benda tipis berwarna putih itu. Ia letakkan di sisi Serena saat akan pergi ke rumah orang tuanya."Aku tidak menemukan apapun," kata Serena mengeryit."Aku tidak mungkin lupa, aku menuliskan kalau ayahku jatuh di kamar mandi saat dini hari, jadi adikku menelpon dan menyuruh pulang. Aku tidak tega membangunkanmu." Aldi masih ingat dengan jelas isi dari suratnya.Dia tahu wanitanya pasti lelah dan kesakitan setelah malam pertama mereka.Serena mengingati lagi pagi saat wanita bernama Lydia itu datang dan di tangannya ada secarik kertas putih."Mungkinkah?"Bab 5"Serena, kembalilah padaku, lupakan tentang perceraian." Aldi menatap, menghiba membuat Serena menunduk, tidak berani menatap mata Aldi yang kini teduh.Serena menatap ke luar, "Aldi, aku sudah di lamar," aku Serena jujur. Sejujurnya dia pun mulai bingung. Aldi tidak bersalah sepenuhnya, namun ia pun telah pergi terlalu jauh dan dalam waktu yang lama, tapi kepergiannya juga punya alasan, "aku nggak mungkin menyakitinya."Serena berada dikebimbangan yang nyata, kebaikan Billy tidak bisa di nilai sebelah mata karena menginginkan dirinya. Billy tulus dan menganggap Ranu seperti putranya sendiri. Saat anak itu sakit Billy selalu siap memdampingi Serena, bukan hanya waktu melainkan biaya yang tidak sedikit, rela Billy gelontorkan untuknya. Tring tringTring tringPonsel di saku Aldi berbunyi, pria itu segera merogoh sakunya lalu mengangkat panggilan."Bos, Keluarga Sutomo meminta hotel Karisma pada Tuan Adolf," ucap Benu di telpon."Tidak bisa, kita sudah sepakat. Lagi pula aku su
Tidak sulit membawa tubuh Serena yang ramping menaiki tangga menuju kamar utama. Sambil memandang wajah yang tidak terusik itu, senyum Aldi terus terpatri di bibirnya yang sedikit tebal.Aldi tetap tampan meski usianya sudah lebih dari empat puluh tahun, tubuhnya masih terlihat bugar dan mempesona.Meski begitu, Aldi adalah sosok pria yang sukar jatuh cinta. Dia hanya pernah mencintai Lydia sebelum Serena. pengkhianatan Lydia lah alasan mereka bercerai. Awalnya Lydia menolak karena dia sangat mencintai Aldi dan mengaku khilaf.Sayangnya Aldi mendapat bukti lebih dari satu saat Lydia dan selingkuhannya bermalam di hotel Sutomo.Lydia yang berpikir Aldi sangat mencintainya dan percaya padanya bisa dia bohongi. Lydia memohon agar Aldi tidak menceraikannya, karena orang tuanya akan malu, tapi Aldi sudah bulat tekadnya sampai akhirnya Aldi menunjukkan rekaman video panasnya, saat itulah Lydia bersedia bercerai asal Aldi tidak menunjukkan video itu pada keluarga besar mereka. Hampir satu
Bab 7"Maaf, aku lupa mengunci pintu, dia Anes, adikku," kata Aldi yang mengerti raut wajah Serena."Aku tahu, sepertinya dia marah. Mungkin tidak suka aku di sini." Serena teringat dengan kejadian semalam saat Anes datang tak menyapa."Anes itu baik, aku belum ngenalin kamu ke dia."Serena tidak bodoh dalam menilai, sebelum wanita itu ke luar dari kamar tatapannya sempat tajam pada Serena."Meski kurus, ternyata istriku ini cukup berat," ucap Aldi bergurau."Ihh...!"Serena mencubit bahu kekar Aldi hingga membuat pria itu terkekeh lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi."Apa terlalu sakit?" tanya Aldi. Serena mengangguk malu, "Ya sudah, biar aku yang mandiin."Aldi sudah meletakkan Serena di atas meja dekat wastafel.Serena menggeleng cepat, "Nggak mau, aku mandi sendiri aja." Serena menolak, dia tidak terbiasa begini apa lagi dengan perpisahan mereka selama ini. Ini kali kedua mereka menjadi intim.Aldi tersenyum, "Kamu malu?"Serena memalingkan wajahnya yang tampak mero
Bab 8Serena berdiri lalu masuk ke dalam kamar dan menerima panggilan itu."Mami, kangen ...!" Suara Ranu terdengar di ujung."Mami juga sayang, maaf ya, hari ini mami sibuk, nggak sempat menghubungi abang!" ucap Serena pelan, sesekali ia melirik ke pintu kamar."Mami, video call yuk!" Ranu yang kangen tentu tidak puas hanya mendengar suara saja."Aduh, gimana ya! Mami lagi sibuk di rumah uti, nanti malam saja ya sebelum Ranu tidur." Serena pun sama rindunya, namun terlalu beresiko bila video call, bisa-bisa Aldi mendengar suaranya."Baiklah!" Serena jadi tidak tega mendengar suara putranya yang tidak bersemangat."Aku akan menemani Seren ke Singapura dan membawanya menetap di sini," ucap Aldi di luar."Bagus itu, biar kami bisa sering ketemu, kasihan dia jauh di sana." Arman setuju dan terlihat senang, "tapi, apa kamu bisa jamin mantan istrimu itu nggak mengganggu Serena lagi?"Yuni setuju dengan pertanyaan suaminya."Aku akan lindungi Serena apapun yang terjadi. Setelah pindah, a
Bab 9Serena yang bekerja sebagai manager pemasaran, hari ini membuat surat pengunduran diri. Dia mendatangi sekretaris Billy yang bernama Tari."Eh, Serena mau ketemu calon suami?" sambut Tari dengan senyumnya yang khas."Nggak, Tar. Aku mau nitip ini sama kamu, tolong berikan pada Pak Billy besok pagi."Tari menerimanya dan membaliknya, "Nggak ada tulisannya, memangnya ini surat apa?""Ada deh, kamu serahin aja sama Pak Billy."Serena enggan menjelaskan, takut Tari akan menanyai alasannya. "Kalau nggak berhubungan dengan kantor, kamu aja deh, Ser." Tari hendak mengembalikan lagi suratnya, tapi Serena menggeleng dan menahannya."Kamu aja, Tar. Aku permisi ya, masih banyak kerjaan." Serena meninggalkan Tari dengan sedikit berlari.Tari tersenyum melihat menager perusahaan itu, dia memang tahu hubungan Bosnya dan Serena.Tari meletakkan kertas putih itu di atas mejanya, karena hari ini Billy berada di luar kota. Besok pagi akan ia serahkan.Serena membawa sedikit barangnya yang tid
Bab 10Serena hilang bagai di telan bumi, Aldi membayar orang untuk memeriksa semua penerbangan dari Singapura, selama satu minggu terakhir, tidak peduli berapa uang yang harus keluar.Bagi Aldi Serena harus segera di temukan."Pak Aldi, tidak ada nama Serena Pricilia, di daftar penerbangan manapun," lapor pria yang di bayar Aldi. Urat wajah Aldi langsung tegang, tanpa menunggu pria itu bicara, ia telah melemparkan ponselnya ke dinding hingga terburai menjadi beberapa serpihan."Aldi, sabar! Serena pasti akan ditemukan!" Arman yang ada di dekatnya terkejut, namun segera menghibur meski dirinya juga sangat khawatir terhadap keponakannya itu."Ini semua salahku, seharusnya aku tinggalkan saja pekerjaan." Aldi menyalahkan dirinya juga, "apa setidak ingin itu Serena kembali padaku?"Satu titik air mata jatuh. Ya, serapuh itu Aldi sampai-sampai tidak peduli Arman melihat tangisnya."Di, hanya ada satu jalan untuk menemukan Serena," kata Arman, teringat tentang satu nama. Aldi menoleh pa
Bab 11Hampir satu minggu lamanya Billy mencari keberadaan Serena, baru hari ini dia dapat petunjuk. Billy sedang bersiap sambil di temani mamanya."Sudah cerai kok malah kabur? Harusnya kan senang mau dilamar," komentar Dewi, ibunya, "kapan lagi dapat suami seperti kamu, udah mapan, nerimo lagi.""Serena pergi pasti ada alasannya, Ma," sahut Billy sambil memasukkan beberapa bajunya ke dalam cover."Memangnya sudah pasti dia di Bandung?" Dewi ingin memastikan, takut Billy akan lelah mencari Serena, ini saja sudah hampir seminggu nggak ke kantor."Iya, Ma. Serena naik pesawat ke Jakarta, terus lanjut naik bus. Billy hanya mencari alamatnya saja. Doain ya!" ucap Billy seraya menyentuh kedua bahu wanita yang mengenakan hijab itu."Nggak diminta juga, mama terus doain kok, meskipun banyak lagi yang mau sama kamu, tapi pilihanmu kan tetap Serena.""Mama!" tegur Billy saat mamanya ingin memulai. Seperti itulah ibunya, jika di tanya jawabnya setuju, tapi di belakang sering menggerutu. "I
Bab 12Serena berangkat pukul sembilan pagi, sebelum itu dia mengantar Ranu ke sekolah. Untuk pekerjaan rumah, Hilda yang menghandlenya."Hil, mbak pulangnya agak lama, pintunya di kunci aja ya, mbak bawa kunci serep satu," ucap Serena yang sedang mematut dirinya di depan cermin. Hari ini dia memakai celana jeans sepanjang betis, di padu dengan baju kaos berwarna merah, tidak sempit ataupun terlalu longgar. Rambut Serena di ikat tinggi, bagi yang tidak mengenalnya pasti mengira dia masih gadis. Tubuh mungil serta kulit bersih menjadikan Serena terlihat lebih muda dari usianya yang sudah hampir tiga puluh. "Lemburnya hampir tiap malam, Mbak?""Iya, kali ini ada yang booking untuk acara keluarga." Serena merapikan lipstick yang sedikit melewati garis bibir.Hilda duduk di atas ranjang, masih memegang pakaian kotor yang hendak di cuci, "Mbak, yakin kerja di restauran itu?"Serena membalik tubuhnya lalu mengeryit, "Buktinya udah mbak jalanin, Hil.""Tapi, Mbak lelah loh, pergi pagi
Kepulangan Himawan dipercepat guna memberikan keleluasaan pada Aldi dan Serena di Bali. Ia sengaja membawa Ranu cucunya agar tidak mengganggu.Himawan ingim cucu yang banyak sebelum ajal memanggilnya. Hari ini dia ingin mengecheck keadaan salah satu hotel yang kebetulan dipimpin oleh menantunya, tapi melihat Billy dan mendengar pengakuan ibunya membuat Himawan terkejut."Ayah, maaf tidak mengabari sebelumnya." Aneska muncul dari balik pohon. Sungguh ia sangat takut jika Himawan akan membongkar siapa dirinya saat ini."Ini kebetulan sekali," seru Dewi senang, "kata Aneska Pak Himawan sedang liburan ternyata sudah pulang." Dewi tersenyum sangat ramah tapi berbeda dengan Billy yang tampak datar lalu Aneska yang wajahnya tampak tidak nyaman. "Ya, saya juga ingin mendengar cerita tentang mereka berdua." Himawan menyambut ucapan Dewi. Ia pun mengajak mereka ke rumahnya, termasuk Aneska juga. Sampai di sana Dewi takjub melihat rumah Himawan yang besar. Impiannya punya besan kaya sudah t
Entah sudah berapa lama Aneska berdiam diri di dalam toilet, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Ibu Billy ingin bertamu ke rumah mereka.Rumah Himawan tepatnya.Aneska tak mungkin membawanya. Dia jadi terjebak oleh rencana Jane sahabatnya."Bil, coba kamu panggil," ucap Dewi yang merasa ini tidak wajar."Biarin aja, Bu. Mungkin lagi ngeden," jawab Billy santai. Dia memang tidak peduli pada wanita itu.Ck"Lama!" Dewi berdecak. Ia mulai merasakan kecurigaan dari sikap Aneska. Aneska memasang senyum palsu begitu keluar dari toilet. Dia pun mengajak keduanya turun untuk makan di bawah, "Tante dan Billy menginap saja di sini, aku sudah pesankan kamar.""Loh, kamu tidak ada rencana membawa kami ke rumah orang tuamu?" Dewi mengeryit heran. Aneska memalingkan wajah, menggigit bibir bawahnya. Membawanya ke rumah Susi bukanlah pilihan yang tepat. Bisa-bisa ibunya itu akan bikin ulah dan malu. "Ayah sedang liburan, Tan. Mungkin lusa baru pulang." Aneska beralasan meskipun benar adanya
Aldi merencanakan liburan untuk mereka. Ada Himawan dan juga Ranu. Meninggalkan sejenak kesibukan di dunia kerja.Pagi ini pesawat yang membawa mereka telah tiba di Bali. Aldi membawa mereka ke sebuah rumah yang bagian belakangnya menghadap ke pantai."Kamu nyewa rumah, Mas. Kan cuma tiga hari saja?" Serena merasa ini terlalu berlebihan mengingat mereka hanya enam orang saja.Belum lagi Aldi menjawab, Serena sudah terpukau oleh gambar besar yang ruangannya baru saja ia masuki, "I-ini rumah Mas Aldi?"Pria itu menjawab dengan pelukan di pinggang sang istri. Dagunya jatuh tepat di bahu Serena, "Ini milikmu sayang. Hadiah pernikahan tujuh tahun yang lalu. Mas baru sempat menunjukkannya setelah selesai di renovasi.Serena terharu, ternyata suaminya sudah menyiapkannya rumah sejak dulu, pantas saja ada foto menikah mereka di atas tempat tidur king size."Sayang, ini bukan sekedar liburan untuk kita. Mas Aldi ingin kita memiliki anak lagi, kamu mau kan?" Kini mereka berhadapan saling m
"Jangan melamun, seharusnya kamu manfaatin ini dengan baik. Kalau aku jadi kamu inilah kesempatan buat balas sakit hati kakak iparmu itu." Jane terus membisikkan semangat untuk Aneska.Jane diam saat melihat sosok Dewi datang mendekati merekam"Anes, sudah saatnya kita pergi dan kamu, siapa namamu?" Dewi begitu ramah memperlakukan Aneska berbeda dengan Jane."Siap, saya Jane," jawab Jane cepat."Kamu tidak perlu ikut," ucap Dewi sedikit ketus."Saya juga tidak mau ke sana, tugas saya hanya memastikan kalau adik saya sudah di nikahi. Itu saja." Jane tidak begitu menyukai Dewi yang cepat berubah pikiran. Terlihat mata duitan. Dia membayangkan kalau Dewi tau Anes sudah didepak dari keluarga Himawan pastilah dia akan membenci Aneska. Setelahnya ia pun pamit pada Aneska, tak lupa mengucapkan selamat dengan tawa."Sudah, ayo pulang!" Billy mengajak keduanya. Ia terlalu lelah dan pusing dengan apa yang sudah terjadi.Di rumah Aneska di antar ke kamar, sedangkan Billy menyusul ibunya k
Susi masuk ke dalam, ia meminta handphone dengan menengadahkan tangannya, "Berikan cepat!" perintahnya.Dodi menyembunyikan di balik tubuh kurusnya, "Nggak mau, ini privasiku, Bu," tolaknya."Privasi-privasi? Emangnya kamu siapa pakai privasian segala. Makanmu saja masih ibu yang tanggung sok segala privasi." Susi mengomel sambil melotot, "cepat sini!""Nggak, nanti ibu ambil semua." Dodi tetap bersikeras memegangnya. Susi geram dan akhirnya maju lalu merebutnya dengan paksa."Bu!" protes Dodi saat benda pipih yang menyimpan rahasia m bankingnya sudah beralih ke tangan ibunya."Udah diem!" Susi menggulirnya dan menemukan pesan m banking senilai sepuluh juta rupiah, "Apa yang kamu jual ha? Ini uang dari mana?" Susi marah dan menatap kakak dari Aneska itu."Sembarangan ibu tuduh aku menjual, yang ada ibu tuh yang sudah jual sofa sama lemari. Terpaksa duduk di lantai kita," gerutu Dodi tak terima."Ibu jual juga biar kita bisa makan, kau pikir sekarang mau dapat duit dari mana, Ane
"Bu, jangan menangis, bisa saja ini akal-akalan mereka. Kita pulang saja sekarang!" Sudah satu jam sejak Dewi bangun dari pingsannya.Billy menenangkannya, tapi ibunya menolak untuk pulang, "Jangan mudah tertipu dengan orang yang tidak kita kenal," katanya lagi agar ibunya segera menurut."Kamu nggak kenal dia? Apa kamu mau lepas dari tanggung jawab? Nih, nih, lihat wajahnya baik-baik, kalian pernah ketemu kan di forum bisnis?" Jane mengangkat dagu Aneska agar wajah itu terlihat jelas oleh Billy.Billy terkejut, sekarang dia melihatnya dengan jelas, tadi saat di tempat tidur dia hanya melihatnya dari samping."Kau!" ucapnya pelan. Billy meneguk ludahnya. Bertanggung jawab dengan perempuan jahat yang pernah mencelakai Serena, mustahil baginya.Billy tak akan lupa dengan perbuatannya yang turut andil dalam perpisahan Serena dulu.Dewi berdiri, ia mendatangi gadis yang sudah tidur dengan anak kesayangannya, ia menatap Aneska dari ujung kaki hingga kepala.Kulitnya bersih, sepertinya
Aaaa...."Brisik! Jadi cowok kok menjerit," ucap Aneska santai, ia tengah duduk bersandar di headboard sambil meniup-niup kukunya."Tidak, ini tidak mungkin! Ya Tuhan! Apa yang sudah terjadi padaku?" Billy rasanya ingin menangis, dia lebih fokus pada dirinya sendiri dari pada dengan Aneska.Ingatannya kemudian berputar pada kejadian tadi malam, temannya mengajak bertemu di club, tapi Billy tidak minum sampai seorang bartender wanita berkepala plontos mengantarkan jus kepadanya."Tuan, ini jus khusus untuk pengunjung yang tidak suka alkohol." Jane yang menyamar meletakkannya di atas meja. Billy sempat mengucapkan terima kasih.Kedua temannya mengajak bersulang dan Billy pun meminum jus itu perlahan, namun sampai habis tak bersisa."Kasihan, pasti dari tadi kamu haus," komentar temannya.Billy mengangkat bahunya, "Aku bukan peminum seperti kalian," kata Billy, "oh ya, sepertinya aku harus pergi sekarang." Billy kemudian pamit."Ya, silahkan, terima kasih sudah datang ke sini!" ucap
"Sia*lan! Dia memutus pemasukanku, Bu. Dari mana lagi kita akan dapat uang?" Aneska terkejut saat gajian dia hanya menerima yang semestinya sedangkan uang yang selalu ia terima tiap bulan di luar gaji benar-benar di stop oleh Serena.Sudah satu bulan dia memilih diam dan tak mengusik Serena, semua ia lakukan demi mengambil hati ayahnya kembali. Dengan kata lain Aneska ingin di akui kembali oleh Himawan sebagai anak."Lantas kita harus apa? Ibu juga sudah pusing nggak pernah menyimpan uang lagi." Susi ikut menggerutu, "kamu sih Nes, harusnya jangan gegabah!""Ibu kok nyalahin aku? Padahal ibu sendiri yang nggak sabaran sampai melabrak anaknya si Serena. Sekarang semuanya apes. Mana saham yang atas namaku udah ditarik lagi." Aneska ingin mengumpat saja. Punya keluarga tidak ada yang bisa di andalkan. Belum lagi Susi yang hobinya berjudi padahal selalu kalah. "Kenapa nggak rayu lagi ayah angkatmu, jangan nyerah minta maaf. Demi uang apapun harus kau lakukan." Susi memberi saran.
Aneska di pulangkan ke rumah orang tuanya, tapi tidak dengan pekerjaan. Dia masih mengelola salah satu hotel di Jakarta. Himawan kembali menarik saham yang pernah di atasnamakan untuk putri angkatnya itu.Bukan hanya dia saja, Serena juga di berikan kepercayaan yang jelas sudah ia tolak karena merasa tidak perlu. Serena hanya takut Aneska semakin membencinya. "Kamu berpengalaman, ayah akan menjadikanmu pimpinan di atas Aneska agar dia tidak semena-mena lagi." Himawan tetap memaksa. Dia sudah menerima Serena dan juga Ranu cucunya. Kekecewaannya terhadap Aneska sangat dalam. Aldi senang saja mendengarnya. Istrinya sekarang punya saham sendiri dan menjadi pimpinsn di salah satu hotel mereka."Mas, Aneska akan semakin membenciku," protes Serena saat mereka berdua di kamar."Justru dengan kau di atasnya, dia akan takut berbuat jahat. Ayah sudah mengancamnya, kalau dia nekat menyakitimu maka tak ada yang diberikan ayah untuknya. Lagi pula kau sudah memiliki wewenang bila dia melakukan