Bab 5
"Serena, kembalilah padaku, lupakan tentang perceraian." Aldi menatap, menghiba membuat Serena menunduk, tidak berani menatap mata Aldi yang kini teduh.Serena menatap ke luar, "Aldi, aku sudah di lamar," aku Serena jujur. Sejujurnya dia pun mulai bingung. Aldi tidak bersalah sepenuhnya, namun ia pun telah pergi terlalu jauh dan dalam waktu yang lama, tapi kepergiannya juga punya alasan, "aku nggak mungkin menyakitinya."Serena berada dikebimbangan yang nyata, kebaikan Billy tidak bisa di nilai sebelah mata karena menginginkan dirinya. Billy tulus dan menganggap Ranu seperti putranya sendiri. Saat anak itu sakit Billy selalu siap memdampingi Serena, bukan hanya waktu melainkan biaya yang tidak sedikit, rela Billy gelontorkan untuknya.Tring tringTring tringPonsel di saku Aldi berbunyi, pria itu segera merogoh sakunya lalu mengangkat panggilan."Bos, Keluarga Sutomo meminta hotel Karisma pada Tuan Adolf," ucap Benu di telpon."Tidak bisa, kita sudah sepakat. Lagi pula aku sudah menyiapkan uangnya," kata Aldi setelah terkejut mendengarnya."Sekarang Pak Sutomo dan Tuan Adolf ada di restauran hotel," lapor Benu yang baru dapat kabar dari staf di hotel.Aldi tampak memijat keningnya, dia tahu Sutomo orangnya sulit di tebak, bisa jadi dia menaikkan harga untuk mendapatkan hotel itu."Kita ketemu di hotel, aku akan segera ke sana," ucap Aldi lalu menutup telponnya tanpa menunggu Benu bicara.Dia harus pergi, tapi dia juga takut Serena lari darinya, meskipun dia sudah tahu di mana Serena tinggal."Seren, aku harus pergi sekarang. Ku mohon tinggallah di sini. Kita belum selesai bicara!" Aldi meraih kedua pundak Serena berharap istri kecilnta itu menurut."Aldi aku serius mengenai calon suami." Seren yang masih kekanakan tidak bisa membiarkan ini berlarut."Aku akan bicara pada laki-laki itu," putus Aldi, "Kau milikku Seren, akan selamanya milikku!" tegasnya lagi dengan keyakinan penuh.Serena terdiam sampai sesuatu menyentuh keningnya tiba-tiba.CupKecupan di kening membuat darah Serena berdesir, Aldi pergi meninggalkannya di kamar yang masih asing itu.Aldi menuruni tangga lalu berjalan ke arah dapur, "Mbok, layani istriku dengan baik, jangan biarkan dia pergi sebelum aku pulang!""Nggeh, Pak!" jawab Mbok Darmi patuh.Bukannya Aldi tak ingin menyelesaikan masalah mereka, namun hotel yang sudah akan ia beli ini pun harus diselamatkan dari Sutomo mantan ayah mertuanya.Sejak bercerai dari Lydia hubungan mereka menjadi kurang baik, Sutomo seolah menganggap keluarga Himawan saingan terlebih pada Aldi kebenciannya sangatlah besar. Padahal perceraian mereka atas persetujuan Lydia.Aldi tiba di hotel dan Benu menunggunya di lobi. Mereka langsung berjalan menuju restauran tempat Adolf dan Sutomo bertemu."Aku berani bayar di atas kesepakatan kalian berdua." Terdengar suara Sutomo sedang melobi Tuan Afolf.Pria bule yang berasal dari Australia itu masih diam menunggu Sutomo melanjutkan bicaranya. Tanpa mereka sadari Aldi sudah dekat di sana, namun dia ingin mendengar lebih jauh."Aku dengar, anda akan meninggalkan Indonesia dan membesarkan usaha di negara anda. Aku datang berbaik hati menambah harga yang anda tawarkan pada Aldi.""Aku sudah berjanji tidak menjualnya pada orang lain." Tuan Adolf masih memegang janjinya."Bayangkan berapa uang yang kutambah dari harga sebenarnya?" Sutomo menganggap Adolf akan luluh dengan uangnya."Ini bukan hanya tentang uang, tapi juga tentang perjanjian dan aku sudah sepakat menjualnya pada Aldi." Tuan Adolf nyatanya tidak tertarik dengan penawaran Sutomo.Sutomo memalingkan wajahnya, Kesempatannya ingin unggul dari Aldi sepertinya belum akan tercapai apa lagi menghancurkan pemilik hotel terbanyak itu."Baiklah, kuharap kau merubah keputusanmu dan aku masih menunggunya." Sutomo berdiri, ia meletakkan satu kartu namanya di atas meja."Om Sutomo!" panggil Aldi saat pria yang berambut putih itu melewati kursinya. Sutomo berhenti dan menoleh."Sampai kapan Om terus mengacaukan rencanaku?" Suara Aldi terdengar dingin.Sutomo menatapnya tajam lalu mengangkat tangannya ke atas, "Sampai kau tak bernilai seperti debu," ucapnya dengan memperagakan debu yang dihebuskan dari telapak tangan."Aku rasa masalah pribadi tidak pantas dikaitkan dengan bisnis." Aldi tidak tersinggung, justru ia merasa senang melihat Sutomo yang kesal."Kau sudah menyakiti Lydia, itu artinya kau adalah musuh terbesarku." Wajah Sutomo penuh dendam."Aku dan Lydia sama-sama tidak keberatan bercerai, seharusnya Om paham itu. Lagi pula di antara kami tidak ada anak, kenapa Om menyiksa diri dengan dendam?"Sutomo tidak menjawab, dia memilih pergi meninggalkan mantan menantunya itu dengan perasaan marah.Aldi berpikir hal perceraiannya dulu hanya masalah sederhana saja, tapi tidak bagi keluarga Sutomo, mereka merasa tercoreng namanya dan tidak terima karena Lydia putrinya menjadi janda.^^^^^^Serena akhirnya turun ke bawah setelah sempat bimbang antara mau pergi atau tidak. Di bawah Mbok Darmi datang menghampirinya."Ibu butuh sesuatu?" tanyanya dengan sopan.Serena menatap wanita paruh baya itu, "Saya mau pergi, katakan pada Bapak, temui saya di rumah paman saja!" Serena berpesan. Menurutnya lebih baik pergi saja. Berdua dengan Aldi takut membuat hatinya luluh."Punten, Bu! Kata bapak, Ibu tidak boleh pergi." Mbok Darmi menyampaikan amanah Aldi.Serena tidak bisa ada di sini, dia merasa seperti menghianati Billy. Serena menghela nafasnya sesaat, "Saya harus pergi, Bi," putus Serena. Ia melangkah menuju pintu utama.Mbok Darmi mengikutinya sambil berkata, "Bu, tolong tunggu sebentar lagi, saya hubungi bapak terlebih dahulu." Mbok Darmi berusaha menahan Serena."Nggak usah, Bi. Nanti saja beritahu dia," kata Serena setelah menghentikan langkahnya. Mereka sudah berada di pintu.Mbok Darmi tidak tahu harus bagaimana mencegah wanita berkulit putih, bermata bulat itu. Dia tersenyum canggung, namun tiba-tiba suara gerimis terdengar lalu perlahan menderas.Sementara Serena menghela nafas, lain dengan Mbok Darmi. Wanita itu bersyukur dalam hati hingga senyumnya tak canggung lagi.Keduanya masih berdiri di dekat pintu menghadap ke arah halaman sampai sebuah mobil minicooper berhenti.Seorang wanita muda keluar dan berlari kecil menuju pintu, ia berhenti menatap Serena sebentar lalu Mbok Darmi."Bapak tidak ada di rumah," ucap Mbok Darmi pada wanita yang mengibas-ibaskan tangannya di baju yang sedikit basah."Aku tahu, Mas Aldi ada rapat penting," balasnya, "aku mau istirahat, bangunkan aku saat Mas Aldi pulang!"Wanita itu melewati Serena tanpa bertanya, gayanya terlihat angkuh. Dia meninggalkan pintu utama dan masuk ke salah satu pintu di lantai bawah.Serena tampak mengingati, wajah wanita itu seperti familiar. Serena ingin bertanya, namum urung. Untuk apa dia tahu, toh itu tidak penting baginya."Selalu seperti itu, datang sesuka hatinya," ucap Mbok Darmi hingga membuat Serena menoleh. Wanita yang semula kesal itu lantas tersenyum, "hampir setiap malam menginap di sini, padahal bapak nggak suka.""Memangnya dia siapanya bapak, Mbok?" Akhirnya Serena terpancing untuk tahu."Loh, ibu ndak tau, to?" Serena menggeleng, "Dia adik iparnya, ibu. Adiknya bapak," jelas Mbok Darmi sedikit heran.Serena baru ingat tujuh tahun yang lalu wajah wanita tadi sering muncul di hotel."Ibu nggak jadi pergi kan?" Mbok Darmi berharap iya."Mungkin setelah hujan reda," jawab Serena tak bersemangat.Mbok Darmi pun mengajaknya duduk di sofa ruang tamu. Serena menurut saja, wanita paruh baya itu juga menghidangkan teh juga camilan agar Serena betah.Alam sepertinya sedang berpihak pada Aldi dan Tuhan mengabulkan doa Mbok Darmi. Aldi pulang saat hari telah berganti malam, tepat pukul delapan malam."Di mana istriku, Mbok?" Hal pertama yang Aldi tanya, seolah takut Serena nekat pergi. Tidak, Aldi tidak sanggup membayangkan hal itu terjadi."Ibu ada di sofa, dia sempat mau pergi, tapi tiba-tiba hujan deras, jadi ketiduran di sofa. Mbok nggak tega membangunkannya," jawab Mbok Darmi.Wajah Aldi berubah lega setelah mendengarnya."Pak, di kamar bawah ada Non Anes," lapor Mbok Darmi.Aldi menghela nafasnya, "Ya sudah, Mbok tidur saja sebelum dia bangun, sebelum banyak perintah!" titah Aldi.Mbok Darmi tersenyum mendengarnya, "Oh iya, Pak. Di meja sudah ada makanan dan masih hangat, mungkin Ibu mau makan saat Bangun nanti.""Terimakasih, Mbok, sudah menjaga istriku!"Mbok Darmi mengangguk dan berlalu ke bagian belakang, di mana kamarnya berada.Aldi berjalan pelan, tak ingin membangunkan Serena, dia berjongkok tepat di hadapan wajah cantik yang terlelap itu. Senyum Aldi terkembang, perlahan jarinya menyelipkan sedikit rambut Serena ke belakang telinga."Sayang, aku akan buat kamu tidak bisa jauh dariku!"Tidak sulit membawa tubuh Serena yang ramping menaiki tangga menuju kamar utama. Sambil memandang wajah yang tidak terusik itu, senyum Aldi terus terpatri di bibirnya yang sedikit tebal.Aldi tetap tampan meski usianya sudah lebih dari empat puluh tahun, tubuhnya masih terlihat bugar dan mempesona.Meski begitu, Aldi adalah sosok pria yang sukar jatuh cinta. Dia hanya pernah mencintai Lydia sebelum Serena. pengkhianatan Lydia lah alasan mereka bercerai. Awalnya Lydia menolak karena dia sangat mencintai Aldi dan mengaku khilaf.Sayangnya Aldi mendapat bukti lebih dari satu saat Lydia dan selingkuhannya bermalam di hotel Sutomo.Lydia yang berpikir Aldi sangat mencintainya dan percaya padanya bisa dia bohongi. Lydia memohon agar Aldi tidak menceraikannya, karena orang tuanya akan malu, tapi Aldi sudah bulat tekadnya sampai akhirnya Aldi menunjukkan rekaman video panasnya, saat itulah Lydia bersedia bercerai asal Aldi tidak menunjukkan video itu pada keluarga besar mereka. Hampir satu
Bab 7"Maaf, aku lupa mengunci pintu, dia Anes, adikku," kata Aldi yang mengerti raut wajah Serena."Aku tahu, sepertinya dia marah. Mungkin tidak suka aku di sini." Serena teringat dengan kejadian semalam saat Anes datang tak menyapa."Anes itu baik, aku belum ngenalin kamu ke dia."Serena tidak bodoh dalam menilai, sebelum wanita itu ke luar dari kamar tatapannya sempat tajam pada Serena."Meski kurus, ternyata istriku ini cukup berat," ucap Aldi bergurau."Ihh...!"Serena mencubit bahu kekar Aldi hingga membuat pria itu terkekeh lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi."Apa terlalu sakit?" tanya Aldi. Serena mengangguk malu, "Ya sudah, biar aku yang mandiin."Aldi sudah meletakkan Serena di atas meja dekat wastafel.Serena menggeleng cepat, "Nggak mau, aku mandi sendiri aja." Serena menolak, dia tidak terbiasa begini apa lagi dengan perpisahan mereka selama ini. Ini kali kedua mereka menjadi intim.Aldi tersenyum, "Kamu malu?"Serena memalingkan wajahnya yang tampak mero
Bab 8Serena berdiri lalu masuk ke dalam kamar dan menerima panggilan itu."Mami, kangen ...!" Suara Ranu terdengar di ujung."Mami juga sayang, maaf ya, hari ini mami sibuk, nggak sempat menghubungi abang!" ucap Serena pelan, sesekali ia melirik ke pintu kamar."Mami, video call yuk!" Ranu yang kangen tentu tidak puas hanya mendengar suara saja."Aduh, gimana ya! Mami lagi sibuk di rumah uti, nanti malam saja ya sebelum Ranu tidur." Serena pun sama rindunya, namun terlalu beresiko bila video call, bisa-bisa Aldi mendengar suaranya."Baiklah!" Serena jadi tidak tega mendengar suara putranya yang tidak bersemangat."Aku akan menemani Seren ke Singapura dan membawanya menetap di sini," ucap Aldi di luar."Bagus itu, biar kami bisa sering ketemu, kasihan dia jauh di sana." Arman setuju dan terlihat senang, "tapi, apa kamu bisa jamin mantan istrimu itu nggak mengganggu Serena lagi?"Yuni setuju dengan pertanyaan suaminya."Aku akan lindungi Serena apapun yang terjadi. Setelah pindah, a
Bab 9Serena yang bekerja sebagai manager pemasaran, hari ini membuat surat pengunduran diri. Dia mendatangi sekretaris Billy yang bernama Tari."Eh, Serena mau ketemu calon suami?" sambut Tari dengan senyumnya yang khas."Nggak, Tar. Aku mau nitip ini sama kamu, tolong berikan pada Pak Billy besok pagi."Tari menerimanya dan membaliknya, "Nggak ada tulisannya, memangnya ini surat apa?""Ada deh, kamu serahin aja sama Pak Billy."Serena enggan menjelaskan, takut Tari akan menanyai alasannya. "Kalau nggak berhubungan dengan kantor, kamu aja deh, Ser." Tari hendak mengembalikan lagi suratnya, tapi Serena menggeleng dan menahannya."Kamu aja, Tar. Aku permisi ya, masih banyak kerjaan." Serena meninggalkan Tari dengan sedikit berlari.Tari tersenyum melihat menager perusahaan itu, dia memang tahu hubungan Bosnya dan Serena.Tari meletakkan kertas putih itu di atas mejanya, karena hari ini Billy berada di luar kota. Besok pagi akan ia serahkan.Serena membawa sedikit barangnya yang tid
Bab 10Serena hilang bagai di telan bumi, Aldi membayar orang untuk memeriksa semua penerbangan dari Singapura, selama satu minggu terakhir, tidak peduli berapa uang yang harus keluar.Bagi Aldi Serena harus segera di temukan."Pak Aldi, tidak ada nama Serena Pricilia, di daftar penerbangan manapun," lapor pria yang di bayar Aldi. Urat wajah Aldi langsung tegang, tanpa menunggu pria itu bicara, ia telah melemparkan ponselnya ke dinding hingga terburai menjadi beberapa serpihan."Aldi, sabar! Serena pasti akan ditemukan!" Arman yang ada di dekatnya terkejut, namun segera menghibur meski dirinya juga sangat khawatir terhadap keponakannya itu."Ini semua salahku, seharusnya aku tinggalkan saja pekerjaan." Aldi menyalahkan dirinya juga, "apa setidak ingin itu Serena kembali padaku?"Satu titik air mata jatuh. Ya, serapuh itu Aldi sampai-sampai tidak peduli Arman melihat tangisnya."Di, hanya ada satu jalan untuk menemukan Serena," kata Arman, teringat tentang satu nama. Aldi menoleh pa
Bab 11Hampir satu minggu lamanya Billy mencari keberadaan Serena, baru hari ini dia dapat petunjuk. Billy sedang bersiap sambil di temani mamanya."Sudah cerai kok malah kabur? Harusnya kan senang mau dilamar," komentar Dewi, ibunya, "kapan lagi dapat suami seperti kamu, udah mapan, nerimo lagi.""Serena pergi pasti ada alasannya, Ma," sahut Billy sambil memasukkan beberapa bajunya ke dalam cover."Memangnya sudah pasti dia di Bandung?" Dewi ingin memastikan, takut Billy akan lelah mencari Serena, ini saja sudah hampir seminggu nggak ke kantor."Iya, Ma. Serena naik pesawat ke Jakarta, terus lanjut naik bus. Billy hanya mencari alamatnya saja. Doain ya!" ucap Billy seraya menyentuh kedua bahu wanita yang mengenakan hijab itu."Nggak diminta juga, mama terus doain kok, meskipun banyak lagi yang mau sama kamu, tapi pilihanmu kan tetap Serena.""Mama!" tegur Billy saat mamanya ingin memulai. Seperti itulah ibunya, jika di tanya jawabnya setuju, tapi di belakang sering menggerutu. "I
Bab 12Serena berangkat pukul sembilan pagi, sebelum itu dia mengantar Ranu ke sekolah. Untuk pekerjaan rumah, Hilda yang menghandlenya."Hil, mbak pulangnya agak lama, pintunya di kunci aja ya, mbak bawa kunci serep satu," ucap Serena yang sedang mematut dirinya di depan cermin. Hari ini dia memakai celana jeans sepanjang betis, di padu dengan baju kaos berwarna merah, tidak sempit ataupun terlalu longgar. Rambut Serena di ikat tinggi, bagi yang tidak mengenalnya pasti mengira dia masih gadis. Tubuh mungil serta kulit bersih menjadikan Serena terlihat lebih muda dari usianya yang sudah hampir tiga puluh. "Lemburnya hampir tiap malam, Mbak?""Iya, kali ini ada yang booking untuk acara keluarga." Serena merapikan lipstick yang sedikit melewati garis bibir.Hilda duduk di atas ranjang, masih memegang pakaian kotor yang hendak di cuci, "Mbak, yakin kerja di restauran itu?"Serena membalik tubuhnya lalu mengeryit, "Buktinya udah mbak jalanin, Hil.""Tapi, Mbak lelah loh, pergi pagi
Bab 13"Ma-s Aldi." Serena terperangah tak menyangka dengan apa yang dilihatnya, padahal dia sudah menunggu beberapa menit sampai yakin kalau Aldi sudah pergi, tapi nyatanya pria itu berdiri di hadapannya.Tin tinBenu membunyikan klakson mobil yang sudah dibawa nya mendekat ke taman.Tanpa suara tiba-tiba Aldi mengangkut tubuh Serena lalu memanggulnya di bahu."Mas Aldi, turunkan aku!" Serena memekik seraya memukuli punggung Aldi, namun itu tidak ada rasanya sama sekali, Aldi membawa tubuh itu menuju jalan raya."Mas Aldi, turunkan aku!" pekik Serena lagi sampai Aldi memasukkannya ke dalam mobil."Mas, aku nggak mau ikut," ucap Serena sambil berusaha untuk keluar.Aldi mendorongnya semakin dalam, lalu dia masuk ke dalam mobil, "Cepat bawa ke hotel, Nu!"Benu yang sudah siap di balik kemudi langsung menjalankan mobil."Mas Aldi, aku mau turun!" ucap Serena lagi, tapi lagi-lagi Aldi tidak peduli. Lelah meminta membuat Serena akhirnya diam, namun kepalanya mulai memikirkan sesuatu.
Kepulangan Himawan dipercepat guna memberikan keleluasaan pada Aldi dan Serena di Bali. Ia sengaja membawa Ranu cucunya agar tidak mengganggu.Himawan ingim cucu yang banyak sebelum ajal memanggilnya. Hari ini dia ingin mengecheck keadaan salah satu hotel yang kebetulan dipimpin oleh menantunya, tapi melihat Billy dan mendengar pengakuan ibunya membuat Himawan terkejut."Ayah, maaf tidak mengabari sebelumnya." Aneska muncul dari balik pohon. Sungguh ia sangat takut jika Himawan akan membongkar siapa dirinya saat ini."Ini kebetulan sekali," seru Dewi senang, "kata Aneska Pak Himawan sedang liburan ternyata sudah pulang." Dewi tersenyum sangat ramah tapi berbeda dengan Billy yang tampak datar lalu Aneska yang wajahnya tampak tidak nyaman. "Ya, saya juga ingin mendengar cerita tentang mereka berdua." Himawan menyambut ucapan Dewi. Ia pun mengajak mereka ke rumahnya, termasuk Aneska juga. Sampai di sana Dewi takjub melihat rumah Himawan yang besar. Impiannya punya besan kaya sudah t
Entah sudah berapa lama Aneska berdiam diri di dalam toilet, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Ibu Billy ingin bertamu ke rumah mereka.Rumah Himawan tepatnya.Aneska tak mungkin membawanya. Dia jadi terjebak oleh rencana Jane sahabatnya."Bil, coba kamu panggil," ucap Dewi yang merasa ini tidak wajar."Biarin aja, Bu. Mungkin lagi ngeden," jawab Billy santai. Dia memang tidak peduli pada wanita itu.Ck"Lama!" Dewi berdecak. Ia mulai merasakan kecurigaan dari sikap Aneska. Aneska memasang senyum palsu begitu keluar dari toilet. Dia pun mengajak keduanya turun untuk makan di bawah, "Tante dan Billy menginap saja di sini, aku sudah pesankan kamar.""Loh, kamu tidak ada rencana membawa kami ke rumah orang tuamu?" Dewi mengeryit heran. Aneska memalingkan wajah, menggigit bibir bawahnya. Membawanya ke rumah Susi bukanlah pilihan yang tepat. Bisa-bisa ibunya itu akan bikin ulah dan malu. "Ayah sedang liburan, Tan. Mungkin lusa baru pulang." Aneska beralasan meskipun benar adanya
Aldi merencanakan liburan untuk mereka. Ada Himawan dan juga Ranu. Meninggalkan sejenak kesibukan di dunia kerja.Pagi ini pesawat yang membawa mereka telah tiba di Bali. Aldi membawa mereka ke sebuah rumah yang bagian belakangnya menghadap ke pantai."Kamu nyewa rumah, Mas. Kan cuma tiga hari saja?" Serena merasa ini terlalu berlebihan mengingat mereka hanya enam orang saja.Belum lagi Aldi menjawab, Serena sudah terpukau oleh gambar besar yang ruangannya baru saja ia masuki, "I-ini rumah Mas Aldi?"Pria itu menjawab dengan pelukan di pinggang sang istri. Dagunya jatuh tepat di bahu Serena, "Ini milikmu sayang. Hadiah pernikahan tujuh tahun yang lalu. Mas baru sempat menunjukkannya setelah selesai di renovasi.Serena terharu, ternyata suaminya sudah menyiapkannya rumah sejak dulu, pantas saja ada foto menikah mereka di atas tempat tidur king size."Sayang, ini bukan sekedar liburan untuk kita. Mas Aldi ingin kita memiliki anak lagi, kamu mau kan?" Kini mereka berhadapan saling m
"Jangan melamun, seharusnya kamu manfaatin ini dengan baik. Kalau aku jadi kamu inilah kesempatan buat balas sakit hati kakak iparmu itu." Jane terus membisikkan semangat untuk Aneska.Jane diam saat melihat sosok Dewi datang mendekati merekam"Anes, sudah saatnya kita pergi dan kamu, siapa namamu?" Dewi begitu ramah memperlakukan Aneska berbeda dengan Jane."Siap, saya Jane," jawab Jane cepat."Kamu tidak perlu ikut," ucap Dewi sedikit ketus."Saya juga tidak mau ke sana, tugas saya hanya memastikan kalau adik saya sudah di nikahi. Itu saja." Jane tidak begitu menyukai Dewi yang cepat berubah pikiran. Terlihat mata duitan. Dia membayangkan kalau Dewi tau Anes sudah didepak dari keluarga Himawan pastilah dia akan membenci Aneska. Setelahnya ia pun pamit pada Aneska, tak lupa mengucapkan selamat dengan tawa."Sudah, ayo pulang!" Billy mengajak keduanya. Ia terlalu lelah dan pusing dengan apa yang sudah terjadi.Di rumah Aneska di antar ke kamar, sedangkan Billy menyusul ibunya k
Susi masuk ke dalam, ia meminta handphone dengan menengadahkan tangannya, "Berikan cepat!" perintahnya.Dodi menyembunyikan di balik tubuh kurusnya, "Nggak mau, ini privasiku, Bu," tolaknya."Privasi-privasi? Emangnya kamu siapa pakai privasian segala. Makanmu saja masih ibu yang tanggung sok segala privasi." Susi mengomel sambil melotot, "cepat sini!""Nggak, nanti ibu ambil semua." Dodi tetap bersikeras memegangnya. Susi geram dan akhirnya maju lalu merebutnya dengan paksa."Bu!" protes Dodi saat benda pipih yang menyimpan rahasia m bankingnya sudah beralih ke tangan ibunya."Udah diem!" Susi menggulirnya dan menemukan pesan m banking senilai sepuluh juta rupiah, "Apa yang kamu jual ha? Ini uang dari mana?" Susi marah dan menatap kakak dari Aneska itu."Sembarangan ibu tuduh aku menjual, yang ada ibu tuh yang sudah jual sofa sama lemari. Terpaksa duduk di lantai kita," gerutu Dodi tak terima."Ibu jual juga biar kita bisa makan, kau pikir sekarang mau dapat duit dari mana, Ane
"Bu, jangan menangis, bisa saja ini akal-akalan mereka. Kita pulang saja sekarang!" Sudah satu jam sejak Dewi bangun dari pingsannya.Billy menenangkannya, tapi ibunya menolak untuk pulang, "Jangan mudah tertipu dengan orang yang tidak kita kenal," katanya lagi agar ibunya segera menurut."Kamu nggak kenal dia? Apa kamu mau lepas dari tanggung jawab? Nih, nih, lihat wajahnya baik-baik, kalian pernah ketemu kan di forum bisnis?" Jane mengangkat dagu Aneska agar wajah itu terlihat jelas oleh Billy.Billy terkejut, sekarang dia melihatnya dengan jelas, tadi saat di tempat tidur dia hanya melihatnya dari samping."Kau!" ucapnya pelan. Billy meneguk ludahnya. Bertanggung jawab dengan perempuan jahat yang pernah mencelakai Serena, mustahil baginya.Billy tak akan lupa dengan perbuatannya yang turut andil dalam perpisahan Serena dulu.Dewi berdiri, ia mendatangi gadis yang sudah tidur dengan anak kesayangannya, ia menatap Aneska dari ujung kaki hingga kepala.Kulitnya bersih, sepertinya
Aaaa...."Brisik! Jadi cowok kok menjerit," ucap Aneska santai, ia tengah duduk bersandar di headboard sambil meniup-niup kukunya."Tidak, ini tidak mungkin! Ya Tuhan! Apa yang sudah terjadi padaku?" Billy rasanya ingin menangis, dia lebih fokus pada dirinya sendiri dari pada dengan Aneska.Ingatannya kemudian berputar pada kejadian tadi malam, temannya mengajak bertemu di club, tapi Billy tidak minum sampai seorang bartender wanita berkepala plontos mengantarkan jus kepadanya."Tuan, ini jus khusus untuk pengunjung yang tidak suka alkohol." Jane yang menyamar meletakkannya di atas meja. Billy sempat mengucapkan terima kasih.Kedua temannya mengajak bersulang dan Billy pun meminum jus itu perlahan, namun sampai habis tak bersisa."Kasihan, pasti dari tadi kamu haus," komentar temannya.Billy mengangkat bahunya, "Aku bukan peminum seperti kalian," kata Billy, "oh ya, sepertinya aku harus pergi sekarang." Billy kemudian pamit."Ya, silahkan, terima kasih sudah datang ke sini!" ucap
"Sia*lan! Dia memutus pemasukanku, Bu. Dari mana lagi kita akan dapat uang?" Aneska terkejut saat gajian dia hanya menerima yang semestinya sedangkan uang yang selalu ia terima tiap bulan di luar gaji benar-benar di stop oleh Serena.Sudah satu bulan dia memilih diam dan tak mengusik Serena, semua ia lakukan demi mengambil hati ayahnya kembali. Dengan kata lain Aneska ingin di akui kembali oleh Himawan sebagai anak."Lantas kita harus apa? Ibu juga sudah pusing nggak pernah menyimpan uang lagi." Susi ikut menggerutu, "kamu sih Nes, harusnya jangan gegabah!""Ibu kok nyalahin aku? Padahal ibu sendiri yang nggak sabaran sampai melabrak anaknya si Serena. Sekarang semuanya apes. Mana saham yang atas namaku udah ditarik lagi." Aneska ingin mengumpat saja. Punya keluarga tidak ada yang bisa di andalkan. Belum lagi Susi yang hobinya berjudi padahal selalu kalah. "Kenapa nggak rayu lagi ayah angkatmu, jangan nyerah minta maaf. Demi uang apapun harus kau lakukan." Susi memberi saran.
Aneska di pulangkan ke rumah orang tuanya, tapi tidak dengan pekerjaan. Dia masih mengelola salah satu hotel di Jakarta. Himawan kembali menarik saham yang pernah di atasnamakan untuk putri angkatnya itu.Bukan hanya dia saja, Serena juga di berikan kepercayaan yang jelas sudah ia tolak karena merasa tidak perlu. Serena hanya takut Aneska semakin membencinya. "Kamu berpengalaman, ayah akan menjadikanmu pimpinan di atas Aneska agar dia tidak semena-mena lagi." Himawan tetap memaksa. Dia sudah menerima Serena dan juga Ranu cucunya. Kekecewaannya terhadap Aneska sangat dalam. Aldi senang saja mendengarnya. Istrinya sekarang punya saham sendiri dan menjadi pimpinsn di salah satu hotel mereka."Mas, Aneska akan semakin membenciku," protes Serena saat mereka berdua di kamar."Justru dengan kau di atasnya, dia akan takut berbuat jahat. Ayah sudah mengancamnya, kalau dia nekat menyakitimu maka tak ada yang diberikan ayah untuknya. Lagi pula kau sudah memiliki wewenang bila dia melakukan