Setelah keluar dari ruangan Edward, Sylvia dan Edgar langsung berjalan keluar dari kantor. Sesampainya di depan, mobil mereka sudah menunggu kedatangan mereka. Lalu mereka langsung masuk kedalam mobil untuk pergi ke restoran. “Cari restoran yang mahal ya pak,” ucap Edgar.Sylvia yang sudah duduk di dalam mobil, ia langsung menimpali ucapan Edgar. “Gak usah jauh-jauh pak, cukup di restoran depan kantor aja.” “Baik nyonya muda,” sahut supir.“Kenapa cuma ke restoran depan sih?” tanya Edgar.“Ini tuh masih siang Edgar! Kalau kita pergi jauh-jauh hanya untuk makan. Waktu kita akan banyak terbuang untuk hal yang gak penting. Sebagai seorang pimpinan perusahaan, kamu harus memaksimalkan setiap waktu yang ada,” ucap Sylvia. Mendengar ucapan Sylvia, Edgar langsung berdecak dan mengalihkan pandangannya. “Mau makan aja masih diatur. Apa enaknya jadi pria kaku itu.” Sylvia yang samar-samar mendengar ucapan Edgar, ia langsung menimpalinya. “Jangan mengumpat dibelakang ku mengenai Edward.”“Ke
Edgar yang mendengar ucapan Sylvia, ia langsung melihat ke belakang. Tidak seperti Sylvia yang menganggap bahwa mobil sedan hitam yang ada dibelakang mobil mereka sebagai pembuntut. Edgar justru menaggap mobil itu hanya mobil biasa yang kebetulan jalan di jalan yang sama seperti mobil mereka.“Itu cuma perasaan kamu aja, ini kan jalan umum bukan jalan pribadi kita. Wajar kalau ada mobil yang jalan dibelakang mobil kita,” ucap Edgar.Sylvia yang tidak terima dengan anggapan Edgar, ia langsung menimpali ucapan Edgar. “Beda Edgar! Mobil itu terlalu mencurigakan. Kalau dia hanya pengendara jalan pada umumnya, mobil itu pasti akan menyalip mobil kita. Sedangkan mobil itu terus saja berjalan sangat hati-hati seakan sedang menjaga jarak dengan mobil kita.” Edgar yang tidak perduli dengan semua anggapan Sylvia, ia justru memilih memasang earphone ditelinga. Kemudian ia kembali melanjutkan gamenya yang sempat tertunda. Tidak lama kemudian mereka pun sampai kembali di kantor.“Nyonya muda! And
Setelah Sylvia beranjak dari kursi, ia langsung berjalan ke arah sofa untuk mengirimkan nomor rekening yang sudah dituliskan Edgar ke pak Johan. Setelah nomor rekening tersebut terkirim, Sylvia kembali melanjutkan perjalanannya. Begitu pun dengan Edgar, ia menyibukkan dirinya dengan membaca berkas-berkas yang ada diruangan Edward dan juga mengecek file dokumen yang ada didalam laptop Edward. ***Sore harinya. Tak terasa karena kesibukan mereka masing-masing, waktu berjalan sangat cepat. Saat Edgar melihat jam yang ada di laptop Edward sudah menunjukkan pukul 17.00, ia langsung mematikan laptop tersebut dan bersiap untuk pulang.“Ternyata udah waktunya pulang. Baiklah, untuk hari ini cukup sampai disini dulu ya laptop. Besok kita sambung lagi,” ucap Edgar.Setelah menutup laptopnya, Edgar langsung beranjak dari kursinya untuk menghampiri Sylvia. “Udah, nanti aja dilanjutin dirumah. Ini udah jam 5 sore loh. Ayo buruan pulang.” “Sebentar, aku save dulu hasil desain ku,” sahut Sylvia.
Sesampainya dirumah, Edgar langsung membawa Sylvia kedalam kamar. Setelah berada didalam kamar, Edgar langsung menuntun Sylvia untuk duduk disofa. Lalu, Edgar pun memeriksa kondisinya Sylvia.Saat Edgar menaikan sedikit lengan bajunya, Sylvia mulai meringis. “Aaaaauww.” “Astaga, pergelangan tangan kamu terluka,” ucap Edgar.“Iya, tadi saat pria itu memecahkan kaca mobil, salah satu serpihannya mengenai tanganku. Belum lagi pria itu mencengkram pergelangan tanganku sangat kencang,” sahut Sylvia.“Ya udah kalau begitu aku ambil kotak P3K dulu,” ucap Edgar.Syila langsung menganggukkan kepalanya. “Iya, tapi sebelum itu tolong ambilkan segelas air untuk ku.” Mendengar ucapan Sylvia, Edgar langsung mengambil kan air minum yang ada diatas laci. Setelah memberikan air minumnya, Edgar langsung keluar untuk mencari kotak P3K. “Kotak P3K-nya ditaruh dimana ya?” Edgar berpikir sambil menggaruk kepalanya.Disaat Edgar sedang memikirkan dimana letak kotak P3K, seorang pelayan justru melintas di
Edgar yang asik bermain game tanpa menyadari ia langsung mengizinkan Sylvia untuk pergi menemani ayahnya makan malam. Namun, 5 menit kemudian ia baru menyadari bahwa nanti malam ia dan Sylvia juga memiliki rencana makan malam karena keberhasilan Sylvia membantu Edgar dalam mendapatkan investasi dari pak Johan.“Tunggu sebentar deh, kamu dan ayah perginya nanti malam?” tanya Edgar.Sylvia langsung menganggukkan kepalanya. “Hu’um. Sebelum jam 7 malam, ayah akan kesini untuk menjemput ku.”Mendengar ucapan Sylvia, Edgar langsung meletakkan ponselnya. “Kenapa jam 7 juga sih?” Sylvia pun mengerutkan keningnya. “Memangnya kenapa?” “Kamu pasti lupa deh. Nanti malam jam 7, kita kan juga mau pergi keluar untuk makan malam,” ucap Edgar.Seketika Sylvia langsung menepuk keningnya. “Astaga! Aku lupa.” Lalu ia pun beranjak dari sofa. “Kalau begitu coba aku bujuk mami dulu ya. Mudah-mudahan aja mami bisa menemani ayah untuk makan malam dengan clientnya. Dengan begitu acara kita gak jadi batal.”“
Setelah berada di depan lemari pakaian, Edgar langsung membuka lemari tersebut untuk mengambil pakaiannya. Kemudian ia pun dengan cepat memakai pakaiannya. Setelah semua pakaiannya sudah terpakai, ia langsung menutup pintu lemari pakaiannya dan berjalan ke arah lemari buku. Sedangkan Sylvia yang sejak tadi berbalik badan sambil terus menutup matanya, ia mulai merasa pegal karena menggunakan salah satu tangannya untuk menutup matanya. “Udah belum pakai bajunya?” “Udah,” ucap Edgar.Setelah mendengar ucapan Edgar, Sylvia langsung membuka matanya dan memutar badan. Melihat Edgar sedang berada di depan lemari buku, Sylvia langsung berjalan menghampiri Edgar. “Kamu lagi cari apa?” “Flashdisk,” ucap Edgar.Sylvia langsung mengerutkan keningnya. “Flashdisk? Memangnya ada apa di flashdisk yang sedang kamu cari itu?” Sambil mencari flashdisk ditumpukkan barang yang ada di dalam lemari buku. Edgar pun berucap. “Gak usah banyak tanya! Lebih baik kamu bantuin cari flashdisknya. Flashdisknya w
Setelah berada diluar, Sylvia langsung bergegas masuk kedalam mobil. Saat Sylvia sudah masuk dan menutup pintu mobil, Edgar langsung memerintahkan supir untuk menjalankan mobilnya. Pak supir itu langsung menjalankan mobilnya sesuai perintah Edgar.Sambil menoleh ke arah Edgar, Sylvia pun bertanya. “Kita mau jalan-jalan kemana?” “Nanti kamu juga tau,” ucap Edgar.Mendengar jawaban dari Edgar, Sylvia langsung mengendus kesal. “Dasar nyebelin! Tinggal jawab aja apa susahnya sih? Main rahasia-rahasiaan segala.” “Bisa gak sih gak usah berisik? Aku lagi fokus nih.” Edgar berucap sambil memainkan game diponselnya.Sylvia langsung mengalihkan pandangannya. Lalu sambil melipat kedua tangannya ia pun bergumam. “Kalau main game aja fokus banget. Kalau disuruh kerja entar-entaran. Dasar bocah.” “Jangan ngedumel terus. Aku bisa mendengar semuanya dengan jelas,” sahut Edgar.Sylvia langsung melirik ke arah Edgar. “Percuma kalau cuma di dengerin doang tapi masih tetep main game. Lagi pula aku kan
Malam itu Sylvia dan Edgar menikmati waktu mereka untuk berjalan-jalan di pekan raya Jakarta. Sylvia sendiri heran kenapa Edgar mengajaknya ke Pekan Raya Jakarta. Biasanya orang-orang terpandang seperti keluarga Edgar lebih suka pergi keluar kota, keluar negeri, atau minimal ke restoran bintang 5 untuk menikmati waktu senggang mereka. Sylvia yang penasaran, ia pun memberanikan diri untuk bertanya. “Kenapa kamu mengajak ku ke tempat ini? Kenapa kita gak makan malam di restoran aja?” “Enggak ah, males! Lebih enak disini. Selain tempat ramai, makanan dan minuman yang dijual disini semuanya enak. Bahkan kita bisa nonton live musik disini dan yang paling penting, kita bisa membeli jajanan dengan harga yang lebih murah berkat kupon diskon ini.” Edgar berucap sambil memperlihatkan kumpulan kupon diskon yang ia dapatkan saat di pintu masuk.Setelah mendengar ucapan Edgar, Sylvia langsung mengalihkan pandangannya dan mulai bergumam. “Dasar orang kaya aneh. Punya banyak uang tapi beli makanan
Sesampainya didepan ruangan Larissa, Sylvia langsung membuka pintu ruangan tersebut. Saat melihat kedatangan Sylvia, Elis yang sedang merapikan beberapa dokumen, ia langsung beranjak dari kursinya. Lalu, ia pun bergegas menghampiri Sylvia.Ceklek!"Bu Sylvia." Elis berucap saat melihat kedatangan Sylvia."Selamat datang, bu. Silahkan duduk," ucap Elis."Iya," sahut Sylvia.Sylvia dan Edgar bergegas duduk di sofa yang ada didalam ruangan Larissa. Setelah duduk, Sylvia pun mulai mengutamakan maksud kedatangannya."Begini Elis, sebenarnya kedatangan saya kesini ini menanyakan sesuatu ke kamu," ucap Sylvia."Mau menanyakan apa ya, bu?" tanya Elis."Belum lama ini saya sempat mengirimkan sebuah rekaman video ke email kamu. Apa kamu udah memeriksa email kamu? Saya khawatir rekaman video itu gak sempat terkirim," tanya Sylvia."Tunggu sebentar ya, bu. Saya ambil iPad saya dulu," ucap Elis.Elis pun beranjak dari sofa. Lalu, ia pun mengambil iPad miliknya yang ia letakkan di meja kerja Lariss
Melihat istrinya panik, Edgar bukannya melepaskan pelukannya ia justru semakin menggoda Sylvia. Sedangkan Sylvia sendiri terus berontak agar bisa melepaskan diri dari pelukan Edgar. "Edgar!! Lepasin aku!" Sylvia berucap sambil mendorong dada Edgar."Tidak mau! Aku tidak akan membiarkan kamu kabur. Hari ini juga kamu akan menjadi milikku seutuhnya. Muaacchh." Edgar menyahut dengan mencium bibir istrinya diakhir ucapannya.Sylvia yang sudah kesal, ia langsung mencubit lengannya Edgar. Sontak, hal itu membuat Edgar melepaskan pelukannya. "Aaaaaaa!!" jerit Edgar."Syukurin emangnya enak! Genit sih jadi cowok," ucap Sylvia."Kamu kenapa cubit tangan aku sih? Aku kan cuma pengen mesra-mesraan sama kamu." Edgar bertanya sambil mengusap tangannya yang bekas dicubit Sylvia."Aku kan udah pernah bilang sama kamu, aku belum mau melakukan hal itu sama kamu sebelum semua masalah ini selesai dan status pernikahan kita jelas," ucap Sylvia."Masih lama dong kalau begitu." Edgar menyahut sambil meng
Satu jam kemudian.Setelah berada di kantor, Edgar langsung langsung mengeluarkan surat pernyataan mengenai pemecatan Frans. Hanya berselang setengah jam setelah Edgar mengesahkan surat tersebut, ponsel Edgar tiba-tiba saja berbunyi. Edgar pun mengambil ponselnya.Kriinngg..."Ibu." Edgar berucap saat menatap layar ponselnya.Menyadari bahwa ibunya pasti udah mendapatkan kabar tentang pemecatan Frans, Edgar pun meletakkan ponselnya dan membiarkan ponselnya terus berbunyi. Catherine yang merasa kesal karena panggilan telponnya diabaikan oleh Edgar, ia pun memutuskan untuk pergi ke kantor guna menemui putranya."Aaarrrgghh!! Edgar pasti sengaja tidak menjawab ponselku. Sebaiknya aku temui saja dia dikantor," ucap Catherine. Catherine langsung mengambil tasnya untuk pergi menemui Edgar. Setelah melewati kemacetan yang cukup parah, Catherine akhirnya sampai di depan kantor. Setelah turun dari mobil, dengan langkah cepat, Catherine langsung berjalan menuju ke ruangan Edgar. Tak lama ia pu
Tak lama kemudian Edgar pun membawa Sylvia keluar dari ruang UGD. Kemudian Edgar pun pergi sebentar ke loket administrasi untuk membayar perawatan Sylvia. "Kamu tunggu disini sebentar ya, aku mau urus administrasi nya dulu," ucap Edgar.Sylvia langsung menganggukkan kepalanya. "Iya." Selagi menunggu Edgar selesai mengurus pembayaran administrasinya, Sylvia pun menunggu di ruang tunggu UGD. Saat mengingat bahwa ponselnya sudah diambil oleh pak Thomas, Sylvia langsung mendengus kesal."Sial! Semoga aja Elis udah melihat email yang aku kirimkan tadi deh," gumam Sylvia.Setelah menunggu cukup lama, Edgar pun datang. "Udah selesai semuanya?" tanya Sylvia."Udah, yuk kita pulang sekarang." Edgar berucap dengan mengulurkan tangannya."Pulang? Kenapa gak kembali ke kantor aja? Urusan kita kan masih banyak yang harus dikerjakan," tanya Sylvia."Urusan kantor, om Dean beser pak Thomas biar jadi urusan aku. Kamu istirahat dirumah aja," ucap Edgar."Edgar! Aku ini bosan istirahat dirumah terus
Sesampainya dirumah sakit, Edgar langsung turun dari mobil. Lalu, ia pun mengeluarkan Sylvia dari dalam mobil. Sambil menggendong Sylvia, ia pun membawa Sylvia ke ruang UGD."Dokter! Suster! Tolong selamatkan istri saya," teriak Edgar.Tak lama seorang dokter pun datang menghampiri Edgar. "Istrinya kenapa pak?" "Istri saya pingsan dok, tolong periksa istri saya dulu." Edgar berucap sambil terus menggendong istrinya.Dokter langsung menunjuk ke arah ruang UGD. "Silahkan bawa istrinya ke dalam, pak."Edgar pun menganggukkan kepalanya. "Baik, dok."Sesuai perintah dokter, Edgar langsung membawa istrinya masuk kedalam ruang UGD. Saat melihat ada ranjang yang kosong, Edgar langsung membaringkan Sylvia diatas ranjang tersebut. Tak lama dokter pun mulai memeriksa kondisi Sylvia. "Sebaiknya bapak tunggu diluar saja ya. Biarkan dokter berkonsentrasi untuk memeriksa kondisi pasien," ucap seorang suster yang menghampiri Edgar.Edgar pun dengan berat hati keluar dari ruang UGD. Selama Sylvia se
"Kenapa om? Om terkejut melihat keberadaan ku disini? Sama om, aku juga terkejut mendengar semua ucapan om. Kenapa om segitu teganya sama Edward? Memangnya salah Edward apa, om?" cecar Edgar.Frans langsung memegang pundak Edgar. "Kamu salah paham Edgar, semua yang kamu dengar gak seperti apa yang kamu pikirkan."Edgar pun menghempaskan tangan omnya. "Salah paham apanya om?! Aku jelas-jelas denger kalau om dan pak Thomas yang membuat rencana untuk melenyapkan Edward. Dia itu saudara kandung ku, om! Keponakan kandung om sendiri!" "Om terpaksa melakukan semua itu Edgar, maafkan om." Frans berucap sambil menundukkan kepalanya."Maaf om bilang?" tanya Edgar. "Saudara kembar ku udah tewas, om!" teriak Edgar.Melihat suaminya yang sudah emosional, Sylvia langsung menghampiri suaminya. Lalu, Sylvia memegang lengan suaminya. "Udah Edgar, kamu gak usah berteriak. Itu hanya membuang energi mu aja. Sebaiknya kita laporkan hal ini ke kantor polisi. Pelakunya harus mendapatkan hukuman yang setim
Siang harinya.Menjelang jam makan siang, Edgar menerima telpon dari sekretarisnya. Ia mengatakan kepada Edgar bahwa ia melihat Frans baru saja pergi. Mendengar kabar tersebut, Edgar langsung menutup telponnya. "Benarkah?" tanya Edgar."Iya pak, baru 3 menit yang lalu saya melihat pak Frans meninggalkan mejanya. Sepertinya ia akan pergi menemui seseorang," ucap sekretaris."Kamu tau dari mana?" tanya Edgar."Pengamatan saya aja pak, karena saya melihat bahwa pak Frans sangat terburu-buru untuk pergi setelah beliau menerima panggilan telpon," ucap sekretaris."Baiklah, terimakasih atas informasinya," sahut Edgar."Sama-sama pak," sahut sekretaris. Edgar langsung meletakkan gagang telponnya. Kemudian ia pun beranjak dari kursinya. Sambil berjalan menghampiri istrinya, Edgar pun berkata. "Ayo Sylvia, kita buntuti om Frans."Sylvia langsung menoleh ke arah Edgar. "Memangnya om Frans udah pergi?""Udah, tadi aku dapet informasi dari sekretaris. Katanya om Frans belum lama ini pergi. Kit
Setelah selesai sarapan Edgar dan Sylvia langsung pergi ke kantor. Selama di perjalanan menuju kantor, Edgar terus mengecek laporan keuangan perusahaan. Melihat kesibukan yang dilakukan oleh Edgar, Sylvia memberanikan diri untuk bertanya.Dengan melirik ke arah iPad yang ada di tangan Edgar, Sylvia pun bertanya. “Kamu lagi ngapain sih? Keliatannya sibuk banget.”Sambil terus menatap layar iPadnya, Edgar pun menjawab. “Aku lagi ngecek laporan keuangan perusahaan.”“Memangnya ada yang aneh dengan laporannya?” tanya Sylvia.“Sejauh ini sih belum ada,” ucap Edgar. Lalu, Edgar pun menoleh ke arah Sylvia. “Nanti kamu ikut aku sebentar ya.”“Kemana?” tanya Sylvia.“Membuntuti om Frans secara diam-diam,” ucap Edgar.Sylvia pun mengerutkan keningnya. “Maksudnya gimana?” “Beberapa hari yang lalu, aku minta bantuan sama Richard untuk menyadap ponsel om Frans. Kemarin, Richard mengatakan bahwa om Frans menerima panggilan telpon dari nomor yang gak dikenal dan mereka janjian di sebuah tempat untu
3 hari kemudian.Setelah dirawat dengan telaten oleh Edgar, kini kondisi Sylvia sudah semakin membaik. Bukan hanya itu saja hubungan diantara mereka pun semakin mesra. Bahkan, kini Edgar sudah tidak sungkan untuk mencium pipi Sylvia ataupun memanggilnya dengan sebutan sayang.“Kamu yakin mau ikut ke kantor hari ini?” Edgar bertanya sambil memasang kancing diujung lengannya.“Yakin.” Sylvia berucap sambil menyisir rambutnya. “Aku ingin masalah ini cepat selesai. Aku gak mau hidupku gak bebas hanya karena pak Thomas belum kunjung tertangkap.”Dengan membawa dasinya, Edgar pun menghampiri Sylvia. Saat berada di samping Sylvia, Edgar langsung menyerahkan dasinya. “Baiklah, kamu boleh ikut ke kantor, tapi kamu gak boleh jauh dari aku. Kamu harus selalu berada di depan mata ku.”Sylvia pun mengambil dasinya Edgar. Sambil memasangkan dasi tersebut, Sylvia langsung menimpali ucapan Edgar. “Kalau aku selalu ada di depan mata kamu, nanti kamu gak bisa kerja dong. Gimana coba mau ngecek berkas-b