Setelah mendengar ucapan Sylvia, Edgar langsung mengeluarkan ponsel dari dalam saku jasnya untuk menghubungi pamannya. Disatu sisi, ia sebenarnya masih tidak percaya dengan dugaan Sylvia bahwa pamannya orang jahat. Namun, setelah melihat bukti tentang adanya penggelapan sejumlah uang perusahaan yang dilakukan oleh pamannya, hal itu tentu saja membuat Edgar merasa sedikit curiga.Saat mendengar Edgar menghubungi seseorang, Sylvia langsung menoleh ke arah suaminya. “Semoga aja dia gak terkecoh sama tipu muslihat pamannya sendiri.” Tidak lama kemudian pintu ruangan Edward diketuk dari luar. Edgar langsung memerintahkan orang tersebut untuk langsung masuk. Tok! Tok! Tok! “Masuk,” ucap Edgar.Ceklek! “Ada apa kamu memanggil, om?” Frans bertanya sambil berjalan menghampiri Edgar.“Silahkan duduk dulu om,” ucap Edgar. Frans langsung duduk dikursi yang ada dihadapan Edgar. Setelah itu Frans pun mulai angkat bicara. “Apa ada hal penting yang mau kamu bicarakan dengan om?” tanya Frans. “
Sambil menengok ke berbagai arah, Sylvia mencari cara untuk bisa mendengarkan obrolan Frans dan Pak Thomas. Tak lama kemudian seorang anak laki-laki berjalan ke arah Sylvia sambil memegang segelas es jeruk. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Sylvia langsung menghentikan bocah tersebut. “Stop!” “Ada apa tante?” tanya bocah tersebut.“Gelasnya untuk tante aja ya,” ucap Sylvia.“Gak mau! Ini kan es jeruk punya aku. Kalau tante mau, ya beli sendiri dong. Tante kan udah besar,” ucap bocah tersebut.Sylvia yang malas bernegosiasi dengan bocah tersebut, ia langsung menyerahkan 2 lembar uang pecahan 100.000 kepada bocah tersebut. Setelah menerima uang dari Sylvia, bocah itu langsung menyerahkan gelasnya lalu pergi dari hadapan Sylvia. “Sayang kalau dibuang es jeruknya. Lebih baik aku habisin dulu deh, kebetulan aku lagi haus,” gumam Sylvia.Sylvia langsung menghabiskan es jeruk tersebut dalam 3 kali teguk. Setelah gelasnya sudah kosong, ia langsung menempelkan gelas tersebut ke dindi
Satu jam kemudian Edgar dan Sylvia pergi ke ruangan meeting. Ketika Edgar dan Sylvia memasuki ruangan meeting, para karyawan yang sebagian besar adalah pimpinan dari masing-masing divisi, semuanya langsung berdiri untuk memberikan penghormatan kepada Edgar. Setelah Edgar dan Sylvia duduk, karyawan yang lain juga langsung duduk. “Apa meeting hari ini bisa kita mulai, pak Edward?” tanya sekretaris.“Hhmmm,” sahut Edgar.Setelah melihat respon dari Edgar, meeting pun dimulai. Namun, bukannya mengamati meeting yang sedang berjalan, Edgar justru sibuk memainkan game di ponselnya. Melihat hal itu, Sylvia berusaha untuk menegur Edgar. Namun, teguran yang berubah deham dan juga senggolan tangan dari Sylvia selalu diabaikan oleh Edgar. Setelah 1 jam berlalu para pemimpin divisi akhirnya selesai menyampaikan laporan yang mereka miliki. “Maaf pak, masing-masing pimpinan sudah selesai menjelaskan mengenai laporan ataupun keluhan dari setiap divisi. Apa pak Edward ingin menanyakan sesuatu hal?”
Setelah keluar dari ruangan Edward, Sylvia dan Edgar langsung berjalan keluar dari kantor. Sesampainya di depan, mobil mereka sudah menunggu kedatangan mereka. Lalu mereka langsung masuk kedalam mobil untuk pergi ke restoran. “Cari restoran yang mahal ya pak,” ucap Edgar.Sylvia yang sudah duduk di dalam mobil, ia langsung menimpali ucapan Edgar. “Gak usah jauh-jauh pak, cukup di restoran depan kantor aja.” “Baik nyonya muda,” sahut supir.“Kenapa cuma ke restoran depan sih?” tanya Edgar.“Ini tuh masih siang Edgar! Kalau kita pergi jauh-jauh hanya untuk makan. Waktu kita akan banyak terbuang untuk hal yang gak penting. Sebagai seorang pimpinan perusahaan, kamu harus memaksimalkan setiap waktu yang ada,” ucap Sylvia. Mendengar ucapan Sylvia, Edgar langsung berdecak dan mengalihkan pandangannya. “Mau makan aja masih diatur. Apa enaknya jadi pria kaku itu.” Sylvia yang samar-samar mendengar ucapan Edgar, ia langsung menimpalinya. “Jangan mengumpat dibelakang ku mengenai Edward.”“Ke
Edgar yang mendengar ucapan Sylvia, ia langsung melihat ke belakang. Tidak seperti Sylvia yang menganggap bahwa mobil sedan hitam yang ada dibelakang mobil mereka sebagai pembuntut. Edgar justru menaggap mobil itu hanya mobil biasa yang kebetulan jalan di jalan yang sama seperti mobil mereka.“Itu cuma perasaan kamu aja, ini kan jalan umum bukan jalan pribadi kita. Wajar kalau ada mobil yang jalan dibelakang mobil kita,” ucap Edgar.Sylvia yang tidak terima dengan anggapan Edgar, ia langsung menimpali ucapan Edgar. “Beda Edgar! Mobil itu terlalu mencurigakan. Kalau dia hanya pengendara jalan pada umumnya, mobil itu pasti akan menyalip mobil kita. Sedangkan mobil itu terus saja berjalan sangat hati-hati seakan sedang menjaga jarak dengan mobil kita.” Edgar yang tidak perduli dengan semua anggapan Sylvia, ia justru memilih memasang earphone ditelinga. Kemudian ia kembali melanjutkan gamenya yang sempat tertunda. Tidak lama kemudian mereka pun sampai kembali di kantor.“Nyonya muda! And
Setelah Sylvia beranjak dari kursi, ia langsung berjalan ke arah sofa untuk mengirimkan nomor rekening yang sudah dituliskan Edgar ke pak Johan. Setelah nomor rekening tersebut terkirim, Sylvia kembali melanjutkan perjalanannya. Begitu pun dengan Edgar, ia menyibukkan dirinya dengan membaca berkas-berkas yang ada diruangan Edward dan juga mengecek file dokumen yang ada didalam laptop Edward. ***Sore harinya. Tak terasa karena kesibukan mereka masing-masing, waktu berjalan sangat cepat. Saat Edgar melihat jam yang ada di laptop Edward sudah menunjukkan pukul 17.00, ia langsung mematikan laptop tersebut dan bersiap untuk pulang.“Ternyata udah waktunya pulang. Baiklah, untuk hari ini cukup sampai disini dulu ya laptop. Besok kita sambung lagi,” ucap Edgar.Setelah menutup laptopnya, Edgar langsung beranjak dari kursinya untuk menghampiri Sylvia. “Udah, nanti aja dilanjutin dirumah. Ini udah jam 5 sore loh. Ayo buruan pulang.” “Sebentar, aku save dulu hasil desain ku,” sahut Sylvia.
Sesampainya dirumah, Edgar langsung membawa Sylvia kedalam kamar. Setelah berada didalam kamar, Edgar langsung menuntun Sylvia untuk duduk disofa. Lalu, Edgar pun memeriksa kondisinya Sylvia.Saat Edgar menaikan sedikit lengan bajunya, Sylvia mulai meringis. “Aaaaauww.” “Astaga, pergelangan tangan kamu terluka,” ucap Edgar.“Iya, tadi saat pria itu memecahkan kaca mobil, salah satu serpihannya mengenai tanganku. Belum lagi pria itu mencengkram pergelangan tanganku sangat kencang,” sahut Sylvia.“Ya udah kalau begitu aku ambil kotak P3K dulu,” ucap Edgar.Syila langsung menganggukkan kepalanya. “Iya, tapi sebelum itu tolong ambilkan segelas air untuk ku.” Mendengar ucapan Sylvia, Edgar langsung mengambil kan air minum yang ada diatas laci. Setelah memberikan air minumnya, Edgar langsung keluar untuk mencari kotak P3K. “Kotak P3K-nya ditaruh dimana ya?” Edgar berpikir sambil menggaruk kepalanya.Disaat Edgar sedang memikirkan dimana letak kotak P3K, seorang pelayan justru melintas di
Edgar yang asik bermain game tanpa menyadari ia langsung mengizinkan Sylvia untuk pergi menemani ayahnya makan malam. Namun, 5 menit kemudian ia baru menyadari bahwa nanti malam ia dan Sylvia juga memiliki rencana makan malam karena keberhasilan Sylvia membantu Edgar dalam mendapatkan investasi dari pak Johan.“Tunggu sebentar deh, kamu dan ayah perginya nanti malam?” tanya Edgar.Sylvia langsung menganggukkan kepalanya. “Hu’um. Sebelum jam 7 malam, ayah akan kesini untuk menjemput ku.”Mendengar ucapan Sylvia, Edgar langsung meletakkan ponselnya. “Kenapa jam 7 juga sih?” Sylvia pun mengerutkan keningnya. “Memangnya kenapa?” “Kamu pasti lupa deh. Nanti malam jam 7, kita kan juga mau pergi keluar untuk makan malam,” ucap Edgar.Seketika Sylvia langsung menepuk keningnya. “Astaga! Aku lupa.” Lalu ia pun beranjak dari sofa. “Kalau begitu coba aku bujuk mami dulu ya. Mudah-mudahan aja mami bisa menemani ayah untuk makan malam dengan clientnya. Dengan begitu acara kita gak jadi batal.”“
Saat mendengar suara tembakan, Catherine dan Sylvia langsung bergegas pergi keluar. Sementara itu, Edgar yang berhasil menghentikan langkah om nya, ia kembali menyimpan pistolnya dibalik punggungnya. Kemudian ia pun bergegas menghampiri om nya. "Maaf om, aku terpaksa menembak kaki om," ucap Edgar."Dasar keponakan tidak tau diri!! Selama ini aku yang selalu ada untuk membela kamu!! Kenapa sekarang kamu malah memperlakukan seperti ini!! Aku ini paman mu, Edgar!" teriak Frans."Aku berterimakasih karena om sudah memperlakukan aku dengan baik dari kecil. Namun, bukan berarti aku akan menutup mata atas kejahatan yang sudah om lakukan. Terlebih lagi karena rencana jahat om, saudara kembar ku yang jadi korbannya. Dari pada om terlalu banyak bergerak dan bicara, lebih baik om diam dan tenangkan diri om jika gak mau kehabisan banyak darah," ucap Edgar."Aaarrrgghh!" Frans menggeram sambil memukul aspal jalan.Tak lama Catherine dan Sylvia pun muncul. Melihat adiknya tersungkur di dekat mobil
Setelah hampir setengah jam berkendara, Edgar dan Sylvia akhirnya sampai di parkiran apartemen Frans. Tak lama mereka pun keluar dari mobil. Dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi mereka pun berjalan memasuki apartemen. Kali ini mereka yakin 100% bahwa Catherine pasti akan mempercayai ucapan mereka."Mudah-mudahan aja ibu percaya dengan bukti yang kita berikan ya." Sylvia berucap sambil berjalan menuju ke kamar apartemen Frans."Harus percaya lah, masa bukti udah sejelas ini, ibu masih gak percaya sih. Gak mungkin banget," sahut Edgar.Beberapa menit kemudian mereka pun sampai di depan kamar apartemen Frans. Edgar pun mengetuk pintu tersebut. Mendengar suara ketukan pintu, Frans langsung beranjak dari sofa untuk membuka pintu kamar apartemennya.Tok! Tok! Tok! "Sebentar ya, kak. Aku buka pintunya dulu," ucap Frans."Hhmmm," sahut Catherine.Frans pun bergegas membuka pintu apartemennya. Namun, saat pintunya terbuka seketika Frans langsung menutup pintunya kembali kala melihat Ed
Sesampainya didepan ruangan Larissa, Sylvia langsung membuka pintu ruangan tersebut. Saat melihat kedatangan Sylvia, Elis yang sedang merapikan beberapa dokumen, ia langsung beranjak dari kursinya. Lalu, ia pun bergegas menghampiri Sylvia.Ceklek!"Bu Sylvia." Elis berucap saat melihat kedatangan Sylvia."Selamat datang, bu. Silahkan duduk," ucap Elis."Iya," sahut Sylvia.Sylvia dan Edgar bergegas duduk di sofa yang ada didalam ruangan Larissa. Setelah duduk, Sylvia pun mulai mengutamakan maksud kedatangannya."Begini Elis, sebenarnya kedatangan saya kesini ini menanyakan sesuatu ke kamu," ucap Sylvia."Mau menanyakan apa ya, bu?" tanya Elis."Belum lama ini saya sempat mengirimkan sebuah rekaman video ke email kamu. Apa kamu udah memeriksa email kamu? Saya khawatir rekaman video itu gak sempat terkirim," tanya Sylvia."Tunggu sebentar ya, bu. Saya ambil iPad saya dulu," ucap Elis.Elis pun beranjak dari sofa. Lalu, ia pun mengambil iPad miliknya yang ia letakkan di meja kerja Lariss
Melihat istrinya panik, Edgar bukannya melepaskan pelukannya ia justru semakin menggoda Sylvia. Sedangkan Sylvia sendiri terus berontak agar bisa melepaskan diri dari pelukan Edgar. "Edgar!! Lepasin aku!" Sylvia berucap sambil mendorong dada Edgar."Tidak mau! Aku tidak akan membiarkan kamu kabur. Hari ini juga kamu akan menjadi milikku seutuhnya. Muaacchh." Edgar menyahut dengan mencium bibir istrinya diakhir ucapannya.Sylvia yang sudah kesal, ia langsung mencubit lengannya Edgar. Sontak, hal itu membuat Edgar melepaskan pelukannya. "Aaaaaaa!!" jerit Edgar."Syukurin emangnya enak! Genit sih jadi cowok," ucap Sylvia."Kamu kenapa cubit tangan aku sih? Aku kan cuma pengen mesra-mesraan sama kamu." Edgar bertanya sambil mengusap tangannya yang bekas dicubit Sylvia."Aku kan udah pernah bilang sama kamu, aku belum mau melakukan hal itu sama kamu sebelum semua masalah ini selesai dan status pernikahan kita jelas," ucap Sylvia."Masih lama dong kalau begitu." Edgar menyahut sambil meng
Satu jam kemudian.Setelah berada di kantor, Edgar langsung langsung mengeluarkan surat pernyataan mengenai pemecatan Frans. Hanya berselang setengah jam setelah Edgar mengesahkan surat tersebut, ponsel Edgar tiba-tiba saja berbunyi. Edgar pun mengambil ponselnya.Kriinngg..."Ibu." Edgar berucap saat menatap layar ponselnya.Menyadari bahwa ibunya pasti udah mendapatkan kabar tentang pemecatan Frans, Edgar pun meletakkan ponselnya dan membiarkan ponselnya terus berbunyi. Catherine yang merasa kesal karena panggilan telponnya diabaikan oleh Edgar, ia pun memutuskan untuk pergi ke kantor guna menemui putranya."Aaarrrgghh!! Edgar pasti sengaja tidak menjawab ponselku. Sebaiknya aku temui saja dia dikantor," ucap Catherine. Catherine langsung mengambil tasnya untuk pergi menemui Edgar. Setelah melewati kemacetan yang cukup parah, Catherine akhirnya sampai di depan kantor. Setelah turun dari mobil, dengan langkah cepat, Catherine langsung berjalan menuju ke ruangan Edgar. Tak lama ia pu
Tak lama kemudian Edgar pun membawa Sylvia keluar dari ruang UGD. Kemudian Edgar pun pergi sebentar ke loket administrasi untuk membayar perawatan Sylvia. "Kamu tunggu disini sebentar ya, aku mau urus administrasi nya dulu," ucap Edgar.Sylvia langsung menganggukkan kepalanya. "Iya." Selagi menunggu Edgar selesai mengurus pembayaran administrasinya, Sylvia pun menunggu di ruang tunggu UGD. Saat mengingat bahwa ponselnya sudah diambil oleh pak Thomas, Sylvia langsung mendengus kesal."Sial! Semoga aja Elis udah melihat email yang aku kirimkan tadi deh," gumam Sylvia.Setelah menunggu cukup lama, Edgar pun datang. "Udah selesai semuanya?" tanya Sylvia."Udah, yuk kita pulang sekarang." Edgar berucap dengan mengulurkan tangannya."Pulang? Kenapa gak kembali ke kantor aja? Urusan kita kan masih banyak yang harus dikerjakan," tanya Sylvia."Urusan kantor, om Dean beser pak Thomas biar jadi urusan aku. Kamu istirahat dirumah aja," ucap Edgar."Edgar! Aku ini bosan istirahat dirumah terus
Sesampainya dirumah sakit, Edgar langsung turun dari mobil. Lalu, ia pun mengeluarkan Sylvia dari dalam mobil. Sambil menggendong Sylvia, ia pun membawa Sylvia ke ruang UGD."Dokter! Suster! Tolong selamatkan istri saya," teriak Edgar.Tak lama seorang dokter pun datang menghampiri Edgar. "Istrinya kenapa pak?" "Istri saya pingsan dok, tolong periksa istri saya dulu." Edgar berucap sambil terus menggendong istrinya.Dokter langsung menunjuk ke arah ruang UGD. "Silahkan bawa istrinya ke dalam, pak."Edgar pun menganggukkan kepalanya. "Baik, dok."Sesuai perintah dokter, Edgar langsung membawa istrinya masuk kedalam ruang UGD. Saat melihat ada ranjang yang kosong, Edgar langsung membaringkan Sylvia diatas ranjang tersebut. Tak lama dokter pun mulai memeriksa kondisi Sylvia. "Sebaiknya bapak tunggu diluar saja ya. Biarkan dokter berkonsentrasi untuk memeriksa kondisi pasien," ucap seorang suster yang menghampiri Edgar.Edgar pun dengan berat hati keluar dari ruang UGD. Selama Sylvia se
"Kenapa om? Om terkejut melihat keberadaan ku disini? Sama om, aku juga terkejut mendengar semua ucapan om. Kenapa om segitu teganya sama Edward? Memangnya salah Edward apa, om?" cecar Edgar.Frans langsung memegang pundak Edgar. "Kamu salah paham Edgar, semua yang kamu dengar gak seperti apa yang kamu pikirkan."Edgar pun menghempaskan tangan omnya. "Salah paham apanya om?! Aku jelas-jelas denger kalau om dan pak Thomas yang membuat rencana untuk melenyapkan Edward. Dia itu saudara kandung ku, om! Keponakan kandung om sendiri!" "Om terpaksa melakukan semua itu Edgar, maafkan om." Frans berucap sambil menundukkan kepalanya."Maaf om bilang?" tanya Edgar. "Saudara kembar ku udah tewas, om!" teriak Edgar.Melihat suaminya yang sudah emosional, Sylvia langsung menghampiri suaminya. Lalu, Sylvia memegang lengan suaminya. "Udah Edgar, kamu gak usah berteriak. Itu hanya membuang energi mu aja. Sebaiknya kita laporkan hal ini ke kantor polisi. Pelakunya harus mendapatkan hukuman yang setim
Siang harinya.Menjelang jam makan siang, Edgar menerima telpon dari sekretarisnya. Ia mengatakan kepada Edgar bahwa ia melihat Frans baru saja pergi. Mendengar kabar tersebut, Edgar langsung menutup telponnya. "Benarkah?" tanya Edgar."Iya pak, baru 3 menit yang lalu saya melihat pak Frans meninggalkan mejanya. Sepertinya ia akan pergi menemui seseorang," ucap sekretaris."Kamu tau dari mana?" tanya Edgar."Pengamatan saya aja pak, karena saya melihat bahwa pak Frans sangat terburu-buru untuk pergi setelah beliau menerima panggilan telpon," ucap sekretaris."Baiklah, terimakasih atas informasinya," sahut Edgar."Sama-sama pak," sahut sekretaris. Edgar langsung meletakkan gagang telponnya. Kemudian ia pun beranjak dari kursinya. Sambil berjalan menghampiri istrinya, Edgar pun berkata. "Ayo Sylvia, kita buntuti om Frans."Sylvia langsung menoleh ke arah Edgar. "Memangnya om Frans udah pergi?""Udah, tadi aku dapet informasi dari sekretaris. Katanya om Frans belum lama ini pergi. Kit