Setibanya di kantor, Edgar langsung pergi ke ruangan Edward dengan terburu-buru. Sedangkan Sylvia yang tertinggal jauh di belakang, justru semakin bingung dengan tingkah lakunya Edgar.Sambil terus berjalan ke arah ruang Edward, Sylvia berpikir. ‘Ada apa sih dengan dia? Kenapa dia terlihat sangat ingin pergi ke ruangan Edward? Apa jangan-jangan dia udah berhasil menemukan password laptop Edward? Tapi kapan? Sejak tadi dia kan selalu bersama dengan ku.” Setelah sampai diruangan Edward, Sylvia terlebih dahulu menutup pintu sebelum ia mendekati Edgar. Lalu, ia mulai berjalan menghampiri Edgar. Dikursi Edward, Edgar terlihat sangat serius. Bahkan Sylvia juga semakin bingung saat melihat Edgar menghitung sesuatu menggunakan jari tangannya. Tidak ingin menganggu keseriusan Edgar, Sylvia memilih untuk duduk dikursi. “Yes! Berhasil!” sorak Edgar.Sylvia yang terkejut sekaligus penasaran, ia langsung bertanya kepada Edgar, “Apanya berhasil?” “Passwordnya,” ucap Edgar. Lalu ia memutar laptop
Sylvia langsung berhenti dan menahan tangan Edgar. “Berhentilah bersikap semau mu! Ingat! Kamu ini Edward bukan Ed-” Dengan menutup mulut Sylvia, Edgar langsung berbisik. “Jangan terlalu cerewet! Kantor ini bisa gempar karena mulut kamu!” Sylvia yang melihat ada dua orang karyawan yang sedang berjalan ke arahnya, ia langsung memeluk Edgar untuk kembali memainkan aktingnya. Bahkan Edgar pun cukup terkejut dengan hal yang dilakukan oleh Sylvia.Dengan mengusap punggung Edgar dan tersenyum ke arah kedua karyawan itu, Sylvia berucap. “Iya sayang, kamu tenang aja. Aku akan selalu mendampingi kamu dalam setiap suka dan duka.” Mendengar ucapan Sylvia, rasanya Edgar ingin langsung melepaskan pelukannya Sylvia. Namun Sylvia justru semakin mengeratkan pelukannya. Sambil terus memperlihatkan senyumnya, Sylvia kembali berbisik “Diamlah! Ada dua orang karyawan yang sedang memperhatikan kita. Sebaiknya kamu mulai berakting untuk meyakinkan mereka berdua.” Tak lama kemudian Edgar langsung melep
Ceklek! “Apa yang kamu lakukan dengan kamar ku?” Ucapan itu terlontar dari mulut Edgar saat ia membuka pintu kamarnya. Awalnya Edgar memang ingin bersantai sejenak dengan bermain game. Namun, berhubung ia merasa tidak nyaman memakai pakaian yang terlalu formal. Ia pun memutuskan untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Namun, saat ia membuka pintu kamarnya, ia justru melihat kamarnya sudah berantakan dan ia melihat Sylvia sedang berusaha untuk membersihkan kamarnya itu. Sylvia langsung berdiri. “Jangan khawatir, aku kan merapihkan semuanya.” Lalu ia mendorong Edgar keluar dari kamar. “Kembalilah 30 menit lagi.”“Tapi aku–” ucap Edgar.Bruk! “Dasar perempuan menyebalkan!” ucap Edgar setelah Sylvia menutup pintu kamarnya.Berhubung Sylvia sudah mengunci pintu kamarnya, Edgar pun pergi ke balkon. Sesampainya disana, Edgar kembali memainkan game di ponselnya sambil menunggu Sylvia membuka pintu kamarnya. Sementara itu didalam kamar, Sylvia dengan cepat membersihkan barang-barang ya
Malam harinya. Saat jam dinding dikamar Edgar sudah menunjukkan pukul 7 malam, Sylvia dan Edgar keluar dari kamar untuk makan malam. Sesampainya dimeja makan, Sylvia langsung menyapa Catherine yang juga baru datang ke meja makan.Dengan mengulas senyum, Sylvia pun menyapa. “Selamat malam Bu.” “Malam juga, Syl.” Catherine menyahut sambil menarik kursinya. Kemudian Sylvia langsung menarik kursi untuk segera duduk. Acara makan malam yang Sylvia rasakan tidak jauh berbeda dengan sarapan tadi. Entah karena Edgar dan ibunya yang kurang akrab, atau memang kebiasaan di keluarga mereka selalu hening setiap kali berkumpul di meja makan. Alhasil Sylvia ikut diam dan menyantap hidangan makan malam sampai selesai. Namun, sesaat sebelum Catherine meninggalkan meja makan, ia mengatakan sesuatu kepada Edgar yang tentunya membuat Edgar kembali menahan amarahnya. “Ibu punya banyak mata-mata untuk mengawasi gerak-gerik mu dikantor. Jadi, berpikirlah dahulu sebelum bertindak. Jangan sampai kamu menye
Sylvia yang geram karena Edgar tidak mau mematikan lampu kamar. Ia langsung menyibak selimut. Lalu ia berjalan untuk mematikan lampu kamar. “Aku patahkan tanganmu kalau berani mematikan lampunya,” ucap Edgar.Sylvia yang tidak perduli dengan ucapan Edgar. Ia seketika langsung mematikan lampu kamar. Hal itu tentu saja membuat Edgar yang sedang asik bermain game merasa sangat kesal. Sylvia langsung menepuk tangan Edgar ketika Edgar kembali menghidupkan lampunya. “Aku gak bisa tidur kalau lampunya masih hidup!” “Itu urusan mu, bukan urusan ku!” sahut Edgar.Tik! Lampu kamar kembali menyala setelah Edgar menekan saklarnya. Tak lama kemudian Sylvia kembali mematikan lampunya lagi. Hal itu mereka lakukan berulang kali sampai pada akhirnya lampu kamar Edgar putus dan tidak bisa hidupkan kembali. “Tuh kan, lampunya putus. Gara-gara kamu nih,” ucap Sylvia.Sambil berbalik ke arah tempat tidur, Sylvia berkata. “Enak aja nyalahin aku. Salah kamu sendirilah, ngapain juga dari tadi lampunya di
Keesokan paginya. Seperti hari-hari biasanya, Sylvia selalu bangun lebih awal. Ia pun mulai melakukan sedikit peregangan otot setelah dalam posisi duduk. Kemudian ia pun menyibak selimut untuk segera turun dari tempat tidur. Lalu Sylvia menoleh ke arah samping untuk memastikan keberadaan suaminya. “Dasar pemalas. Pantas aja ibu selalu meremehkan dia.” Edgar yang sebenarnya sudah bangun, ia langsung menimpali ucapan Sylvia dengan mata yang masih terpejam. “Jangan sok tau kalau kamu gak tau apapun mengenai hidupku.” Sylvia langsung menaikkan salah satu alis matanya. “Kamu udah bangun?” Edgar langsung membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk. “Memangnya kenapa? Apa kamu pikir aku ini pria yang sangat malas, yang akan bangun setelah jam 12 siang?” Sylvia langsung turun dari tempat tidur dan mulai berjalan ke arah kamar mandi. “Syukurlah kalau kamu sadar. Dengan begitu, aku gak perlu repot-repot lagi untuk menghina dirimu.” Edgar langsung meremas selimut ketika mendengar
Sesampainya di kantor, Edgar dan Sylvia langsung turun dari mobil. Lalu mereka berjalan menuju ruangan Edward sambil berpegangan tangan. Sesekali Sylvia mengulas kepada beberapa karyawan yang menyapa mereka.“Selamat pagi Pak, Bu,” sapa beberapa karyawan.“Pagi juga ca–,” ucap Edgar.Sylvia langsung menepuk lengannya Edgar ketika Edgar akan menyapa para karyawan dengan genit. “Jaga sikapmu!” Mendengar ucapan Sylvia, Edgar hanya memutar bola matanya. Ia merasa sudah muak jika setiap hari harus berpura-pura berakting menjadi saudara kembarnya. Namun, hal itu harus tetap ia lakukan karena sudah terikat kesepakatan dengan Sylvia. Sesampainya didalam ruangan Edward, Edgar langsung duduk di kursi Edward. Begitu pun dengan Sylvia, ia langsung duduk disofa untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya. “Sekarang apa yang harus aku lakukan?” Pertanyaan itu terlontar dari mulut Edgar. Tidak seperti Edward yang sudah terbiasa mengurus perusahaan keluarga. Hari ini justru hari ke-2 bagi Edgar mengu
Setelah menunggu selama hampir 1 jam. Akhirnya, kedua pria itu keluar dari ruangan Edward. Tidak lama kemudian mereka pun saling berbicara dengan nada pelan satu sama lain. Sementara itu Sylvia yang sejak tadi bersembunyi di toilet, ia langsung keluar dari toilet. Namun, ketika ia keluar dari toilet, ia justru terkejut saat tidak sengaja mendengar obrolan kedua pria itu di lorong yang suasananya cukup sepi. Bahkan tanpa disadari butiran keringat mulai muncul dikening Sylvia. “Kamu cari informasi mengenai pria itu. Apakah mereka satu orang yang sama atau berbeda. Kalau mereka berbeda, segera lenyapkan dia seperti cara kita melenyapkan si pria sombong waktu itu.” Thomas berucap sambil terus melewati lorong.“Lantas bagaimana dengan Frans? Apa yang harus kita lakukan dengan dia?” tanya John. “Suruh dia datang ke apartemen. Dia harus menjelaskan semuanya kepada kita,” ucap Thomas. “Baik, bos,” sahut John.Setelah melihat kedua pria itu sudah menghilang dari lorong, Sylvia langsung men
Saat mendengar suara tembakan, Catherine dan Sylvia langsung bergegas pergi keluar. Sementara itu, Edgar yang berhasil menghentikan langkah om nya, ia kembali menyimpan pistolnya dibalik punggungnya. Kemudian ia pun bergegas menghampiri om nya. "Maaf om, aku terpaksa menembak kaki om," ucap Edgar."Dasar keponakan tidak tau diri!! Selama ini aku yang selalu ada untuk membela kamu!! Kenapa sekarang kamu malah memperlakukan seperti ini!! Aku ini paman mu, Edgar!" teriak Frans."Aku berterimakasih karena om sudah memperlakukan aku dengan baik dari kecil. Namun, bukan berarti aku akan menutup mata atas kejahatan yang sudah om lakukan. Terlebih lagi karena rencana jahat om, saudara kembar ku yang jadi korbannya. Dari pada om terlalu banyak bergerak dan bicara, lebih baik om diam dan tenangkan diri om jika gak mau kehabisan banyak darah," ucap Edgar."Aaarrrgghh!" Frans menggeram sambil memukul aspal jalan.Tak lama Catherine dan Sylvia pun muncul. Melihat adiknya tersungkur di dekat mobil
Setelah hampir setengah jam berkendara, Edgar dan Sylvia akhirnya sampai di parkiran apartemen Frans. Tak lama mereka pun keluar dari mobil. Dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi mereka pun berjalan memasuki apartemen. Kali ini mereka yakin 100% bahwa Catherine pasti akan mempercayai ucapan mereka."Mudah-mudahan aja ibu percaya dengan bukti yang kita berikan ya." Sylvia berucap sambil berjalan menuju ke kamar apartemen Frans."Harus percaya lah, masa bukti udah sejelas ini, ibu masih gak percaya sih. Gak mungkin banget," sahut Edgar.Beberapa menit kemudian mereka pun sampai di depan kamar apartemen Frans. Edgar pun mengetuk pintu tersebut. Mendengar suara ketukan pintu, Frans langsung beranjak dari sofa untuk membuka pintu kamar apartemennya.Tok! Tok! Tok! "Sebentar ya, kak. Aku buka pintunya dulu," ucap Frans."Hhmmm," sahut Catherine.Frans pun bergegas membuka pintu apartemennya. Namun, saat pintunya terbuka seketika Frans langsung menutup pintunya kembali kala melihat Ed
Sesampainya didepan ruangan Larissa, Sylvia langsung membuka pintu ruangan tersebut. Saat melihat kedatangan Sylvia, Elis yang sedang merapikan beberapa dokumen, ia langsung beranjak dari kursinya. Lalu, ia pun bergegas menghampiri Sylvia.Ceklek!"Bu Sylvia." Elis berucap saat melihat kedatangan Sylvia."Selamat datang, bu. Silahkan duduk," ucap Elis."Iya," sahut Sylvia.Sylvia dan Edgar bergegas duduk di sofa yang ada didalam ruangan Larissa. Setelah duduk, Sylvia pun mulai mengutamakan maksud kedatangannya."Begini Elis, sebenarnya kedatangan saya kesini ini menanyakan sesuatu ke kamu," ucap Sylvia."Mau menanyakan apa ya, bu?" tanya Elis."Belum lama ini saya sempat mengirimkan sebuah rekaman video ke email kamu. Apa kamu udah memeriksa email kamu? Saya khawatir rekaman video itu gak sempat terkirim," tanya Sylvia."Tunggu sebentar ya, bu. Saya ambil iPad saya dulu," ucap Elis.Elis pun beranjak dari sofa. Lalu, ia pun mengambil iPad miliknya yang ia letakkan di meja kerja Lariss
Melihat istrinya panik, Edgar bukannya melepaskan pelukannya ia justru semakin menggoda Sylvia. Sedangkan Sylvia sendiri terus berontak agar bisa melepaskan diri dari pelukan Edgar. "Edgar!! Lepasin aku!" Sylvia berucap sambil mendorong dada Edgar."Tidak mau! Aku tidak akan membiarkan kamu kabur. Hari ini juga kamu akan menjadi milikku seutuhnya. Muaacchh." Edgar menyahut dengan mencium bibir istrinya diakhir ucapannya.Sylvia yang sudah kesal, ia langsung mencubit lengannya Edgar. Sontak, hal itu membuat Edgar melepaskan pelukannya. "Aaaaaaa!!" jerit Edgar."Syukurin emangnya enak! Genit sih jadi cowok," ucap Sylvia."Kamu kenapa cubit tangan aku sih? Aku kan cuma pengen mesra-mesraan sama kamu." Edgar bertanya sambil mengusap tangannya yang bekas dicubit Sylvia."Aku kan udah pernah bilang sama kamu, aku belum mau melakukan hal itu sama kamu sebelum semua masalah ini selesai dan status pernikahan kita jelas," ucap Sylvia."Masih lama dong kalau begitu." Edgar menyahut sambil meng
Satu jam kemudian.Setelah berada di kantor, Edgar langsung langsung mengeluarkan surat pernyataan mengenai pemecatan Frans. Hanya berselang setengah jam setelah Edgar mengesahkan surat tersebut, ponsel Edgar tiba-tiba saja berbunyi. Edgar pun mengambil ponselnya.Kriinngg..."Ibu." Edgar berucap saat menatap layar ponselnya.Menyadari bahwa ibunya pasti udah mendapatkan kabar tentang pemecatan Frans, Edgar pun meletakkan ponselnya dan membiarkan ponselnya terus berbunyi. Catherine yang merasa kesal karena panggilan telponnya diabaikan oleh Edgar, ia pun memutuskan untuk pergi ke kantor guna menemui putranya."Aaarrrgghh!! Edgar pasti sengaja tidak menjawab ponselku. Sebaiknya aku temui saja dia dikantor," ucap Catherine. Catherine langsung mengambil tasnya untuk pergi menemui Edgar. Setelah melewati kemacetan yang cukup parah, Catherine akhirnya sampai di depan kantor. Setelah turun dari mobil, dengan langkah cepat, Catherine langsung berjalan menuju ke ruangan Edgar. Tak lama ia pu
Tak lama kemudian Edgar pun membawa Sylvia keluar dari ruang UGD. Kemudian Edgar pun pergi sebentar ke loket administrasi untuk membayar perawatan Sylvia. "Kamu tunggu disini sebentar ya, aku mau urus administrasi nya dulu," ucap Edgar.Sylvia langsung menganggukkan kepalanya. "Iya." Selagi menunggu Edgar selesai mengurus pembayaran administrasinya, Sylvia pun menunggu di ruang tunggu UGD. Saat mengingat bahwa ponselnya sudah diambil oleh pak Thomas, Sylvia langsung mendengus kesal."Sial! Semoga aja Elis udah melihat email yang aku kirimkan tadi deh," gumam Sylvia.Setelah menunggu cukup lama, Edgar pun datang. "Udah selesai semuanya?" tanya Sylvia."Udah, yuk kita pulang sekarang." Edgar berucap dengan mengulurkan tangannya."Pulang? Kenapa gak kembali ke kantor aja? Urusan kita kan masih banyak yang harus dikerjakan," tanya Sylvia."Urusan kantor, om Dean beser pak Thomas biar jadi urusan aku. Kamu istirahat dirumah aja," ucap Edgar."Edgar! Aku ini bosan istirahat dirumah terus
Sesampainya dirumah sakit, Edgar langsung turun dari mobil. Lalu, ia pun mengeluarkan Sylvia dari dalam mobil. Sambil menggendong Sylvia, ia pun membawa Sylvia ke ruang UGD."Dokter! Suster! Tolong selamatkan istri saya," teriak Edgar.Tak lama seorang dokter pun datang menghampiri Edgar. "Istrinya kenapa pak?" "Istri saya pingsan dok, tolong periksa istri saya dulu." Edgar berucap sambil terus menggendong istrinya.Dokter langsung menunjuk ke arah ruang UGD. "Silahkan bawa istrinya ke dalam, pak."Edgar pun menganggukkan kepalanya. "Baik, dok."Sesuai perintah dokter, Edgar langsung membawa istrinya masuk kedalam ruang UGD. Saat melihat ada ranjang yang kosong, Edgar langsung membaringkan Sylvia diatas ranjang tersebut. Tak lama dokter pun mulai memeriksa kondisi Sylvia. "Sebaiknya bapak tunggu diluar saja ya. Biarkan dokter berkonsentrasi untuk memeriksa kondisi pasien," ucap seorang suster yang menghampiri Edgar.Edgar pun dengan berat hati keluar dari ruang UGD. Selama Sylvia se
"Kenapa om? Om terkejut melihat keberadaan ku disini? Sama om, aku juga terkejut mendengar semua ucapan om. Kenapa om segitu teganya sama Edward? Memangnya salah Edward apa, om?" cecar Edgar.Frans langsung memegang pundak Edgar. "Kamu salah paham Edgar, semua yang kamu dengar gak seperti apa yang kamu pikirkan."Edgar pun menghempaskan tangan omnya. "Salah paham apanya om?! Aku jelas-jelas denger kalau om dan pak Thomas yang membuat rencana untuk melenyapkan Edward. Dia itu saudara kandung ku, om! Keponakan kandung om sendiri!" "Om terpaksa melakukan semua itu Edgar, maafkan om." Frans berucap sambil menundukkan kepalanya."Maaf om bilang?" tanya Edgar. "Saudara kembar ku udah tewas, om!" teriak Edgar.Melihat suaminya yang sudah emosional, Sylvia langsung menghampiri suaminya. Lalu, Sylvia memegang lengan suaminya. "Udah Edgar, kamu gak usah berteriak. Itu hanya membuang energi mu aja. Sebaiknya kita laporkan hal ini ke kantor polisi. Pelakunya harus mendapatkan hukuman yang setim
Siang harinya.Menjelang jam makan siang, Edgar menerima telpon dari sekretarisnya. Ia mengatakan kepada Edgar bahwa ia melihat Frans baru saja pergi. Mendengar kabar tersebut, Edgar langsung menutup telponnya. "Benarkah?" tanya Edgar."Iya pak, baru 3 menit yang lalu saya melihat pak Frans meninggalkan mejanya. Sepertinya ia akan pergi menemui seseorang," ucap sekretaris."Kamu tau dari mana?" tanya Edgar."Pengamatan saya aja pak, karena saya melihat bahwa pak Frans sangat terburu-buru untuk pergi setelah beliau menerima panggilan telpon," ucap sekretaris."Baiklah, terimakasih atas informasinya," sahut Edgar."Sama-sama pak," sahut sekretaris. Edgar langsung meletakkan gagang telponnya. Kemudian ia pun beranjak dari kursinya. Sambil berjalan menghampiri istrinya, Edgar pun berkata. "Ayo Sylvia, kita buntuti om Frans."Sylvia langsung menoleh ke arah Edgar. "Memangnya om Frans udah pergi?""Udah, tadi aku dapet informasi dari sekretaris. Katanya om Frans belum lama ini pergi. Kit