Amel mengangguk lemah sembari berkata, "Aku tahu, jangan khawatir. Kalau aku merasa nggak nyaman di malam hari, aku pasti akan membangunkanmu." Kemudian, Amel tersenyum untuk menenangkan Dimas."Kamu kompres dengan es dulu sekarang. Sarang burung waletnya sudah siap, aku akan mengambilkannya untukmu.""Oke."Dimas segera kembali dengan semangkuk sarang burung walet. Melihat ini, Amel berusaha untuk duduk.Dimas segera menghentikan Amel dengan berkata, "Jangan bergerak. Kamu berbaring saja seperti ini. Aku akan menyuapimu.""Aku hanya nggak sengaja terjatuh, bukannya lumpuh. Lebih baik aku memakannya sendiri. Kalau kamu ada pekerjaan yang belum selesai, kamu bisa mengurusnya. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja." Amel merasa dia masih bisa menggunakan tangan dan kakinya. Selain itu, dia merasa agak malu kalau Dimas harus menyuapinya."Sayang, kamu berbaring saja. Sudah tugasku untuk menjagamu. Cobalah sarang burung ini. Kalau rasanya enak, aku akan membelikannya lagi untukmu." Di
Dimas mengamati bagian belakang kepala Amel dengan hati-hati. Setelah dikompres dengan es, bengkak di kepala Amel sudah mengecil."Istirahatlah lebih awal. Aku harus mengurus beberapa pekerjaan lagi," kata Dimas sambil menyelimuti Amel dengan penuh kasih sayang."Ya, jangan bekerja terlalu larut. Cepat kembali dan istirahatlah lebih awal. Aku tidur dulu," sahut Amel. Setelah berkata demikian, dia menutup matanya yang sudah lelah.Dimas masuk ke ruang kerja, lalu menelepon Irfan. "Bagaimana situasi Dio sekarang?" tanya Dimas dengan nada yang lebih serius."Pak Dimas, menurut pemahaman dan pengamatanku selama beberapa waktu ini, hampir seluruh karyawan manajemen melakukan korupsi. Mereka juga menyadari penyelewengan dana publik yang dilakukan oleh Dio, tapi karena mereka mendapat manfaat dari Dio, mereka pun terus menutup mata. Aku akan mengirimkan daftar nama mereka ke email Bapak sekarang juga," ungkap Irfan yang juga memiliki kebencian dengan orang-orang yang suka memanfaatkan situasi
Amel baru saja tiba di depan toko ketika Clara muncul dari belakang."Clara, bagaimana penyakit nenekmu?" tanya Amel penuh simpati."Aku sudah pergi memeriksakannya, dokter bilang nggak ada yang serius. Mungkin karena Nenek sudah tua, dia memiliki tekanan darah tinggi.""Kalau minum obat tekanan darah tinggi dengan tepat waktu, pasti nggak akan terjadi masalah besar. Clara, aku sudah mengandalkanmu untuk mengawasi toko selama beberapa waktu dan kamu juga sudah bekerja dengan keras. Mulai besok, aku akan memberimu libur tiga hari. Kamu bisa beristirahat dengan baik, lalu menemani kakek dan nenekmu," kata Amel kemudian. Amel adalah bos yang sangat mengutamakan rasa kemanusiaan.Clara menggelengkan kepalanya dengan takjub sambil berkata, "Kak Amel, nggak perlu. Bulan ini Kak Amel sudah memberiku bonus. Aku harus bekerja lebih keras lagi. Selain itu, rumahku dekat dengan toko kita, jadi aku nggak perlu tinggal di rumah untuk menemani Kakek dan Nenek."Clara langsung menolak hari libur yang
"Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Kalian menolak meskipun aku meminta untuk mengantarkan kuenya. Bagaimana kalian melayani pelanggan? Apa kalian tahu kalau pelanggan adalah raja? Aku datang ke toko kecil kalian untuk membeli sesuatu karena aku menghargai kalian. Jangan bersikap nggak sopan," balas wanita itu. Dia mulai membuat keributan tanpa henti."Kalau begitu, toko kecil kami ini masih nggak sanggup memenuhi permintaan mewahmu. Kamu pergi saja ke toko mewah lainnya untuk membeli makanan penutup," sahut Amel, senyum di wajahnya menghilang seketika. Dia tidak ingin berselisih dengan wanita itu. Bagaimanapun, pelanggan adalah raja, tetapi apa yang dikatakan wanita ini sungguh tidak menyenangkan."Begitu, ya? Kamu masih berani mengusirku. Tahukah kamu siapa suamiku? Suamiku adalah direktur Grup Angkasa. Apakah kamu yakin toko lusuh milikmu ini masih tetap bisa buka?" tanya wanita itu dengan sombong dan mendominasi.Clara tertawa lebar sambil keluar dari ruang produksi dan meny
"Apakah kamu sudah yakin ingin melakukan ini?" tanya Andi dengan alis berkerut."Andi, kamu juga tahu bagaimana sifat orang tuaku. Aku melakukan ini demi kita berdua," jawab Lidya dengan mantap."Kalau begitu, kita putus saja. Dalam hubungan kita, nggak bisa ada orang ketiga," balas Andi, kemudian menutup teleponnya tanpa ragu.Andi dan Lidya hanya bisa menjalin hubungan secara diam-diam, tetapi Lidya bisa menjalin hubungan dengan pria itu secara terbuka. Hal ini yang membuat Andi tidak bisa menerimanya.Lidya menggenggam ponselnya erat-erat dan tidak bisa menahan tangisnya. Dia juga ingin menjalani hubungan dengan Andi secara terbuka, tetapi ada terlalu banyak hal yang dia khawatirkan.Setelah toko Amel mengadakan kegiatan tersebut, ada lebih banyak pelanggan yang datang."Kak Amel, kenapa petugas kebersihan itu selalu menyapu di pintu toko? Pagi ini, dia sudah menyapu di pintu dua kali," kata Clara sambil melihat ke arah petugas kebersihan yang ada di luar jendela.Amel mengikuti pan
"Selama periode ini, kita harus terus mengawasinya dan memutus semua rute pelariannya," ingat Dimas dengan nada serius."Baik, Pak Dimas," sahut Irfan. Begitu menutup panggilan telepon itu, Dimas mendengar suara ketukan di pintu."Masuk.""Sayang, lihatlah ini produk baru yang baru aku buat hari ini, kue mousse cokelat hazelnut, cobalah," tawar Amel begitu masuk ke ruang kerja Dimas dengan sepotong kecil kue di tangannya."Terima kasih, Sayang. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu sebelum makan.""Baiklah, aku akan pergi ke supermarket untuk membeli ikan. Malam ini aku akan membuatkan ikan tim untukmu, kemudian aku akan menumis dua hidangan lain.""Bukankah terlalu merepotkan kalau membuat ikan tim? Bagaimana kalau memasak hidangan yang mudah saja?""Nggak masalah, kita sudah lama nggak memperbaiki pola makan dan kita bisa melakukannya hari ini. Kerjakan dulu pekerjaanmu. Aku akan pergi membeli bahan makanan," ujar Amel. Wanita itu akhirnya mengendarai sepeda listriknya untuk pergi
"Baiklah, karena kamu sudah yakin dengan masa depanmu, lakukan saja sesuai keinginanmu. Aku harap kamu nggak akan menyesalinya di masa depan," kata Amel dengan tulus dan berharap sahabatnya itu bisa mendapatkan akhir yang baik pula di masa depan."Hari ini kamu mau masak apa? Kamu membeli banyak sekali bahan," kata Lidya seraya tersenyum dan mengganti topik pembicaraan."Jangan begitu. Aku dan Dimas jarang makan enak akhir-akhir ini, jadi aku memutuskan untuk mengatur pola makan kita. Apakah kamu mau pergi ke rumahku untuk makan malam?" ajak Amel."Baiklah, aku juga bingung apa yang harus aku makan malam ini," jawab Lidya setuju."Bagaimana kalau kamu mengundang pasangan kencan butamu untuk datang juga? Kebetulan kita bisa bertemu dan aku akan membantumu untuk menilainya," usul Amel seraya mengangkat alisnya dengan main-main."Lupakan saja. Aku dan dia masih belum mengonfirmasi hubungan kami secara resmi. Kelihatannya agak nggak pantas kalau memintanya datang begitu saja. Aku akan memp
"Hmm." Lidya tampak kehilangan.Sekarang dia dan Andi sudah putus. Namun, mereka masih tinggal bersama setelah putus. Hal ini agak tidak masuk akal. Meskipun Andi belum memberitahukan untuk pindah, berdasarkan pemahaman Lidya akan Andi, Andi pasti akan pindah tanpa pamit."Apa yang kamu pikirkan, Lidya?" tanya Amel setelah melihat Lidya melamun."Nggak apa-apa. Aku hanya ingin tahu apakah aku harus bertanya kepada adikmu mengenai kapan dia pindah. Aku ingin mentraktirnya makan malam sebelum dia pindah.""Nggak usah. Dia sudah merepotkanmu dengan tinggal di rumahmu. Untuk apa mentraktirnya makan?""Bagaimana bisa begitu? Aku menganggapnya seperti adikku sendiri. Jadi, aku harus memperlakukannya dengan baik." Saat mengatakan ini, Lidya merasa hatinya seperti ditusuk duri."Jadi, kamu hanya menganggapnya seperti adikmu sendiri?" tanya Dimas yang tiba-tiba saja menjulurkan kepalanya dari pintu dapur.Lidya menatap Dimas dengan tatapan yang menyiratkan peringatan. Dia memberi isyarat kepada