Amel baru saja tiba di depan toko ketika Clara muncul dari belakang."Clara, bagaimana penyakit nenekmu?" tanya Amel penuh simpati."Aku sudah pergi memeriksakannya, dokter bilang nggak ada yang serius. Mungkin karena Nenek sudah tua, dia memiliki tekanan darah tinggi.""Kalau minum obat tekanan darah tinggi dengan tepat waktu, pasti nggak akan terjadi masalah besar. Clara, aku sudah mengandalkanmu untuk mengawasi toko selama beberapa waktu dan kamu juga sudah bekerja dengan keras. Mulai besok, aku akan memberimu libur tiga hari. Kamu bisa beristirahat dengan baik, lalu menemani kakek dan nenekmu," kata Amel kemudian. Amel adalah bos yang sangat mengutamakan rasa kemanusiaan.Clara menggelengkan kepalanya dengan takjub sambil berkata, "Kak Amel, nggak perlu. Bulan ini Kak Amel sudah memberiku bonus. Aku harus bekerja lebih keras lagi. Selain itu, rumahku dekat dengan toko kita, jadi aku nggak perlu tinggal di rumah untuk menemani Kakek dan Nenek."Clara langsung menolak hari libur yang
"Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Kalian menolak meskipun aku meminta untuk mengantarkan kuenya. Bagaimana kalian melayani pelanggan? Apa kalian tahu kalau pelanggan adalah raja? Aku datang ke toko kecil kalian untuk membeli sesuatu karena aku menghargai kalian. Jangan bersikap nggak sopan," balas wanita itu. Dia mulai membuat keributan tanpa henti."Kalau begitu, toko kecil kami ini masih nggak sanggup memenuhi permintaan mewahmu. Kamu pergi saja ke toko mewah lainnya untuk membeli makanan penutup," sahut Amel, senyum di wajahnya menghilang seketika. Dia tidak ingin berselisih dengan wanita itu. Bagaimanapun, pelanggan adalah raja, tetapi apa yang dikatakan wanita ini sungguh tidak menyenangkan."Begitu, ya? Kamu masih berani mengusirku. Tahukah kamu siapa suamiku? Suamiku adalah direktur Grup Angkasa. Apakah kamu yakin toko lusuh milikmu ini masih tetap bisa buka?" tanya wanita itu dengan sombong dan mendominasi.Clara tertawa lebar sambil keluar dari ruang produksi dan meny
"Apakah kamu sudah yakin ingin melakukan ini?" tanya Andi dengan alis berkerut."Andi, kamu juga tahu bagaimana sifat orang tuaku. Aku melakukan ini demi kita berdua," jawab Lidya dengan mantap."Kalau begitu, kita putus saja. Dalam hubungan kita, nggak bisa ada orang ketiga," balas Andi, kemudian menutup teleponnya tanpa ragu.Andi dan Lidya hanya bisa menjalin hubungan secara diam-diam, tetapi Lidya bisa menjalin hubungan dengan pria itu secara terbuka. Hal ini yang membuat Andi tidak bisa menerimanya.Lidya menggenggam ponselnya erat-erat dan tidak bisa menahan tangisnya. Dia juga ingin menjalani hubungan dengan Andi secara terbuka, tetapi ada terlalu banyak hal yang dia khawatirkan.Setelah toko Amel mengadakan kegiatan tersebut, ada lebih banyak pelanggan yang datang."Kak Amel, kenapa petugas kebersihan itu selalu menyapu di pintu toko? Pagi ini, dia sudah menyapu di pintu dua kali," kata Clara sambil melihat ke arah petugas kebersihan yang ada di luar jendela.Amel mengikuti pan
"Selama periode ini, kita harus terus mengawasinya dan memutus semua rute pelariannya," ingat Dimas dengan nada serius."Baik, Pak Dimas," sahut Irfan. Begitu menutup panggilan telepon itu, Dimas mendengar suara ketukan di pintu."Masuk.""Sayang, lihatlah ini produk baru yang baru aku buat hari ini, kue mousse cokelat hazelnut, cobalah," tawar Amel begitu masuk ke ruang kerja Dimas dengan sepotong kecil kue di tangannya."Terima kasih, Sayang. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu sebelum makan.""Baiklah, aku akan pergi ke supermarket untuk membeli ikan. Malam ini aku akan membuatkan ikan tim untukmu, kemudian aku akan menumis dua hidangan lain.""Bukankah terlalu merepotkan kalau membuat ikan tim? Bagaimana kalau memasak hidangan yang mudah saja?""Nggak masalah, kita sudah lama nggak memperbaiki pola makan dan kita bisa melakukannya hari ini. Kerjakan dulu pekerjaanmu. Aku akan pergi membeli bahan makanan," ujar Amel. Wanita itu akhirnya mengendarai sepeda listriknya untuk pergi
"Baiklah, karena kamu sudah yakin dengan masa depanmu, lakukan saja sesuai keinginanmu. Aku harap kamu nggak akan menyesalinya di masa depan," kata Amel dengan tulus dan berharap sahabatnya itu bisa mendapatkan akhir yang baik pula di masa depan."Hari ini kamu mau masak apa? Kamu membeli banyak sekali bahan," kata Lidya seraya tersenyum dan mengganti topik pembicaraan."Jangan begitu. Aku dan Dimas jarang makan enak akhir-akhir ini, jadi aku memutuskan untuk mengatur pola makan kita. Apakah kamu mau pergi ke rumahku untuk makan malam?" ajak Amel."Baiklah, aku juga bingung apa yang harus aku makan malam ini," jawab Lidya setuju."Bagaimana kalau kamu mengundang pasangan kencan butamu untuk datang juga? Kebetulan kita bisa bertemu dan aku akan membantumu untuk menilainya," usul Amel seraya mengangkat alisnya dengan main-main."Lupakan saja. Aku dan dia masih belum mengonfirmasi hubungan kami secara resmi. Kelihatannya agak nggak pantas kalau memintanya datang begitu saja. Aku akan memp
"Hmm." Lidya tampak kehilangan.Sekarang dia dan Andi sudah putus. Namun, mereka masih tinggal bersama setelah putus. Hal ini agak tidak masuk akal. Meskipun Andi belum memberitahukan untuk pindah, berdasarkan pemahaman Lidya akan Andi, Andi pasti akan pindah tanpa pamit."Apa yang kamu pikirkan, Lidya?" tanya Amel setelah melihat Lidya melamun."Nggak apa-apa. Aku hanya ingin tahu apakah aku harus bertanya kepada adikmu mengenai kapan dia pindah. Aku ingin mentraktirnya makan malam sebelum dia pindah.""Nggak usah. Dia sudah merepotkanmu dengan tinggal di rumahmu. Untuk apa mentraktirnya makan?""Bagaimana bisa begitu? Aku menganggapnya seperti adikku sendiri. Jadi, aku harus memperlakukannya dengan baik." Saat mengatakan ini, Lidya merasa hatinya seperti ditusuk duri."Jadi, kamu hanya menganggapnya seperti adikmu sendiri?" tanya Dimas yang tiba-tiba saja menjulurkan kepalanya dari pintu dapur.Lidya menatap Dimas dengan tatapan yang menyiratkan peringatan. Dia memberi isyarat kepada
"Ya, memang benar. Sekarang, aku hanya berharap mereka berdua bisa memupuk perasaan mereka dan segera menikah. Jadi, aku bisa segera menggendong cucu." Mirna sudah memikirkan tentang menggendong cucu, padahal Lidya dan Bima masih belum menikah."Jangan terlalu buru-buru. Mereka masih muda. Setelah menikah, mereka bisa fokus pada karier dan menikmati waktu berdua dulu. Belum terlambat untuk memiliki anak.""Lili, kamu pandai bicara saat menasihatiku. Beberapa waktu yang lalu, bukankah kamu juga mendesak Amel untuk segera punya anak? Aku rasa kamu takut kalau aku menggendong cucu duluan dibanding dirimu.""Nggak, bukan begitu. Anak dan cucu punya rezekinya masing-masing. Mereka bisa punya anak kapan pun mereka mau. Aku nggak ingin memberi terlalu banyak tekanan pada mereka.""Sudahlah, jangan iri ya kalau nanti melihatku menggendong cucu.""Apa kamu nggak merasa kalau sekarang masih terlalu dini bagimu untuk berkata seperti itu? Sebaiknya, tunggu sampai Lidya menikah, baru kamu bisa meny
Lidya masih bergeming. Dia kembali meminum birnya. Amel merasa jika Lidya agak aneh hari ini. Bukankah seharusnya Lidya senang karena kencan butanya berhasil? Namun, Lidya justru terlihat seperti sedang menghadapi masalah."Amel, bagaimana perasaanmu saat pertama kali menikah dengan pria yang kamu temui saat kencan buta ini?" Setelah Lidya menghabiskan sebotol bir, wajahnya tampak memerah. Tiba-tiba saja dia mengangkat kepalanya dan bertanya dengan rasa ingin tahu kepada Amel.Amel langsung tertegun mendengar pertanyaan tersebut. "Aku ... aku sepertinya nggak punya perasaan khusus. Aku hanya merasa nggak akan sendirian lagi dalam menjalani hidup ini. Juga, muncul rasa memiliki di dalam hatiku."Amel berpikir sejenak sebelum menjawab dengan serius."Ah, Amel. Kamu juga tahu sendiri kalau aku orang yang selalu mengejar kebebasan. Aku menganggap perasaan lebih penting dari segalanya. Sangat sulit bagiku untuk membayangkan seperti apa menikah tanpa perasaan." Saat Lidya mengatakan semua it
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,