Meskipun Andi lebih muda dari Lidya, dia memiliki temperamen yang baik. Dia juga sangat pandai dalam menjaga orang lain. Saat bertengkar, Andi selalu menjadi orang yang menundukkan kepala untuk mengakui kesalahannya. Hari ini adalah pertama kalinya Andi kehilangan kesabaran. Bahkan Lidya pun dibuat terkejut olehnya."Aku melakukan semua ini untuk kita berdua. Kenapa kamu semarah itu?" Setelah Lidya tersadar, dia berteriak sedih pada sosok Andi yang menjauh.Alasan mengapa dia memiliki pemikiran seperti itu sepenuhnya karena memikirkan hubungan mereka berdua. Namun, Andi tidak memahaminya sama sekali.Di sisi lain, Dimas memarkir mobil dengan mantap di depan rumah mereka. Amel yang tertidur nyenyak, segera bangun setelah mobilnya diparkir."Bagaimana bisa aku tertidur?" Amel menggosok matanya yang mengantuk, lalu meregangkan tubuh."Mungkin kamu terlalu lelah akhir-akhir ini. Ayo turun. Aku akan menyiapkan air untukmu nanti, lalu kamu bisa mandi sambil bersantai." Setelah Dimas keluar d
"Kenapa Andi tiba-tiba datang ke rumah kita hari ini untuk menanyakan hal yang aneh seperti ini? Apakah dia benar-benar sudah punya pacar?" gumam Amel pada dirinya sendiri."Sekarang Andi sudah dewasa. Menurutku, kita nggak perlu ikut campur dalam urusan apakah dia punya pacar atau dia mau cari pacar seperti apa. Bagaimana menurutmu?" tanya Dimas sambil mengangkat alisnya."Tentu saja aku nggak akan ikut campur. Dia bisa memutuskannya sendiri." Amel adalah orang yang berpikiran terbuka. Dia merasa yang penting adalah adiknya bahagia saja.Tidak lama setelah Andi pergi, Amel menelepon ibunya."Amel, ada apa? Aku dan Bibi Mirna sedang bermain kartu dengan kakek dan nenekmu." Suara orang-orang yang sedang bermain terdengar dari ujung sambungan."Bu, ada hal penting yang ingin kukatakan padamu. Andi baru saja datang ke rumahku. Dari apa yang dia katakan, sepertinya dia sedang menyukai seseorang. Mungkin mereka sedang menjalin hubungan juga sekarang. Tapi wanita itu tampaknya sedikit lebih
"Jadi begitu. Aku sedikit lelah hari ini, aku sibuk di toko sepanjang hari. Bagaimana kalau lain hari? Aku akan minum-minum denganmu di lain hari." Amel ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya menolak tawaran Lidya.Sekarang dia hanya ingin mandi, berbaring di tempat tidur dengan nyaman, lalu tidur. Membuka toko sendiri tidak lebih mudah daripada bekerja untuk orang lain. Amel sudah mengawasi toko sepanjang hari, jadi dia merasa sangat lelah."Baiklah kalau begitu."Setelah mandi, Amel berdiri dari bak mandi dengan tubuh terbungkus handuk. Namun, tiba-tiba kakinya terpeleset. Dia pun berteriak, "Ah!"Teriakan Amel diiringi oleh suara teredam. Dimas yang mendengar suara itu, langsung berlari masuk dengan cepat. Kemudian, dia melihat Amel tergeletak di lantai."Amel, kamu kenapa? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Dimas dengan cemas sembari mengerutkan kening.Amel menggelengkan kepala, lalu menjawab, "Aku baik-baik saja, tapi kakiku agak sakit."Dimas dengan lembut mengangkat Amel dari lantai.
Amel mengangguk lemah sembari berkata, "Aku tahu, jangan khawatir. Kalau aku merasa nggak nyaman di malam hari, aku pasti akan membangunkanmu." Kemudian, Amel tersenyum untuk menenangkan Dimas."Kamu kompres dengan es dulu sekarang. Sarang burung waletnya sudah siap, aku akan mengambilkannya untukmu.""Oke."Dimas segera kembali dengan semangkuk sarang burung walet. Melihat ini, Amel berusaha untuk duduk.Dimas segera menghentikan Amel dengan berkata, "Jangan bergerak. Kamu berbaring saja seperti ini. Aku akan menyuapimu.""Aku hanya nggak sengaja terjatuh, bukannya lumpuh. Lebih baik aku memakannya sendiri. Kalau kamu ada pekerjaan yang belum selesai, kamu bisa mengurusnya. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja." Amel merasa dia masih bisa menggunakan tangan dan kakinya. Selain itu, dia merasa agak malu kalau Dimas harus menyuapinya."Sayang, kamu berbaring saja. Sudah tugasku untuk menjagamu. Cobalah sarang burung ini. Kalau rasanya enak, aku akan membelikannya lagi untukmu." Di
Dimas mengamati bagian belakang kepala Amel dengan hati-hati. Setelah dikompres dengan es, bengkak di kepala Amel sudah mengecil."Istirahatlah lebih awal. Aku harus mengurus beberapa pekerjaan lagi," kata Dimas sambil menyelimuti Amel dengan penuh kasih sayang."Ya, jangan bekerja terlalu larut. Cepat kembali dan istirahatlah lebih awal. Aku tidur dulu," sahut Amel. Setelah berkata demikian, dia menutup matanya yang sudah lelah.Dimas masuk ke ruang kerja, lalu menelepon Irfan. "Bagaimana situasi Dio sekarang?" tanya Dimas dengan nada yang lebih serius."Pak Dimas, menurut pemahaman dan pengamatanku selama beberapa waktu ini, hampir seluruh karyawan manajemen melakukan korupsi. Mereka juga menyadari penyelewengan dana publik yang dilakukan oleh Dio, tapi karena mereka mendapat manfaat dari Dio, mereka pun terus menutup mata. Aku akan mengirimkan daftar nama mereka ke email Bapak sekarang juga," ungkap Irfan yang juga memiliki kebencian dengan orang-orang yang suka memanfaatkan situasi
Amel baru saja tiba di depan toko ketika Clara muncul dari belakang."Clara, bagaimana penyakit nenekmu?" tanya Amel penuh simpati."Aku sudah pergi memeriksakannya, dokter bilang nggak ada yang serius. Mungkin karena Nenek sudah tua, dia memiliki tekanan darah tinggi.""Kalau minum obat tekanan darah tinggi dengan tepat waktu, pasti nggak akan terjadi masalah besar. Clara, aku sudah mengandalkanmu untuk mengawasi toko selama beberapa waktu dan kamu juga sudah bekerja dengan keras. Mulai besok, aku akan memberimu libur tiga hari. Kamu bisa beristirahat dengan baik, lalu menemani kakek dan nenekmu," kata Amel kemudian. Amel adalah bos yang sangat mengutamakan rasa kemanusiaan.Clara menggelengkan kepalanya dengan takjub sambil berkata, "Kak Amel, nggak perlu. Bulan ini Kak Amel sudah memberiku bonus. Aku harus bekerja lebih keras lagi. Selain itu, rumahku dekat dengan toko kita, jadi aku nggak perlu tinggal di rumah untuk menemani Kakek dan Nenek."Clara langsung menolak hari libur yang
"Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Kalian menolak meskipun aku meminta untuk mengantarkan kuenya. Bagaimana kalian melayani pelanggan? Apa kalian tahu kalau pelanggan adalah raja? Aku datang ke toko kecil kalian untuk membeli sesuatu karena aku menghargai kalian. Jangan bersikap nggak sopan," balas wanita itu. Dia mulai membuat keributan tanpa henti."Kalau begitu, toko kecil kami ini masih nggak sanggup memenuhi permintaan mewahmu. Kamu pergi saja ke toko mewah lainnya untuk membeli makanan penutup," sahut Amel, senyum di wajahnya menghilang seketika. Dia tidak ingin berselisih dengan wanita itu. Bagaimanapun, pelanggan adalah raja, tetapi apa yang dikatakan wanita ini sungguh tidak menyenangkan."Begitu, ya? Kamu masih berani mengusirku. Tahukah kamu siapa suamiku? Suamiku adalah direktur Grup Angkasa. Apakah kamu yakin toko lusuh milikmu ini masih tetap bisa buka?" tanya wanita itu dengan sombong dan mendominasi.Clara tertawa lebar sambil keluar dari ruang produksi dan meny
"Apakah kamu sudah yakin ingin melakukan ini?" tanya Andi dengan alis berkerut."Andi, kamu juga tahu bagaimana sifat orang tuaku. Aku melakukan ini demi kita berdua," jawab Lidya dengan mantap."Kalau begitu, kita putus saja. Dalam hubungan kita, nggak bisa ada orang ketiga," balas Andi, kemudian menutup teleponnya tanpa ragu.Andi dan Lidya hanya bisa menjalin hubungan secara diam-diam, tetapi Lidya bisa menjalin hubungan dengan pria itu secara terbuka. Hal ini yang membuat Andi tidak bisa menerimanya.Lidya menggenggam ponselnya erat-erat dan tidak bisa menahan tangisnya. Dia juga ingin menjalani hubungan dengan Andi secara terbuka, tetapi ada terlalu banyak hal yang dia khawatirkan.Setelah toko Amel mengadakan kegiatan tersebut, ada lebih banyak pelanggan yang datang."Kak Amel, kenapa petugas kebersihan itu selalu menyapu di pintu toko? Pagi ini, dia sudah menyapu di pintu dua kali," kata Clara sambil melihat ke arah petugas kebersihan yang ada di luar jendela.Amel mengikuti pan
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,