"Nggak apa-apa, aku tahu kamu sibuk." Amel tidak bisa menyembunyikan kekecewaan di matanya.Ketika Dimas mendekatinya, Amel bisa mencium bau parfum yang samar. Hingga saat ini, dia belum pernah melihat Dimas menggunakan parfum. Tiba-tiba tercium aroma parfum dari seorang pria yang tidak pernah menggunakan parfum, siapa pun bisa mengetahui apa yang sedang terjadi."Kamu wangi sekali." Amel berpura-pura santai, lalu membungkuk untuk mencium aroma tubuh Dimas."Mandor membeli sebotol parfum untuk istrinya, lalu dia meminta kami untuk menciumnya. Mungkin tanpa sengaja terkena," kata Dimas. Dia mengatakan alasannya dengan sangat cepat.Amel tersenyum tak berdaya, tidak melanjutkan pertanyaannya lebih jauh. Mungkin bukan hal yang baik baginya untuk membuka masalah ini dengan terlalu jelas."Kamu pasti belum makan. Aku akan memanaskan makanannya." Amel berdiri dari sofa, lalu langsung berjalan ke dapur.Dimas mengikuti Amel ke dapur. Kemudian, dia melihat bahwa semua hidangan yang dimasak Ame
"Huh, sepertinya Amel masih marah padaku," ucap Dimas sambil menyentuh dompet barunya dengan penuh kasih sayang, kemudian memasukkan dompet itu ke dalam tasnya seperti menyimpan harta karun.Saat ini, Dimas duduk sendirian di meja makan. Tidak peduli betapa lezat makanannya, Dimas tetap merasa bahwa makanannya hambar. Dimas memutar otaknya untuk membuat Amel kembali senang.Di sisi lain, Amel berbaring di tempat tidur sambil menangis. Dia sudah memikirkan masalah perceraiannya secara menyeluruh saat menunggu Dimas pulang. Mereka berdua tidak memiliki banyak harta bersama, jadi lebih mudah untuk membaginya. Amel tahu bahwa dia tidak cukup baik dan tidak layak untuk Dimas, jadi meskipun mereka cerai, Amel juga tidak akan menyalahkan Dimas.Dimas membuka pintu kamar tidur, kemudian segera masuk. Amel menyeka air matanya dengan punggung tangannya, lalu menutup matanya dan berpura-pura tertidur.Dimas duduk di tepi tempat tidur sambil memperhatikan sisi wajah Amel yang tajam. Dia tak kuasa
Namun, makin Amel berusaha menyeka air matanya, makin deras pula air matanya jatuh.Setelah Amel menutup panggilan telepon, Dimas buru-buru menelepon Amel kembali untuk meminta penjelasan. Namun, semua panggilan teleponnya dimatikan. Ketika Dimas menelepon lagi, Amel sudah mematikan ponselnya.Dimas pun segera pergi ke toko Amel. Dia ingin bertanya secara langsung kepada Amel tentang apa yang sudah dia lakukan sehingga Amel tidak bisa memaafkannya dan bersikeras untuk bercerai.Setelah Dimas pergi ke toko, Clara melihat ekspresi Dimas yang tampak mengancam dan bertanya dengan bingung, "Pak Dimas, kamu kelihatan sangat cemas. Apakah terjadi sesuatu?""Di mana Amel?" tanya Dimas dengan cemas dan kening yang berkerut.Clara menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Aku juga nggak tahu. Dia nggak datang ke toko pagi ini.""Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?""Ya, tadi malam saat aku bersiap-siap untuk tidur, Kak Amel tiba-tiba mengirimiku pesan dan berkata kalau beberapa hari terakhir in
Amel selalu memilih untuk menahan amarahnya, tetapi sebagai sahabat terbaik Amel, Lidya tidak akan pernah membiarkan Amel menderita kerugian apa pun.Setelah dimarahi tanpa alasan yang jelas, Dimas menjadi semakin bingung dan bertanya, "Sebenarnya apa yang sudah aku lakukan?"Dimas benar-benar kebingungan dan terus berpikir dalam hati.Saat Dimas sedang duduk di dalam mobil dengan bingung dan tidak tahu harus mencari Amel ke mana, tiba-tiba Andi mengirimkan pesan WhatsApp."Kamu di mana? Ayo ketemu.""Aku sedang mencari kakakmu.""Aku tahu di mana kakakku. Temui aku dulu." Andi mengirimkan lokasinya pada Dimas. Dimas pun bergegas pergi ke tempat itu.Setelah Dimas sampai, Andi menatap Dimas dengan mata penuh permusuhan, kemudian berkata, "Kami sekeluarga sangat memercayaimu dan menyerahkan kakakku padamu. Aku benar-benar nggak menyangka kamu akan melakukan hal seperti itu."Bahkan Andi menuduh dirinya seperti ini, Dimas tiba-tiba kehilangan kesabaran dan menyahut, "Sebenarnya apa salah
"Sejujurnya, aku nggak tahu ke mana dia pergi. Aku cuma ingin membohongimu dan memberimu pelajaran. Aku nggak tahu kalau ini semua adalah kesalahpahaman," kata Andi dengan malu-malu. Saat bertemu dengan Dimas tadi, Andi selalu menunjukkan sikap garang di wajahnya. Sekarang dia lemas seperti sayur yang sudah layu."Kamu .... Sudahlah, lupakan saja. Sekarang aku nggak punya waktu untuk berdebat denganmu," ujar Dimas seraya memelototi Andi. Jika Dimas tidak menganggap Andi adalah adik kandung Amel, dia pasti sudah melayangkan kepalan tinjunya.Sementara itu, Irfan tiba-tiba menelepon pada waktu yang tidak tepat, "Pak Dimas, Dio sudah bersiap untuk kembali ke perusahaan. Masalahnya belum terselesaikan sepenuhnya. Beberapa waktu ini, kamu harus berhati-hati dan jangan sampai ketahuan oleh dia. Kalau nggak, semua rencana kita hancur.""Abaikan dulu masalah ini, bantu aku cari tahu di mana Amel sekarang. Kamu harus memberitahuku dalam waktu lima menit," sahut Dimas sebelum menutup teleponnya.
"Aku kangen kalian," ucap Amel sambil memeluk kakek dan neneknya, matanya tanpa sadar berkaca-kaca."Dasar anak nakal, bukankah Nenek sudah memberitahumu kalau dua hari lagi aku dan kakekmu akan pergi ke kota untuk mengunjungi kalian? Kamu malah datang kemari, pasti kamu kecapekan," hardik Tuty dengan penuh kepedulian."Aku nggak capek. Selama bisa bertemu dengan kalian, aku sama sekali nggak merasa capek.""Kamu ini memang pandai bicara, ya. Cepat masuk, siang ini Kakek dan Nenek akan memasakkan makan malam yang mewah untukmu.""Baiklah, aku sudah lama nggak makan makanan yang dimasak oleh Kakek dan Nenek," sahut Amel seraya mengikuti kakek dan neneknya ke dalam rumah dengan senyuman di wajahnya.Setelah kembali ke kampung halamannya, suasana hati Amel jelas menjadi jauh lebih baik."Amel, lihat betapa kurusnya kamu sekarang? Apakah kamu nggak makan dengan baik?" tanya Tuty saat menatap Amel dari ujung kepala sampai ujung kaki."Nenek, tentu saja aku makan dengan baik. Mungkin karena
Amel sedang duduk di bangku kecil sambil mengamati bintang-bintang dengan santai, tetapi suasana hatinya tidak bisa tenang, sosok Dimas selalu muncul di benaknya."Amel, beri tahu Nenek ... kali ini kamu datang karena ada masalah, 'kan?" tanya Tuty dengan prihatin. Wanita tua itu ikut mengambil bangku kecil, kemudian duduk di sebelah Amel.Amel menggelengkan kepalanya, lalu menjawab "Nggak kok, Nek.""Baguslah kalau memang nggak ada masalah. Tapi kenapa kali ini kamu datang sendirian? Kenapa Dimas nggak ikut bersamamu? Kakek dan Nenek bahkan nggak tahu kalian berdua sudah menikah. Kamu sudah dewasa, pasti sudah punya maksud sendiri," ucap Tuty seraya menghela napas berat.Amel dan Dimas hanya mendaftarkan pernikahan dan tidak melangsungkan pesta pernikahan, jadi mereka tidak mengundang kerabat dan teman-teman mereka. Setelah menerima akta nikah, Amel hanya mengirimkan foto akta nikahnya kepada kakek dan neneknya."Nek, Dimas seperti biasa sangat sibuk dengan pekerjaannya dan nggak puny
"Pak Dimas, aku masih akan mengatakan hal yang sama. Kalau Pak Dimas masih ingin bersama Bu Amel, sebaiknya Pak Dimas langsung temui Bu Amel dan jelaskan masalahnya sebaik-baiknya.""Oke, aku akan memberimu waktu lima menit untuk mencari tahu di mana dia berada sekarang. Kalau kamu nggak bisa menemukannya, gajimu bulan depan akan kupotong," kata Dimas sambil melirik Irfan dengan kejam."Untungnya, aku sudah membuat persiapan sebelumnya. Aku sudah menemukan lokasi Bu Amel saat dalam perjalanan menuju bar untuk menemui Pak Dimas. Menurut penyelidikanku, Bu Amel kembali ke kampung halamannya di desa. Sekarang, dia tinggal bersama kakek dan neneknya. Ini adalah alamat kampung halamannya," kata Irfan dengan bangga. Kemudian, Irfan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan alamat Amel kepada Dimas.Mata Dimas langsung berbinar. Dia menepuk pundak Irfan dengan gembira."Kalau aku berangkat sekarang, aku akan sampai di sana jam berapa?""Sekarang sudah tengah malam. Jalanan nggak akan macet. Pak