Lidya menatap Amel dengan ekspresi sedih. Dia tidak tahu harus berkata apa untuk menghibur Amel."Lidya, aku sudah selesai makan. Aku akan kembali bekerja." Amel hanya makan beberapa suap sebelum kembali lagi ke toko."Kak Amel, kamu sudah kembali. Kak Dimas baru saja datang ke sini untuk membawakanmu makan siang. Dia pergi duluan karena kamu nggak ada di sini." Clara memberi tahu Amel tentang kedatangan Dimas."Hmm." Amel hanya menjawab dengan gumaman ringan.Pada saat ini, ponselnya tiba-tiba berdering. Amel mengeluarkan ponsel, lalu melihatnya. Ternyata itu adalah panggilan dari neneknya. Dia pun menyesuaikan suasana hatinya sebelum menjawab panggilan."Halo, Nek!" panggil Amel dengan manis."Cucuku sayang, apakah akhir-akhir ini kamu sibuk dengan pekerjaanmu?" tanya neneknya Amel, Tuty, sambil tersenyum."Lumayan. Nek, bagaimana kabar Kakek dan Nenek?""Aku dan kakekmu sehat-sehat saja. Amel, aku dengar dari orang tuamu kalau kamu membuka toko makanan penutup sekarang?""Ya. Nek, k
Dimas belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Jadi, dia seperti selembar kertas kosong ketika harus menebak pikiran seorang wanita."Pak Dimas, apakah kamu yakin nggak melakukan kesalahan apa pun? Menurutku, Bu Amel adalah orang yang sangat pengertian. Dia nggak akan tiba-tiba mengabaikanmu hanya karena masalah sepele. Kamu pasti sudah melakukan sesuatu yang membuatnya sangat sedih.""Masalahnya adalah aku nggak melakukan apa pun." Dimas tiba-tiba merasa bahwa dia sangat sial."Kalau begitu, aku juga nggak tahu. Pak Dimas, jangan lupa kalau aku belum pernah pacaran sampai sekarang. Seperti kata pepatah, hati seorang wanita sedalam lautan, kita nggak akan bisa memahaminya," kata Irfan sambil menggelengkan kepalanya tak berdaya."Nggak berguna, percuma saja bertanya padamu. Usiamu nggak jauh beda denganku, tapi kamu belum menemukan pasangan. Apakah kamu ingin hidup sendiri selamanya?" tanya Dimas sambil melirik Irfan dengan tatapan mengejek."Nggak apa juga kalau hidup sendiri selamanya. Ak
"Nggak apa-apa, aku tahu kamu sibuk." Amel tidak bisa menyembunyikan kekecewaan di matanya.Ketika Dimas mendekatinya, Amel bisa mencium bau parfum yang samar. Hingga saat ini, dia belum pernah melihat Dimas menggunakan parfum. Tiba-tiba tercium aroma parfum dari seorang pria yang tidak pernah menggunakan parfum, siapa pun bisa mengetahui apa yang sedang terjadi."Kamu wangi sekali." Amel berpura-pura santai, lalu membungkuk untuk mencium aroma tubuh Dimas."Mandor membeli sebotol parfum untuk istrinya, lalu dia meminta kami untuk menciumnya. Mungkin tanpa sengaja terkena," kata Dimas. Dia mengatakan alasannya dengan sangat cepat.Amel tersenyum tak berdaya, tidak melanjutkan pertanyaannya lebih jauh. Mungkin bukan hal yang baik baginya untuk membuka masalah ini dengan terlalu jelas."Kamu pasti belum makan. Aku akan memanaskan makanannya." Amel berdiri dari sofa, lalu langsung berjalan ke dapur.Dimas mengikuti Amel ke dapur. Kemudian, dia melihat bahwa semua hidangan yang dimasak Ame
"Huh, sepertinya Amel masih marah padaku," ucap Dimas sambil menyentuh dompet barunya dengan penuh kasih sayang, kemudian memasukkan dompet itu ke dalam tasnya seperti menyimpan harta karun.Saat ini, Dimas duduk sendirian di meja makan. Tidak peduli betapa lezat makanannya, Dimas tetap merasa bahwa makanannya hambar. Dimas memutar otaknya untuk membuat Amel kembali senang.Di sisi lain, Amel berbaring di tempat tidur sambil menangis. Dia sudah memikirkan masalah perceraiannya secara menyeluruh saat menunggu Dimas pulang. Mereka berdua tidak memiliki banyak harta bersama, jadi lebih mudah untuk membaginya. Amel tahu bahwa dia tidak cukup baik dan tidak layak untuk Dimas, jadi meskipun mereka cerai, Amel juga tidak akan menyalahkan Dimas.Dimas membuka pintu kamar tidur, kemudian segera masuk. Amel menyeka air matanya dengan punggung tangannya, lalu menutup matanya dan berpura-pura tertidur.Dimas duduk di tepi tempat tidur sambil memperhatikan sisi wajah Amel yang tajam. Dia tak kuasa
Namun, makin Amel berusaha menyeka air matanya, makin deras pula air matanya jatuh.Setelah Amel menutup panggilan telepon, Dimas buru-buru menelepon Amel kembali untuk meminta penjelasan. Namun, semua panggilan teleponnya dimatikan. Ketika Dimas menelepon lagi, Amel sudah mematikan ponselnya.Dimas pun segera pergi ke toko Amel. Dia ingin bertanya secara langsung kepada Amel tentang apa yang sudah dia lakukan sehingga Amel tidak bisa memaafkannya dan bersikeras untuk bercerai.Setelah Dimas pergi ke toko, Clara melihat ekspresi Dimas yang tampak mengancam dan bertanya dengan bingung, "Pak Dimas, kamu kelihatan sangat cemas. Apakah terjadi sesuatu?""Di mana Amel?" tanya Dimas dengan cemas dan kening yang berkerut.Clara menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Aku juga nggak tahu. Dia nggak datang ke toko pagi ini.""Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?""Ya, tadi malam saat aku bersiap-siap untuk tidur, Kak Amel tiba-tiba mengirimiku pesan dan berkata kalau beberapa hari terakhir in
Amel selalu memilih untuk menahan amarahnya, tetapi sebagai sahabat terbaik Amel, Lidya tidak akan pernah membiarkan Amel menderita kerugian apa pun.Setelah dimarahi tanpa alasan yang jelas, Dimas menjadi semakin bingung dan bertanya, "Sebenarnya apa yang sudah aku lakukan?"Dimas benar-benar kebingungan dan terus berpikir dalam hati.Saat Dimas sedang duduk di dalam mobil dengan bingung dan tidak tahu harus mencari Amel ke mana, tiba-tiba Andi mengirimkan pesan WhatsApp."Kamu di mana? Ayo ketemu.""Aku sedang mencari kakakmu.""Aku tahu di mana kakakku. Temui aku dulu." Andi mengirimkan lokasinya pada Dimas. Dimas pun bergegas pergi ke tempat itu.Setelah Dimas sampai, Andi menatap Dimas dengan mata penuh permusuhan, kemudian berkata, "Kami sekeluarga sangat memercayaimu dan menyerahkan kakakku padamu. Aku benar-benar nggak menyangka kamu akan melakukan hal seperti itu."Bahkan Andi menuduh dirinya seperti ini, Dimas tiba-tiba kehilangan kesabaran dan menyahut, "Sebenarnya apa salah
"Sejujurnya, aku nggak tahu ke mana dia pergi. Aku cuma ingin membohongimu dan memberimu pelajaran. Aku nggak tahu kalau ini semua adalah kesalahpahaman," kata Andi dengan malu-malu. Saat bertemu dengan Dimas tadi, Andi selalu menunjukkan sikap garang di wajahnya. Sekarang dia lemas seperti sayur yang sudah layu."Kamu .... Sudahlah, lupakan saja. Sekarang aku nggak punya waktu untuk berdebat denganmu," ujar Dimas seraya memelototi Andi. Jika Dimas tidak menganggap Andi adalah adik kandung Amel, dia pasti sudah melayangkan kepalan tinjunya.Sementara itu, Irfan tiba-tiba menelepon pada waktu yang tidak tepat, "Pak Dimas, Dio sudah bersiap untuk kembali ke perusahaan. Masalahnya belum terselesaikan sepenuhnya. Beberapa waktu ini, kamu harus berhati-hati dan jangan sampai ketahuan oleh dia. Kalau nggak, semua rencana kita hancur.""Abaikan dulu masalah ini, bantu aku cari tahu di mana Amel sekarang. Kamu harus memberitahuku dalam waktu lima menit," sahut Dimas sebelum menutup teleponnya.
"Aku kangen kalian," ucap Amel sambil memeluk kakek dan neneknya, matanya tanpa sadar berkaca-kaca."Dasar anak nakal, bukankah Nenek sudah memberitahumu kalau dua hari lagi aku dan kakekmu akan pergi ke kota untuk mengunjungi kalian? Kamu malah datang kemari, pasti kamu kecapekan," hardik Tuty dengan penuh kepedulian."Aku nggak capek. Selama bisa bertemu dengan kalian, aku sama sekali nggak merasa capek.""Kamu ini memang pandai bicara, ya. Cepat masuk, siang ini Kakek dan Nenek akan memasakkan makan malam yang mewah untukmu.""Baiklah, aku sudah lama nggak makan makanan yang dimasak oleh Kakek dan Nenek," sahut Amel seraya mengikuti kakek dan neneknya ke dalam rumah dengan senyuman di wajahnya.Setelah kembali ke kampung halamannya, suasana hati Amel jelas menjadi jauh lebih baik."Amel, lihat betapa kurusnya kamu sekarang? Apakah kamu nggak makan dengan baik?" tanya Tuty saat menatap Amel dari ujung kepala sampai ujung kaki."Nenek, tentu saja aku makan dengan baik. Mungkin karena