“Siapa orangtua kamu, Nak. Kami perlu tahu agar bisa melamar kamu secepatnya.” Timpal Kakek dengan lembut.“Kamu gak usah takut, kami tidak masalah kamu dari keluarga mana.” ucap Artika yang melihat Dini enggan untuk menjawab.Di atas tangga Kenzi buru-buru turun kebawah karena ia mendengar orangtuanya sedang bertanya tentang keluarga Dini. “Dini, ayo kita pulang. Ini sudah malam.” kata Kenzi yang sudah berdiri di samping sofa.“Iis anak ini main ngajak pulang saja. Kami lagi ngobrol sama Dini. Bentar lagi pulangnya.” sahut Artika yang kecewa Dini diajak pulang sama Kenzi.“Tapi ini sudah malam, Ma. Nanti Dini bisa main kemari lagi.”Samuel dan Kakek Darma hanya diam tanpa melarang karena hari memang sudah malam.“Kakek, Om, Tante. Dini pulang dulu, makasih makan malamnya.” ucap Dini dengan sopan, lantas ia bangkit dari duduknya.“Iya, sayang. Kapan-Kapan kamu kesini lagi ya.” Kata Artika“Baik…Tante.” Dini pun menyalami Kakek Darma dan Om Samuel, saat ia hendak menyalami tante Arti
Sebelah tangan Kenzi yang memegang tangan Dini mulai mengendur saat wanita itu mengatakan hal buruk untuk Kenzi. Dini bisa merasakan wajah Kenzi yang kesal, lalu ia menggenggam tangan Kenzi kembali lalu tersenyum ke arahnya. Genggaman tangan Dini membuat hati Kenzi membuat hati Kenzi menghangat.“Maaf, Mbak. Saya sudah tahu kekurangan calon suami saya dan semua itu tidak masalah buat saya. Jadi Mbak bisa pergi dari sini kalau memang tidak ada yang perlu dibicarakan lagu.” ucap Dini dengan tersenyum miring.“Hah….apa kamu bilang? Kamu sudah tahu dan menerima kekurangan dia.”“Benar, ada masalah dengan Mbak.”“Aku tahu, kamu pasti cuma mengincar harta Ken saja.” Miska menatap Dini dengan ketus, “Ken aku kesini mau membicarakan hubungan kita, aku tahu kamu pasti masih memiliki perasaan sama aku ya kan. Bilang sama aku kalau wanita di samping kamu itu hanya wanita bayaran kamu ya kan.”Kenzi yang sudah muak mendengar ocehan Miska segera membuka pintu dan menarik masuk Dini ke dalam lalu m
Pagi-pagi sekali Dini sudah bangun dan sedang berkutat di dapur membuat sarapan buat dirinya dan Kenzi. Dini yang sedang memasak sekali-kali matanya melirik ke arah pintu ruang kerja tempat Kenzi berada.Dini tahu di dalam ruangan itu juga terdapat kamar tidur dan kamar mandi, ia merasa tidak enak harus menguasai kamar milik Kenzi tapi itu semua perintah Kenzi, padahal ia bisa saja mencari rumah sewa tapi Kenzi memintanya untuk tetap tinggal di apartemennya.Dini pun menyelesaikan masakannya dan menata di meja makan, lalu ia mendengar suara langkah kaki ternyata Kenzi sudah rapi dengan baju kerjanya. Penampilan Kenzi selalu menawan pantas mantan kekasihnya ingin kembali.“Kamu buat sarapan?” Tanya Kenzi yang duduk di meja makan.“Hmmm…iya. Om mau kopi atau teh?” tawar Dini yang sedang mengambil 2 buah cangkir.“Kopi saja.”“Oke” Dini segera membuat kopi buat Kenzi dan teh manis untuknya “Aku tidak tahu, Om biasa sarapan apa? Jadi aku buat sarapan yang aku biasa aku makan.” ucap Dini
“Sayang” sapa Miska dengan tersenyum manis. Miska sengaja bangun pagi-pagi hanya ingin menemui Kami di kantornya.“Ngapain kamu pagi-pagi ada disini?” Tanya kenzi.“Aku tahu kamu akan terus menghindar makanya aku sengaja ke sini, aku ingin bicara sama kamu, kasih aku waktu, please.” mohon Miska, lalu mendekati Kenzi.“Maaf aku sibuk. Max tolong kamu bereskan wanita ini.” perintah Kenzi pada Max, ia pun melangkah masuk ke dalam ruangannya.Melihat Kenzi masuk ke ruangannya, Miska juga ikut menyusul namun Max langsung menghadangnya.“Tolong, nona. Jangan membuat keributan, ini masih terlalu pagi lagian Tuan hari ini memang lagi sibuk.” kata Max mencoba untuk membuat Miska mengerti.Miska mendengus kesal, karena lagi-lagi usahanya tidak berhasil. Padahal ia sengaja pergi pagi-pagi hanya untuk bertemu dengan Kenzi tapi sepertinya laki-laki tersebut benar-benar marah padanya.Tidak mau membuat Kenzi semakin marah, Miska pun keluar dari perusahaan Kenzi dengan hati yang kesal.****Dewi dan
“Pak, tadi saya lihat Nona Miska.” bisik Dewi pada Kelvin yang saat ini sedang berada di ruangan meeting.“Kenapa gak kamu panggil?”“Tadi juga mau saya samperin tapi Bapak sudah bawa saya masuk kedalam.”“Kenapa gak bilang?”Dewi menarik nafas dengan kesal, percuma bicara dengan bosnya ini selalu saja muncul pertanyaan bukannya jawaban dari pertanyaan yang diajukan.Pintu ruangan meeting terbuka dan muncul seorang pria dengan rambut tertata rapi, memakai jas navy dan aura wajahnya sangat menyeramkan.Kenzi menyalami Kelvin yang merupakan klien pentingnya hari ini. Kenzi tidak tahu kalau Kelvin merupakan sepupu dari Miska. Lalu ia mengangguk pada Dewi yang ikut berdiri di samping Kelvin tanpa berjabat tangan dengan Dewi.“Mari silahkan, duduk. Maaf membuat Bapak hadir sepagi ini.” kata Kenzi dengan wajah datar.“Ah tidak masalah, Pak. Lagian kami sudah berada disini dari semalam.” jawab Kelvin.“Boleh kita mulai.” ucap Kenzi yang tidak mau membuang waktu hanya untuk berbasa-basi.“Bus
Sepertinya Kenzi tidak bisa menghindari Miska karena ia memandang Kelvin sebagai teman bisnisnya, ia pun harus bersikap profesional.“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Kelvin heran, ia memandang Kenzi yang seakan tidak suka dengan keberadaan Miska namun lain halnya dengan Miska yang tampak sangat senang.“Iya Pak. Kami ini…..” ucapan Miska dipotong oleh Kenzi, ia tidak mau Miska memberitahu hubungan mereka dulu.“Bersikaplah profesional disaat di jam kerja. Dan tanyakan hal yang menyangkut pekerjaan saja.” ujar Kenzi dengan datar. “Baik, Tuan. Mari Tuan saya tunjukkan sampai mana batas lokasi pembangunan nanti.” ucap Kelvin pada Kenzi, lalu ia melirik Dewi dan Miska yang berdiri tak jauh darinya, “kalian tunggu di sini saja.” lanjut Kelvin menyuruh dua wanita tersebut untuk tidak ikut memantau, karena sepertinya Kenzi tidak suka dengan keberadaan Miska, ia tidak mau proyek ini gagal.“Tapi kak…” Miska hendak protes tapi mendapat tatapan tajam Kakak sepupunya ia pun terpaksa mengikuti
“Ken, Mama dan Dini ada di restoran tidak jauh dari kantor kamu. Kamu kemari.” Kenzi membaca pesan singkat dari Mamanya, sejak kapan mereka sudah saling dekat, Kenzi harap Dini tidak berbicara apa-apa tentang dirinya.Kenzi langsung menekan tombol panggilan alih-alih membalas pesan sang Mama.“Hallo, sayang.” sapa Mama Artika di seberang.“Ken, gak bisa datang Ma. Ini Ken lagi di jalan karena tadi selesai meninjau lokasi.” “Aduh sayang banget, padahal ada yang ingin Mama tanyakan ke kamu.”Deg“Mama mau tanya apa? Apa Dini ada cerita tentang aku.” batin Kenzi.“Ken, kamu masih dengar Mama kan.” Tanya Artika yang tidak mendengar suara anaknya lagi.“Ah…iya, Ma. Mama mau tanya apa?” Tanya Kenzi yang sadar dari lamunannya.“Nanti saja. Mama tunggu di apartemen kamu ya. Ya sudah Mama dan Dini mau makan dulu atau kamu mau ngomong sama Dini.”“Tidak usah, Ma. Salam saja sama Dini.”“Kamu ini macem gak ketemu saja, pake titip salam segala.” ucap Artika tertawa.“Ken tutup ya, Ma.”“Ya, saya
“Dini….”Dini menoleh ke sumber suara yang memanggil namanya. “Kak Pram.” lirih Dini.Pram tersenyum ke arah Dini dan Artika yang berada disamping Dini, ia menatap heran Dini yang begitu sangat dekat dengan Mama Kenzi.“Tante, apa kabar?” Sapa Pram, lalu mencium punggung tangan Artika dengan sopan.“Tante baik-baik saja.” Jawab Artika tersenyum hangat.Pram melirik Dini yang hanya diam berdiri di samping Artika dengan menunduk tanpa mau menatapnya.“Ayo, Tan. Kita pulang.” ajak Dini, ia mencoba menghindar dari Pram, ia tahu pasti Pram curiga dengannya yang dekat sama Mama Kenzi.“Pram, Tante pulang dulu ya. Kami sudah seharian berjalan-jalan. Kamu sudah lama tidak main kerumah, Tante tunggu kamu dirumah ya.” “Baik, Tan.”Dini langsung menarik Artika berjalan menuju mobil, ia langsung duduk di kursi penumpang dan Artika disebelahnya. Dini menghembus nafasnya dengan berat, ia sedikit tenang bisa menghindar dari Pram. Ia tidak mau Pram bertanya hal-hal aneh tentangnya.“Apa kalian sali
Semua yang ada di meja makan terkejut dengan sikap Dini. Kenzi yang melihat Dini buru-buru ke kamar mandi segera menyusul. Artika pun segera ke dapur untuk membuat minuman jahe dengan wajah berbinar. Dewi dan Kelvin hanya saling melirik tidak tau harus berbuat apa. Setelah memuntahkan isi perutnya tubuh Dini tampak lemas, Kenzi pun membawa Dini ke kamarnya, namun sebelumnya ia meminta maaf pada Dewi dan Kelvin yang tidak bisa ikut makan bersama berhubung Dini sedang tidak enak badan. “Dewi, Kelvin lanjutkan saja makannya. Tante mau membawa minuman jahe dulu ke kamar Dini.” ucap Artika. “Iya, Tante.” Dewi menjadi tidak nafsu makan setelah melihat adiknya sakit. Sampai lemas begitu dan tidak bisa makan. “Sayang, Makanlah. Habis ini kita ke atas lihat keadaan Dini. Padahal dia tadi baik-baik saja. Kok tiba-tiba bisa sakit ya. Apa mungkin Dini sedang hamil.” Jawab Kelvin yang juga merasa heran dengan keadaan Dini yang tiba-tiba sakit. “Apa? Hamil?” Kelvin mengangguk sambil mengunyah
Seperti yang dijanjikan oleh Dini, hari ini Kenzi dan Dini pergi kerumah sakit untuk kembali memeriksa kesehatan mereka. Mereka pun segera masuk ke ruang Dokter Rita tanpa menunggu antrian karena sudah jauh-jauh hari Dini membuat janji.Di dalam ruangan serba putih tersebut, Dini melakukan rangkaian pemeriksaan. Jantung Dini berdetak lebih cepat saat sebuah alat menempel di perutnya dan Dokter Rita dengan wajah serius memperhatikan layar monitor yang ada di sebelah ranjang tempat Dini berbaring. Kenzi yang berada di samping Dini memegang tangan Dini yang tampak dingin.“Bagaimana Dok?” Tanya Kenzi yang mulai penasaran, karena sejak tadi Dokter tersebut hanya diam sambil sekali-kali menganggukkan kepalanya.“Semua baik-baik saja. Rahim istri Bapak juga bagus. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” jawab Dokter Rita dengan senyum ramah. Lalu meletakan alat yang ia gunakan tadi pada tempatnya dan meminta perawat membersihkan gel yang ada diperut Dini. Kemudian Dini merapikan pakaiannya dan
Pagi yang cerah, secerah seperti dua pasangan halal yang saat ini masih berada di ranjang dengan selimut menutupi tubuh keduanya tanpa sehelai benang. Entah pukul berapa mereka memejamkan mata, Kenzi bener-bener menuntaskan hasratnya yang telah lama terpendam. Tidur Kenzi pun terusik saat tangan Dini berpindah tempat yang tadinya memeluk tubuhnya sekarang berada di bawah perutnya dan otomatis membangunkan adiknya yang baru beberapa jam tertidur. “Sayang…kamu kembali membangunkannya.” gumam Kenzi dengan mata masih terpejam sambil menahan hasratnya yang kembali bangkit. “Hmmmm…” Dini cuma menggeliat, ia tidak paham dengan ucapan Kenzi malah tangannya mengelus-elus perut datar Kenzi bahkan memasukan jari telunjuknya ke dalam pusarnya. Sepertinya Dini memiliki mainan baru, perbuatan Dini tersebut membuat pusaka Kenzi berdiri semakin tegak. Kenzi yang tidak tahan segera menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh mereka, lantas Kenzi sudah berada di atas tubuh Dini. Dini sontak terkej
“Om kok mukanya jutek gitu sih?” Tanya Dini saat melihat perubahan wajah sang suami.“Gak kok.” jawab Kenzi dengan nada ketus.“Apa om masih kesel sama Kak Pram.” ucap Dini. Karena setelah Kak Pram datang wajah sang suami sangat kecut kayak jeruk nipis.Kenzi hanya diam dengan wajah datarnya. Dini sontak mengulum senyum dan menutup mulutnya dengan tangan takut tawanya kedengaran para tamu yang masih menikmati hidangan.“Apa ada yang lucu?” tanya Kenzi kembali terlihat kesal.“Om lucu banget kalau ngambek, masa gitu aja om cemburu padahal Dini uda jadi istri Om lo.” jawab Dini sambil terkekeh.“Ya kamu emang uda jadi istri aku tetapi cuma istri belum jadi istri seutuhnya. Kalau saja ini bukan acara Kakek Sanjaya inginkan mungkin sejak dari tadi aku udah mengurung kamu di kamar.”Tawa Dini terhenti, ia menatap Kenzi dengan pura-pura takut. Kenzi sudah sangat lama menahan diri untuk tidak menyentuhnya karena banyaknya pekerjaan tapi hari ini sepertinya akan menjadi malam panas buat merek
Dini tersenyum canggung saat Mama Artika mendekat, lalu Dini pun berbisik dengan pelan, “Mama ada pembalut…” ucap Dini sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Mata Mama Artika membola kemudian ia pun mengulum senyum sambil menghela nafas berat, ternyata sang menantu bukan tidak nyaman tinggal dirumah ini melainkan butuh pembalut dan sepertinya Kenzi harus menunda malam pertamanya dan itu berarti Artika harus juga bersabar untuk segera memiliki cucu.“Ayo…ikut Mama ke kamar.” ajak Artika pada Dini. Artika pun merangkul sang menantu menuju kamarnya untuk mengambil pembalut.Setelah mengambil pembalut pada Mama Artika, Dini pun kembali ke kamar Kenzi. Saat masuk kamar, Dini melihat Kenzi sudah berada di tempat tidur dengan memakai piyama sepertinya Kenzi sudah membersihkan diri saat ia keluar. Dini segera masuk ke kamar mandi dan tak lupa membawa handuk serta baju tidurnya.Tak lama Dini keluar dari kamar mandi dengan wajah segar. Ia menoleh ke ranjang dimana Kenzi tidur. Ia jadi bi
Setelah berbicara mengenai pesta pernikahan, Kakek Sanjaya pun kembali ke jogja di antar oleh Samuel dan Max. Sebenarnya Kakek Sanjaya masih ingin bersama cucunya karena masih ada rasa rindu yang terpendam setelah berpuluh tahun akhirnya bisa bertemu namun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal lebih lama.Suasana rumah kembali sepi terlepas pulangnya Kakek Sanjaya. Dini hanya duduk dalam diam, ia yang biasanya bisa mencairkan suasana mendadak seperti orang kebingungan.“Ken, bawa Dini ke kamar. Dini pasti lelah dan butuh istirahat.” kata Artika yang menatap wajah lelah sang menantu.“Dini baik-baik saja, Tante.” jawab Dini yang merasa agak canggung harus berada di kamar Kenzi.Alis Artika menyatu mendengar ucapan Dini, “sayang panggil Mama dong jangan Tante lagi.” Ucap Artika dengan nada dibuat sedih.“Hah…maaf tan..eh Ma. Maaf Dini belum terbiasa.” jawab Dini yang merasa bersalah.“Iya sayang. Mama tahu. Ya sudah sana naik ke atas. Mama minta maaf ya, seharusnya pernikahan kalian…”
Dini terpaku menatap wajah datar sang Kakek yang menampakkan gurat kecewa, “apa yang akan Kakek lakukan sama Ibu?” Tanya Dini dengan nada suara khawatir.“Selama ini Ibu baik sama Dini, Dini juga mengerti perasaan Ibu. Mungkin berat bagi Ibu merawat Dini yang seorang anak dari selingkuhan suaminya. Jadi Kakek jangan marah sama Ibu, kalau Ibu tidak meninggalkan Dini mungkin Dini tidak akan bertemu dengan Om Kenzi begitu juga dengan pertemuan kita ini, Kek.” Jawab Dini dengan mata berkaca-kaca.Artika yang mendengar penuturan sang menantu merasa iba, walau tidak dijelaskan bagaimana kehidupan Dini bersama Ibu Tirinya tapi bisa Artika bayangkan kalau hidup Dini dulu sangat menderita. Artika dan suami telah mengetahui seluk beluk Dini bahkan sebelum Kakek Darma meninggal pun beliau sudah tau kalau pertemuan Dini dan Kenzi karena Dini dijual oleh Ibu tirinya. Dan untung saja Kenzi yang membelinya, bayangkan kalau laki-laki mesum yang membeli Dini waktu itu pastinya hidup Dini akan semakin
Mengingat kondisi sang Kakek yang semakin melemah. Dini yang seharusnya menemui keluarga Ibu Kandungnya harus ditunda. Pernikahan mereka pun memiliki sedikit kendala karena Dini telah menemukan keluarga dari pihak Ibunya, tidak mungkin Dini menikah tanpa meminta restu dari Kakek dari pihak Ibunya.Max pun memberitahu kepada Tuan Besar Samuel tentang masalah Dini kalau Dini merupakan cucu dari Sanjaya, Samuel pun segera menemui Sanjaya kediamannya untuk memberi tahu pernikahan cucunya tersebut. Perjalanan Samuel ke Jogja untuk menemu Sanjaya pun mendadak menjadi dramatis, ternyata Sanjaya merupakan sahabat Darma semasa kecil.Mengetahui kalau Darma sakit keras, Sanjaya pun ikut Samuel ke Jakarta untuk melihat keadaan Darma sekaligus menjadi saksi pernikahan cucu yang selama ini mereka cari.Dikediaman Sanjaya, Miska yang mengetahui kalau Dini akan menikah dengan Kenzi berusaha ingin ikut bersama Kakek Sanjaya, namun dicegah oleh Kelvin yang saat itu berada di kediaman sang Kakek. Kelvi
Sesampainya di rumah sakit, Kenzi dan Dini langsung menuju keruangan ICU tempat sang Kakek dirawat. Di luar ruangan tampak Mama Artika yang sedang menangis di pelukan Papa Samuel dan di sebelahnya ada Max yang sedang berbicara melalui telepon. Entah dengan siapa Max berbicara Kenzi tidak mau ambil pusing walau dihati ada rasa penasaran kenapa Max berada dirumah sakit lebih dahulu daripada dirinya.Langkah Kenzi semakin cepat dan hatinya semakin diliputi rasa cemas yang tidak kentara, Dini yang ikut merasakan kecemasan Kenzi pun menggenggam tangan Kenzi untuk memberikan Kenzi sedikit ketenangan.“Ma, Pa…” lirih Kenzi saat ia sudah berada di hadapan Arika dan Samuel. Pelukan Artika pun terurai dan menatap wajah anaknya dengan sedih.“Bagaimana keadaan Kakek?” Tanya Kenzi dengan suara bergetar. Karena melihat wajah kedua orang tuanya bisa Kenzi pastikan keadaan kakeknya memburuk apalagi Artika menjawab sambil menggeleng dengan airmata berlinang, lantas Samuel kembali memeluk sang istri s