Tiga hari berlalu setelah kejadian penyerangan itu. Olivia saat ini ada di ruang kerjanya. Dia mulai merapikan semua hal yang sudah dikacaukan oleh Paula. Dia juga sudah memulai rencananya untuk memberikan pelajaran pada wanita itu. “Masuk!” perintah Olivia pada orang yang mengetuk pintu ruang kerjanya. Dia melihat ke arah pintu yang sekarang terbuka. Dia melihat Adel yang masuk dengan beberapa dokumen di tangannya. Wanita itu mendekat dan langsung memberikan dokumen yang ada di tangannya pada Olivia. “Apakah semua ini sudah selesai?” tanya Olivia pada Adel. “Masalah perusahaanmu sudah berhasil diatasi. Dan sekarang kamu sudah bisa bernapas lega.” “Apa, Nolan ada di balik semua ini? Sehingga semuanya bisa selesai dengan begitu cepat?” Olivia menatap ke arah Adel. Dia ingin tahu apakah semua yang ada di dalam pikirannya benar atau tidak. Dia pun melihat Adel mengangguk yang artinya jika Nolan sudah membantunya dalam menyelesaikan masalah perusahaannya. “Dia keras kepala. Pad
"Ayah, tidak melakukan apa-apa padanya. Namun, Ayah masih tidak setuju kamu dengannya. Ayah harap kamu bisa menuruti apa yang Ayah inginkan,” Sang ayah berkata pada putrinya. “Aku masih saja menyembunyikannya dariku. Tidak mengapa. Aku tidak akan memaksa Ayah untuk mengatakannya. Maka aku juga akan terus bersama dengannya,” Olivia berkata pada ayahnya. Olivia juga kembali mengingatkan sang ayah jika yang sudah membantunya untuk menyelesaikan masalah perusahaan adalah Nolan. Dia berharap jika sang ayah tidak terus memaksanya untuk menjauh dari pria itu. Dia melihat sang ayah hanya diam sembari mendengarkan apa yang sudah dikatakan olehnya. Namun, dia tidak melihat ekspresi kecewa atau merasa senang karena perusahaan sudah berhasil diselamatkan. “Ayah pikir kamu bisa menyelesaikan masalah perusahaan tanpa bantuan dari pria itu. Namun, Ayah salah.” “Jujur saja padaku! Mengapa Ayah begitu membencinya? Seharunya Ayahlah yang merasa bersalah padanya. Lalu meminta maaf padanya karena s
Olivia sudah ada di rumah sakit. Nolan pun langsung menuju ke rumah sakit setelah mengetahui kabar itu. Di dalam benaknya Nolan sangat geram dengan orang yang sudah melakukan semua itu pada Olivia. “Bagaimana keadaan, Olivia?” tanya Nolan setelah dia melihat Alex yang ada di depannya. “Dia sudah berada di ruang perawatan. Sekarang kita hanya menunggu dia terbangun.” “Apa aku boleh melihatnya?” “Tentu saja. Kamu ikutlah denganku.” Nolan mengangguk dan dia mengikuti langkah Alex. Dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Sebelum itu dia haru mengenakan pakaian yang harus dikenakan oleh Nolan jika ingin masuk melihat Olivia. Dia sudah ada di dalam ruangan. Dia melihat Olivia yang tidak sadarkan diri di atas ranjang. Dia mendekat ke arah ranjang. Menatapnya dengan lekat dan memegang tangan Olivia secara perlahan. “Kamu harus bangun, Sayang! Masih ada yang harus kamu lakukan!” ucap Nolan dengan sedikit nada menekan. Dia ingin memberikan Olivia semangat agar bisa kembali bangun. Sebab ma
Satu minggu berlalu. Olivia pun sudah siuman dan sedang menjalani masa pemulihan. Beruntung tidak terjadi hal yang lebih buruk dari kecelakaan yang terjadi. Namun, sepertinya dia masih memerlukan beberapa hari lagi untuk bisa berjalan dengan baik tanpa bantuan dari tongkat penyangga. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Adel pada Olivia. Setelah dia masuk ke dalam ruang rawat inap. “Sudah membaik.” “Baguslah. Aku dengar kamu ada kemajuan saat melakukan terapi jalan.” “Hummmm ... aku ingin segera bisa berjalan lagi.” Olivia pun melihat ke arah pintu ruangan. Dia mencari seseorang yang belum ditemuinya semenjak dirinya siuman dari kecelakaan kala itu. Dia kembali menatap ke arah Adel. “Mengapa dia tidak menemui aku?” tanya Olivia pada Adel. “Ada yang harus dikerjakan olehnya. Dan sekarang dia tidak ada di Jakarta.” “Jangan membohongi aku. Katakan saja apa yang sedang dilakukan olehnya!” Adel terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Olivia. Dia tahu jika wanita yang ada di depannya
“Mana mungkin aku akan menghabisimu dengan begitu cepat,” ucap orang itu sembari menatap Olivia. Olivia mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Dia menatap orang itu dengan saksama. Seraya mencari tahu apa yang ada di benak orang itu. Serta mencari sesuatu yang ingin diketahuinya.
Olivia tersenyum dan dia terus saja menggoda Nolan. Dia tidak peduli dengan pria itu yang nantinya tidak bisa menahan hasratnya. Dia tahu dengan pasti jika Nolan akan menahannya sekuat tenaga karena saat ini dirinya masih di tahap penyembuhan. “Olivia, cukup!” Nolan kembali berusaha untuk menghentikan Olivia. Agar tidak membuatnya kehilangan kontrol karena gairahnya yang semakin memuncak.“Siapa suruh kamu hanya datang saat aku sudah tertidur.”“Sayang ....”“Ini adalah hukuman untukmu.”Olivia pun melepaskan tangannya. Akan tetapi, dia kembali menjaili Nolan yang mulai mencium lembut leher pria itu. Dia belum puas untuk menggoda Nolan yang sudah membuatnya sedikit kecewa.“Olivia ...,” Nolan menyebut nama wanitanya itu. Lalu mengubah posisi tubuhnya. Sehingga tubuhnya ada di atas tubuh Olivia.“Sayang, kamu harus ingat jika aku masih belum pulih sepenuhnya,” sambung Olivia. Sembari tersenyum puas. Nolan tahu jika wanita yang ada di bawahnya itu masih dalam tahap penyembuhan
"Sungguh disayangkan yang kamu bisa lakukan hanya menekan dan mengancamku saja. Sekarang lebih baik kamu urus saja adikmu itu,” Olivia berkata dengan nada datar. Pada orang yang ada di depannya. “Kamu tahu apa yang terjadi pada, Paula?” tanya orang itu pada Olivia. Dan dia tidak lain adalah Dean. Dean yakin jika Olivia belum tahu apa yang terjadi pada Paula. Akan tetapi, dia sama sekali tidak memedulikan adiknya itu. Karena sudah beberapa kali dia memperingatkan adiknya agar tidak membuat masalah besar dengan Nolan. “Dean, sepertinya kamu tidak sayang pada adikmu itu. Apakah kalian benar-benar bersaudara?” Olivia kembali bertanya pada Dean. Meski dirinya tidak tahu apa yang terjadi pada Paula. Namun, dia sangat tidak memahami pria yang ada di dekatnya itu. Pria itu begitu tidak perhatian dan sayang pada Paula. Akan tetapi, berbeda jika semua hal yang ada kaitannya dengan Miranda. Dia menatap pria itu yang terdiam dan tidak menjawab pertanyaan yang dilayangkan olehnya. Dia merasa
"Untuk apa lagi kamu ke sini?” tanya Olivia pada orang yang ada di depannya. “Aku datang ke sini untuk meminta maaf padamu.”“Maaf? Setelah semua yang kamu lakukan padaku?” Olivia menatap orang itu dengan sorot mata yang penuh dengan selidik. Dia tidak tahu apalagi yang direncanakan oleh orang itu. Dia juga menatapnya dengan saksama melihat apakah ada yang aneh dengannya.“Paula, sebaiknya kamu pergi dari sini! Apa kamu belum merasa jera dengan hukuman yang diberikan ....”“Jangan menggangguku! Urusanku dengan Olivia. Bukan denganmu!” potong Paula dengan nada ketus pada Adel.Olivia tersenyum simpul saat mendengar nada bicara wanita itu. Dia berpikir jika Paula belum merasa menyesal dengan perbuatan yang sudah dilakukan olehnya pada dirinya. “Mungkin hukuman Nolan belum seberapa. Sehingga dia tidak merasa jera. Apa kamu ingin aku meminta Nolan untuk menambahkan hukumannya?” sambung Olivia. Dengan nada datar.Olivia ikut merasa kesal juga sehingga melontarkan kata-kata seper