“Mana mungkin aku akan menghabisimu dengan begitu cepat,” ucap orang itu sembari menatap Olivia. Olivia mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Dia menatap orang itu dengan saksama. Seraya mencari tahu apa yang ada di benak orang itu. Serta mencari sesuatu yang ingin diketahuinya.
Olivia tersenyum dan dia terus saja menggoda Nolan. Dia tidak peduli dengan pria itu yang nantinya tidak bisa menahan hasratnya. Dia tahu dengan pasti jika Nolan akan menahannya sekuat tenaga karena saat ini dirinya masih di tahap penyembuhan. “Olivia, cukup!” Nolan kembali berusaha untuk menghentikan Olivia. Agar tidak membuatnya kehilangan kontrol karena gairahnya yang semakin memuncak.“Siapa suruh kamu hanya datang saat aku sudah tertidur.”“Sayang ....”“Ini adalah hukuman untukmu.”Olivia pun melepaskan tangannya. Akan tetapi, dia kembali menjaili Nolan yang mulai mencium lembut leher pria itu. Dia belum puas untuk menggoda Nolan yang sudah membuatnya sedikit kecewa.“Olivia ...,” Nolan menyebut nama wanitanya itu. Lalu mengubah posisi tubuhnya. Sehingga tubuhnya ada di atas tubuh Olivia.“Sayang, kamu harus ingat jika aku masih belum pulih sepenuhnya,” sambung Olivia. Sembari tersenyum puas. Nolan tahu jika wanita yang ada di bawahnya itu masih dalam tahap penyembuhan
"Sungguh disayangkan yang kamu bisa lakukan hanya menekan dan mengancamku saja. Sekarang lebih baik kamu urus saja adikmu itu,” Olivia berkata dengan nada datar. Pada orang yang ada di depannya. “Kamu tahu apa yang terjadi pada, Paula?” tanya orang itu pada Olivia. Dan dia tidak lain adalah Dean. Dean yakin jika Olivia belum tahu apa yang terjadi pada Paula. Akan tetapi, dia sama sekali tidak memedulikan adiknya itu. Karena sudah beberapa kali dia memperingatkan adiknya agar tidak membuat masalah besar dengan Nolan. “Dean, sepertinya kamu tidak sayang pada adikmu itu. Apakah kalian benar-benar bersaudara?” Olivia kembali bertanya pada Dean. Meski dirinya tidak tahu apa yang terjadi pada Paula. Namun, dia sangat tidak memahami pria yang ada di dekatnya itu. Pria itu begitu tidak perhatian dan sayang pada Paula. Akan tetapi, berbeda jika semua hal yang ada kaitannya dengan Miranda. Dia menatap pria itu yang terdiam dan tidak menjawab pertanyaan yang dilayangkan olehnya. Dia merasa
"Untuk apa lagi kamu ke sini?” tanya Olivia pada orang yang ada di depannya. “Aku datang ke sini untuk meminta maaf padamu.”“Maaf? Setelah semua yang kamu lakukan padaku?” Olivia menatap orang itu dengan sorot mata yang penuh dengan selidik. Dia tidak tahu apalagi yang direncanakan oleh orang itu. Dia juga menatapnya dengan saksama melihat apakah ada yang aneh dengannya.“Paula, sebaiknya kamu pergi dari sini! Apa kamu belum merasa jera dengan hukuman yang diberikan ....”“Jangan menggangguku! Urusanku dengan Olivia. Bukan denganmu!” potong Paula dengan nada ketus pada Adel.Olivia tersenyum simpul saat mendengar nada bicara wanita itu. Dia berpikir jika Paula belum merasa menyesal dengan perbuatan yang sudah dilakukan olehnya pada dirinya. “Mungkin hukuman Nolan belum seberapa. Sehingga dia tidak merasa jera. Apa kamu ingin aku meminta Nolan untuk menambahkan hukumannya?” sambung Olivia. Dengan nada datar.Olivia ikut merasa kesal juga sehingga melontarkan kata-kata seper
Olivia turun dari ranjang dan dia berjalan secara perlahan menuju balkon. Dia sudah ada di balkon dan melihat sekeliling. Dia tidak menemukan seseorang atau yang mencurigakan. Lalu dia melihat ke arah taman dan tidak melihat orang asing. “Apakah hanya perasaanku saja?” gumam Olivia. Sembari berdiri di sana beberapa saat saja. Setelah dirasa cukup aman dan hatinya sudah tidak merasa ada yang aneh. Dia kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia berjalan menuju sebuah meja kerja yang ada di dalam kamarnya. Dia mengambil laptopnya dan kembali berjalan mendekat ke arah ranjang. Dia membuka laptopnya dan menyalakannya. Olivia mulai memeriksa beberapa email yang masuk. Setelah itu dia membacanya dan membalas email yang dirasa perlu mendapatkan upan balik darinya. “Masuk!” perintah Olivia pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Dia melihat ke arah pintu kamarnya dan melihat seorang pelayan wanita. Pelayan itu mendekat ke arahnya. Setelah itu memberikan sedikit hormat padanya. “A
“Mengapa harus bertemu? Bukankah kamu bisa mengatakannya padaku sekarang juga?” tanya Olivia pada wanita yang ada di ujung telepon. Wanita itu bersikeras ingin bertemu dengan Olivia secara langsung. Dia mengatakan pada Olivia jika dirinya akan mengatakan sebuah rahasia besar yang dimiliki oleh Nolan Raymond. “Paula, apakah kamu tidak bosan ingin membuatku membenci Nolan? Apakah kamu pikir aku akan percaya sepenuhnya padamu?” Olivia kembali berkata pada wanita yang ada di ujung telepon. Yang tidak lain adalah Paula. Olivia kembali mendengarkan Paula yang tetap bersikeras ingin bertemu dengannya secara langsung. Dia berani menjamin jika semua yang dikatakan olehnya adalah kebenaran. “Baiklah. Aku akan menemuimu. Kirimkan saja aku lokasi pertemuan kita!” Olivia akhirnya menyetujui Paula yang ingin bertemu dengannya. Setelah itu dia memutuskan sambungan teleponnya. Tidak berselang lama ada seseorang yang mengetuk pintu ruang kerjanya. “Masuk!” perintah Olivia pada orang yang ada d
“Nolan, lepaskan aku!” pekik Olivia. Sembari berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman pria itu. Namun, tenaga Nolan begitu kuat. Dia sama sekali tidak memedulikan perkataan Olivia. Dia terus menarik tangan Olivia dan tidak memedulikan jika wanita itu kesakitan. Olivia menghentikan langkahnya. Dia menarik tangannya sekuat tenaga. Akhirnya Nolan berhenti menariknya dan menatapnya dengan sangat tajam.“Aku tidak mau ikut denganmu! Kamu menipuku!” tukas Olivia. Dengan tatapan penuh dengan rasa kecewa dan marah. “Kamu sudah ada di dalam genggamanku! Maka akan sangat sulit untuk melepaskannya!” timpal Nolan. Lalu dia mengangkat tubuh Olivia.Nolan menggendong Olivia seperti sekarung beras yang ditempatkan di pundaknya. Dia kembali berjalan mendekat ke arah mobilnya. Dia tidak peduli sekeras apa wanita itu berteriak dan menggeliat. Dia menghempaskan tubuh Olivia dengan sangat kuatnya ke dalam mobil. Dia sama sekali tidak peduli saat mendengar wanita itu meringis kesakitan. N
Olivia berusaha untuk mengimbangi lawannya. Dia beberapa kali menghindari serangan wanita itu. Serta menangkis serangannya. Jika ada kesempatan dia menyerang balik wanita itu. “Kamu pikir bisa menghabisi aku dengan mudah? Apakah Nolan tidak memberitahumu jika aku bukan wanita lemah?” Olivia melayangkan pertanyaan pada wanita itu. Dengan nada yang memancing kekesalan wanita itu. “Kita lihat siapa yang tangguh di antara kita berdua!” Wanita itu kembali menyerang Olivia dengan rasa kesal di dalam hatinya. Dia merasa jika Olivia sudah meremehkan kemampuan yang dimilikinya. Olivia meringis saat wanita itu berhasil melukai lengannya dengan senjata tajam. Darah pun mulai keluar tetapi itu tidak membuatnya lemah dan takut. Dia malah menyerang balik wanita itu. Dan berhasil menjatuhkan senjatanya lalu membuangnya sejauh mungkin. Dia terus saja menyerang wanita itu tanpa henti. Sehingga membuat wanita itu kelelahan dan terpojok. Dia tersenyum tipis saat melihat lawannya sudah mulai ke