Satu minggu berlalu. Olivia pun sudah siuman dan sedang menjalani masa pemulihan. Beruntung tidak terjadi hal yang lebih buruk dari kecelakaan yang terjadi. Namun, sepertinya dia masih memerlukan beberapa hari lagi untuk bisa berjalan dengan baik tanpa bantuan dari tongkat penyangga. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Adel pada Olivia. Setelah dia masuk ke dalam ruang rawat inap. “Sudah membaik.” “Baguslah. Aku dengar kamu ada kemajuan saat melakukan terapi jalan.” “Hummmm ... aku ingin segera bisa berjalan lagi.” Olivia pun melihat ke arah pintu ruangan. Dia mencari seseorang yang belum ditemuinya semenjak dirinya siuman dari kecelakaan kala itu. Dia kembali menatap ke arah Adel. “Mengapa dia tidak menemui aku?” tanya Olivia pada Adel. “Ada yang harus dikerjakan olehnya. Dan sekarang dia tidak ada di Jakarta.” “Jangan membohongi aku. Katakan saja apa yang sedang dilakukan olehnya!” Adel terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Olivia. Dia tahu jika wanita yang ada di depannya
“Mana mungkin aku akan menghabisimu dengan begitu cepat,” ucap orang itu sembari menatap Olivia. Olivia mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Dia menatap orang itu dengan saksama. Seraya mencari tahu apa yang ada di benak orang itu. Serta mencari sesuatu yang ingin diketahuinya.
Olivia tersenyum dan dia terus saja menggoda Nolan. Dia tidak peduli dengan pria itu yang nantinya tidak bisa menahan hasratnya. Dia tahu dengan pasti jika Nolan akan menahannya sekuat tenaga karena saat ini dirinya masih di tahap penyembuhan. “Olivia, cukup!” Nolan kembali berusaha untuk menghentikan Olivia. Agar tidak membuatnya kehilangan kontrol karena gairahnya yang semakin memuncak.“Siapa suruh kamu hanya datang saat aku sudah tertidur.”“Sayang ....”“Ini adalah hukuman untukmu.”Olivia pun melepaskan tangannya. Akan tetapi, dia kembali menjaili Nolan yang mulai mencium lembut leher pria itu. Dia belum puas untuk menggoda Nolan yang sudah membuatnya sedikit kecewa.“Olivia ...,” Nolan menyebut nama wanitanya itu. Lalu mengubah posisi tubuhnya. Sehingga tubuhnya ada di atas tubuh Olivia.“Sayang, kamu harus ingat jika aku masih belum pulih sepenuhnya,” sambung Olivia. Sembari tersenyum puas. Nolan tahu jika wanita yang ada di bawahnya itu masih dalam tahap penyembuhan
"Sungguh disayangkan yang kamu bisa lakukan hanya menekan dan mengancamku saja. Sekarang lebih baik kamu urus saja adikmu itu,” Olivia berkata dengan nada datar. Pada orang yang ada di depannya. “Kamu tahu apa yang terjadi pada, Paula?” tanya orang itu pada Olivia. Dan dia tidak lain adalah Dean. Dean yakin jika Olivia belum tahu apa yang terjadi pada Paula. Akan tetapi, dia sama sekali tidak memedulikan adiknya itu. Karena sudah beberapa kali dia memperingatkan adiknya agar tidak membuat masalah besar dengan Nolan. “Dean, sepertinya kamu tidak sayang pada adikmu itu. Apakah kalian benar-benar bersaudara?” Olivia kembali bertanya pada Dean. Meski dirinya tidak tahu apa yang terjadi pada Paula. Namun, dia sangat tidak memahami pria yang ada di dekatnya itu. Pria itu begitu tidak perhatian dan sayang pada Paula. Akan tetapi, berbeda jika semua hal yang ada kaitannya dengan Miranda. Dia menatap pria itu yang terdiam dan tidak menjawab pertanyaan yang dilayangkan olehnya. Dia merasa
"Untuk apa lagi kamu ke sini?” tanya Olivia pada orang yang ada di depannya. “Aku datang ke sini untuk meminta maaf padamu.”“Maaf? Setelah semua yang kamu lakukan padaku?” Olivia menatap orang itu dengan sorot mata yang penuh dengan selidik. Dia tidak tahu apalagi yang direncanakan oleh orang itu. Dia juga menatapnya dengan saksama melihat apakah ada yang aneh dengannya.“Paula, sebaiknya kamu pergi dari sini! Apa kamu belum merasa jera dengan hukuman yang diberikan ....”“Jangan menggangguku! Urusanku dengan Olivia. Bukan denganmu!” potong Paula dengan nada ketus pada Adel.Olivia tersenyum simpul saat mendengar nada bicara wanita itu. Dia berpikir jika Paula belum merasa menyesal dengan perbuatan yang sudah dilakukan olehnya pada dirinya. “Mungkin hukuman Nolan belum seberapa. Sehingga dia tidak merasa jera. Apa kamu ingin aku meminta Nolan untuk menambahkan hukumannya?” sambung Olivia. Dengan nada datar.Olivia ikut merasa kesal juga sehingga melontarkan kata-kata seper
Olivia turun dari ranjang dan dia berjalan secara perlahan menuju balkon. Dia sudah ada di balkon dan melihat sekeliling. Dia tidak menemukan seseorang atau yang mencurigakan. Lalu dia melihat ke arah taman dan tidak melihat orang asing. “Apakah hanya perasaanku saja?” gumam Olivia. Sembari berdiri di sana beberapa saat saja. Setelah dirasa cukup aman dan hatinya sudah tidak merasa ada yang aneh. Dia kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia berjalan menuju sebuah meja kerja yang ada di dalam kamarnya. Dia mengambil laptopnya dan kembali berjalan mendekat ke arah ranjang. Dia membuka laptopnya dan menyalakannya. Olivia mulai memeriksa beberapa email yang masuk. Setelah itu dia membacanya dan membalas email yang dirasa perlu mendapatkan upan balik darinya. “Masuk!” perintah Olivia pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Dia melihat ke arah pintu kamarnya dan melihat seorang pelayan wanita. Pelayan itu mendekat ke arahnya. Setelah itu memberikan sedikit hormat padanya. “A
“Mengapa harus bertemu? Bukankah kamu bisa mengatakannya padaku sekarang juga?” tanya Olivia pada wanita yang ada di ujung telepon. Wanita itu bersikeras ingin bertemu dengan Olivia secara langsung. Dia mengatakan pada Olivia jika dirinya akan mengatakan sebuah rahasia besar yang dimiliki oleh Nolan Raymond. “Paula, apakah kamu tidak bosan ingin membuatku membenci Nolan? Apakah kamu pikir aku akan percaya sepenuhnya padamu?” Olivia kembali berkata pada wanita yang ada di ujung telepon. Yang tidak lain adalah Paula. Olivia kembali mendengarkan Paula yang tetap bersikeras ingin bertemu dengannya secara langsung. Dia berani menjamin jika semua yang dikatakan olehnya adalah kebenaran. “Baiklah. Aku akan menemuimu. Kirimkan saja aku lokasi pertemuan kita!” Olivia akhirnya menyetujui Paula yang ingin bertemu dengannya. Setelah itu dia memutuskan sambungan teleponnya. Tidak berselang lama ada seseorang yang mengetuk pintu ruang kerjanya. “Masuk!” perintah Olivia pada orang yang ada d
“Nolan, lepaskan aku!” pekik Olivia. Sembari berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman pria itu. Namun, tenaga Nolan begitu kuat. Dia sama sekali tidak memedulikan perkataan Olivia. Dia terus menarik tangan Olivia dan tidak memedulikan jika wanita itu kesakitan. Olivia menghentikan langkahnya. Dia menarik tangannya sekuat tenaga. Akhirnya Nolan berhenti menariknya dan menatapnya dengan sangat tajam.“Aku tidak mau ikut denganmu! Kamu menipuku!” tukas Olivia. Dengan tatapan penuh dengan rasa kecewa dan marah. “Kamu sudah ada di dalam genggamanku! Maka akan sangat sulit untuk melepaskannya!” timpal Nolan. Lalu dia mengangkat tubuh Olivia.Nolan menggendong Olivia seperti sekarung beras yang ditempatkan di pundaknya. Dia kembali berjalan mendekat ke arah mobilnya. Dia tidak peduli sekeras apa wanita itu berteriak dan menggeliat. Dia menghempaskan tubuh Olivia dengan sangat kuatnya ke dalam mobil. Dia sama sekali tidak peduli saat mendengar wanita itu meringis kesakitan. N
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb