Olivia turun dari ranjang dan dia berjalan secara perlahan menuju balkon. Dia sudah ada di balkon dan melihat sekeliling. Dia tidak menemukan seseorang atau yang mencurigakan. Lalu dia melihat ke arah taman dan tidak melihat orang asing. “Apakah hanya perasaanku saja?” gumam Olivia. Sembari berdiri di sana beberapa saat saja. Setelah dirasa cukup aman dan hatinya sudah tidak merasa ada yang aneh. Dia kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia berjalan menuju sebuah meja kerja yang ada di dalam kamarnya. Dia mengambil laptopnya dan kembali berjalan mendekat ke arah ranjang. Dia membuka laptopnya dan menyalakannya. Olivia mulai memeriksa beberapa email yang masuk. Setelah itu dia membacanya dan membalas email yang dirasa perlu mendapatkan upan balik darinya. “Masuk!” perintah Olivia pada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Dia melihat ke arah pintu kamarnya dan melihat seorang pelayan wanita. Pelayan itu mendekat ke arahnya. Setelah itu memberikan sedikit hormat padanya. “A
“Mengapa harus bertemu? Bukankah kamu bisa mengatakannya padaku sekarang juga?” tanya Olivia pada wanita yang ada di ujung telepon. Wanita itu bersikeras ingin bertemu dengan Olivia secara langsung. Dia mengatakan pada Olivia jika dirinya akan mengatakan sebuah rahasia besar yang dimiliki oleh Nolan Raymond. “Paula, apakah kamu tidak bosan ingin membuatku membenci Nolan? Apakah kamu pikir aku akan percaya sepenuhnya padamu?” Olivia kembali berkata pada wanita yang ada di ujung telepon. Yang tidak lain adalah Paula. Olivia kembali mendengarkan Paula yang tetap bersikeras ingin bertemu dengannya secara langsung. Dia berani menjamin jika semua yang dikatakan olehnya adalah kebenaran. “Baiklah. Aku akan menemuimu. Kirimkan saja aku lokasi pertemuan kita!” Olivia akhirnya menyetujui Paula yang ingin bertemu dengannya. Setelah itu dia memutuskan sambungan teleponnya. Tidak berselang lama ada seseorang yang mengetuk pintu ruang kerjanya. “Masuk!” perintah Olivia pada orang yang ada d
“Nolan, lepaskan aku!” pekik Olivia. Sembari berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman pria itu. Namun, tenaga Nolan begitu kuat. Dia sama sekali tidak memedulikan perkataan Olivia. Dia terus menarik tangan Olivia dan tidak memedulikan jika wanita itu kesakitan. Olivia menghentikan langkahnya. Dia menarik tangannya sekuat tenaga. Akhirnya Nolan berhenti menariknya dan menatapnya dengan sangat tajam.“Aku tidak mau ikut denganmu! Kamu menipuku!” tukas Olivia. Dengan tatapan penuh dengan rasa kecewa dan marah. “Kamu sudah ada di dalam genggamanku! Maka akan sangat sulit untuk melepaskannya!” timpal Nolan. Lalu dia mengangkat tubuh Olivia.Nolan menggendong Olivia seperti sekarung beras yang ditempatkan di pundaknya. Dia kembali berjalan mendekat ke arah mobilnya. Dia tidak peduli sekeras apa wanita itu berteriak dan menggeliat. Dia menghempaskan tubuh Olivia dengan sangat kuatnya ke dalam mobil. Dia sama sekali tidak peduli saat mendengar wanita itu meringis kesakitan. N
Olivia berusaha untuk mengimbangi lawannya. Dia beberapa kali menghindari serangan wanita itu. Serta menangkis serangannya. Jika ada kesempatan dia menyerang balik wanita itu. “Kamu pikir bisa menghabisi aku dengan mudah? Apakah Nolan tidak memberitahumu jika aku bukan wanita lemah?” Olivia melayangkan pertanyaan pada wanita itu. Dengan nada yang memancing kekesalan wanita itu. “Kita lihat siapa yang tangguh di antara kita berdua!” Wanita itu kembali menyerang Olivia dengan rasa kesal di dalam hatinya. Dia merasa jika Olivia sudah meremehkan kemampuan yang dimilikinya. Olivia meringis saat wanita itu berhasil melukai lengannya dengan senjata tajam. Darah pun mulai keluar tetapi itu tidak membuatnya lemah dan takut. Dia malah menyerang balik wanita itu. Dan berhasil menjatuhkan senjatanya lalu membuangnya sejauh mungkin. Dia terus saja menyerang wanita itu tanpa henti. Sehingga membuat wanita itu kelelahan dan terpojok. Dia tersenyum tipis saat melihat lawannya sudah mulai ke
“Bagaimana keadaanmu? Apakah ada yang sakit?” tanya seorang wanita pada Olivia. Yang baru saja membuka matanya. Olivia secara perlahan mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk di atas ranjang. Kepalanya masih terasa berat dan akhirnya dia mengingat apa yang sudah terjadi. “Bagaimana dengan ayahku?” tanya Olivia pada wanita yang saat ini ada di sampingnya. “Semuanya sudah diatur dan ayahmu sudah dimakamkan.” “Apa? Siapa yang mengizinkannya?! Aku adalah putrinya. Mengapa tidak menunggu aku?!” pekik Olivia pada wanita itu. “Semua ini karena ....” “Karena siapa Adel? Cepat katakan!” Olivia bertanya kembali pada wanita itu. Yang tidak lain adalah asistennya. “Ibu tirimu.” “Apa?! Dia tidak memiliki hak untuk itu! Akulah yang berhak.” Adel tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Sebab dia juga sebenarnya sudah berusaha agar menunggu Olivia siuman. Akan tetapi, dirinya tidak ada ikatan dengan keluarga Olivia. Olivia turun dari ranjangnya. Dia berjalan ke luar dan ingin bertemu de
"Apa yang kalian lakukan hah?! Hingga detik ini kalian tidak bisa menemukan keberadaan, Olivia!” pekik Nolan pada beberapa orang yang ada di depannya. Dia sangat gusar dengan kinerja mereka semua yang tidak bisa menemukan satu orang wanita saja. Padahal mereka bisa dengan mudah menemukan musuh meski bersembunyi di lubang tikus sekalipun. Nolan terus saja memarahi mereka semua. Tidak ada satu orang pun yang berani bicara. Termasuk Ia, Alex dan juga Adel yang ada di sana. Mereka bertiga hanya mendengarkan kemarahan darinya saja. “Pergi! Aku tidak ingin mendengar kegagalan kalian lagi!” perintah Nolan pada anak buahnya. Dia melihat satu per satu anak buahnya pergi. Dia pun menghempaskan tubuhnya duduk di atas kursi kerjanya. Dia sungguh kesal karena sudah dua bulan berlalu tidak bisa bertemu dengan Olivia. “Apa ada yang ingin kalian katakan padaku?” tanya Nolan pada Ian, Alex dan Adel. “Kita semua sudah berusaha untuk mencarinya. Namun, dia benar-benar sulit untuk ditemukan,” j
"Ikutlah denganku! Maka kamu bisa bertemu dengannya,” Miranda kembali berkata pada Nolan. Dia tersenyum karena melihat perubahan raut wajah pria itu setelah melihat foto Olivia yang ada di ponselnya. Miranda memang sudah menyiapkan semuanya dan berharap jika semuanya berjalan sesuai dengan rencana yang sudah dibuatnya. Miranda mendekat ke arah Nolan. Dia tersenyum lembut dan penuh hasrat. Dia mengalungkan kedua tangannya ke leher pria itu. Dia menatapnya dengan lekat pria yang sangat diinginkannya. Dia juga masih memiliki perasaan padanya. “Mengapa kamu begitu ingin bertemu dengannya? Sekarang sudah tidak ada lagi penghalang bagi kita. Aku ingin kita seperti dulu. Merajut kasih dan pasti kita akan bahagia,” ucap Miranda pada Nolan. “Semuanya sudah berakhir. Kita tidak bisa kembali seperti dulu karena kamu yang sudah menghancurkannya.” “Semua itu aku lakukan demi kita. Lihatlah buktinya kamu menjadi pria yang sukses dan aku juga masih memiliki beberapa aset. Kita tidak kekuranga
Nolan mundur beberapa langkah hingga akhirnya dia ada di dekat dinding. Dia memegang dinding itu untuk menopang tubuhnya. Dia pun mendengar orang yang ada di depannya dan yakin jika orang itu adalah seorang wanita. “Nolan, mengapa kamu terus saja menolak aku?” tanya wanita itu pada Nolan. Sembari berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu akhirnya sudah ada di dekat Nolan. Yang sudah tidak memiliki tenaga untuk melawan. Rupanya efek obat yang sudah diberikan olehnya sudah bereaksi. “Jangan memaksakan dirimu,” ucap wanita itu dengan nada lembut. Sembari memapah Nolan ke arah ranjang. “Miranda, apakah semua ini rencanamu?” “Jika tidak begini maka aku tidak akan bisa bersama denganmu. Aku hanya ingin menghabiskan hari bersama denganmu. Aku ingin merasakan setia hentakkan yang penuh gairah denganmu.” Miranda tersenyum. Dia sama sekali tidak memerlukan cahaya lampu untuk mendekati pria yang diinginkannya. Dia pun akhirnya sudah ada di dekat Nolan dan memapahnya mendekat ke arah ranja
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb