Nolan mundur beberapa langkah hingga akhirnya dia ada di dekat dinding. Dia memegang dinding itu untuk menopang tubuhnya. Dia pun mendengar orang yang ada di depannya dan yakin jika orang itu adalah seorang wanita. “Nolan, mengapa kamu terus saja menolak aku?” tanya wanita itu pada Nolan. Sembari berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu akhirnya sudah ada di dekat Nolan. Yang sudah tidak memiliki tenaga untuk melawan. Rupanya efek obat yang sudah diberikan olehnya sudah bereaksi. “Jangan memaksakan dirimu,” ucap wanita itu dengan nada lembut. Sembari memapah Nolan ke arah ranjang. “Miranda, apakah semua ini rencanamu?” “Jika tidak begini maka aku tidak akan bisa bersama denganmu. Aku hanya ingin menghabiskan hari bersama denganmu. Aku ingin merasakan setia hentakkan yang penuh gairah denganmu.” Miranda tersenyum. Dia sama sekali tidak memerlukan cahaya lampu untuk mendekati pria yang diinginkannya. Dia pun akhirnya sudah ada di dekat Nolan dan memapahnya mendekat ke arah ranja
"Bisa kita cari tahu kebenarannya. Mudah-mudahan semua informasi yang aku dapatkan benar,” jawab Alex. Nolan merasa jika Alex masih belum yakin benar dengan informasi yang didapatkannya. Dia beranjak dan berjalan mendekat ke arah pintu. Dia membukanya dan melihat seorang pengawal sedang memegang pakaian yang sudah dipesan olehnya. “Tuan, apakah ada yang Anda perlukan lagi?” tanya sang pengawal pada tuannya yang ada di hadapannya. “Tidak. Kamu boleh pergi!” Nolan melihat sang pengawal mengangguk. Lalu pergi meninggalkannya. Dia pun masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk mengenakan pakaiannya. Setelah dia selesai bersiap. Dia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia mendengar ponselnya berdering. Dia mengambil ponselnya yang ada di atas meja dan melihat siapa yang menghubunginya. “Halo,” sapa Nolan setelah dia mengangkat teleponnya. Di mana orang yang menghubunginya adalah Ian. Dan dia pun mendengarkan perkataan pria itu. Nolan memberikan is
Nolan masih mengarahkan senjatanya ke arah Olivia dan juga Adel. Dia merasa kesal dengan mereka berdua. Dia juga kesal dengan Ian yang berusaha menghentikannya. “Olivia!” teriak Nolan sembari menarik pelatuk senjata api yang ada di tangannya ke atas. Olivia sedikit terkejut saat mendengar suara tembakan dan dia menghentikan motornya sejenak. Dia melihat ke arah belakang , tidak begitu lama dia kembali memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Akhirnya Olivia berhasil melarikan diri dari kejaran Nolan. Dia sudah ada di bandara. Dia menatap Adel yang ada di hadapannya karena wanita itu sudah membantunya. “Apa kamu yakin akan pergi dari sini?” tanya Adel pada Olivia. “Iya. Aku memerlukan waktu untuk berpikir. Serta mengambil langkah selanjutnya. “Baiklah. Aku tidak bisa melarangmu. Aku juga akan selalu ada di sisimu.” “Adel, apakah kamu yakin akan selalu ada di sisiku?” “Tentu saja. Sebenarnya aku masih merasa bersalah padamu karena aku sungguh tidak tahu apa yang menjadi renca
Olivia terdiam dan menghela napasnya. Dia merasa jika Pulau Jeju bukan tempat yang membuatnya tenang. Sebab orang-orang yang mengenal Nolan ada di sana dan sekarang ada di sampingnya. “Katakan padaku! Mengapa kalian bisa dengan mudah menemukan aku?” tanya Olivia. Pada dua pria yang mengapitnya saat ini. “Kalau aku hanya kebetulan saja melihatmu,” jawab Alex. Lalu dia melihat ke arah depan. “Aku juga sedang di sini bersama dengan, Angel,” jawab pria yang tadi mengatakan jika Olivia harus meminta ampun pada Nolan. Dia tidak lain adalah Dean. “Bagaimana hubunganmu dengan, Angela? Apakah kamu masih bekerja sama dengan Miranda? Dan masih ingin menyatukan wanita itu dengan, Nolan?” Dean terdiam setelah mendengar beberapa pertanyaan yang dilayangkan oleh Olivia padanya. Dia tidak tahu harus menjawabnya. Sebab dia juga masih merasa bimbang dengan apa yang ada di dalam benaknya saat ini. “Mengapa diam saja? Apakah kamu tidak ingin menjelaskan semuanya pada, Olivia,” ujar Alex pada De
Olivia terdiam sejenak saat dia mendengar Adel melarangnya untuk membuka pintu rumahnya. Dia berpikir sejenak siapa orang yang menekan bel pintu rumahnya. “Apakah itu, Nolan?” tanya Olivia pada Adel. “Sepertinya begitu.” Olivia berpikir kembali. Dia berjalan menuju kamarnya. Dia mengambil ponselnya dan sebuah tas ransel. Dia berniat untuk pergi dari rumah itu. Setelah itu dia kembali ke luar. Dia menghentikan langkahnya saat mendengar suara Nolan yang sedang berbicara dengan Adel. Dia mendengarkan pembicaraan mereka berdua dan itu membuatnya yakin harus segera pergi dari rumah itu. “Kamu tidak akan pernah bisa menemukan aku,” gumam Olivia. Lalu dia berjalan memasuki kamarnya kembali. Dia berniat untuk keluar dari rumah melalui balkon yang ada di kamarnya. Dia melihat ke arah bawah untuk mengukur apakah dia bisa turun dengan mudah ke bawah tanpa ada luka sedikit pun. “Olivia, kamu sudah tidak bisa lagi lari dariku!” ucap Nolan yang membuat Olivia terkejut. Olivia membalikka
"Kamu tidak akan pernah mendengarkan kata-kata itu keluar dari mulutku,” Olivia berkata pada orang itu. Akhirnya dia tidak sadarkan diri. Orang itu terus berjalan tanpa memedulikan hujan yang mengguyurnya. Dia pun masuk ke dalam sebuah mobil yang tidak jauh dari posisinya saat ini. Dia menyalakan mesin mobilnya dan menjalankannya. “Nolan., kamu belum bisa bertemu dengannya. Aku ingin tahu sejauh mana kamu bisa menemukannya,” gumam orang itu. Saat dia melihat Nolan yang sedang berusaha mencari Olivia. Dia terus menjalankan mobilnya hingga akhirnya tiba di sebuah rumah. Dia kembali menggendong Olivia. Dan membawanya masuk ke dalam rumah itu. Dia pun memerintahkan seorang pelayan wanita untuk menggantikan pakaian bawah Olivia dengan pakaian yang bersih. “Tuan, tadi Nyonya Angel menghubungi Anda. Dia ingin Anda langsung menghubunginya setelah Anda kembali,” ucap pelayan wanita itu pada orang yang membawa Olivia. “Kamu urus dia dengan baik!” sambung orang itu. “Baik, Tuan.” Pela
Angel terdiam saat mendengar pria yang ada di sampingnya mengatakan jika dirinya mencintai Dean. Dia tidak tahu apa yang ada di hatinya saat ini. Sebab dia masih tetap ingin membuat Dean menyesal karena sudah menghancurkannya. Serta bekerja sama dengan Miranda yang ingin balas dendam pada Olivia. “Cinta di hatiku bukan untuk dia. Pria itu sama sekali tidak pantas untuk aku.” Setelah mengatakan itu dia ke luar dari dalam kamar. Diikuti oleh pria itu. Dia menghentikan langkahnya. Tepat di tengah ruangan rumah itu. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi Nolan. Terdengar suara nada sambung dan tidak begitu lama dia mendengar suara Nolan yang mengangkat teleponnya. “Aku tahu di mana keberadaan Olivia. Aku akan memberikanmu lokasinya,” ucap Angel pada Nolan. Setelah itu dia memutuskan sambungan teleponnya. Dia pun langsung mengirimkan lokasi rumah itu pada Nolan. Setelah itu dia menatap pria yang ada di depannya. Yang sedari tadi memandanginya karena sudah menghubungi Nolan dan mengat
Olivia memandangi Nolan yang sudah ada di dekatnya. Sembari memegang pisau lipat itu. Dan mulai mengarahkannya ke pergelangan tangan. Dia tidak melarang Nolan dan malah ingin tahu sejauh mana pria itu akan melakukannya. “Apa? Apakah kamu masih menunggu aku menghentikanmu?” tanya Olivia pada Nolan. Yang sedang menatapnya. “Kamu pikir aku akan berhenti. Jangan menyesalinya,” Nolan berkata. Lalu dia melakukan apa yang diinginkan oleh wanitanya itu. Olivia menatap Nolan yang sudah mulai menyayat pergelangan tangannya. Dia begitu terkejut jika pria itu memang benar-benar melakukannya. Dia langsung memegang tangan Nolan. “Hentikan! Apakah kamu sudah tidak waras?” tanya Olivia pada Nolan. “Aku memang sudah gila karena kamu sangat membenci aku.” Olivia mengambil pisau yang ada di tangan Nolan lalu melemparnya sejauh mungkin. Dia memegang pergelangan tangan Nolan sembari mencari sesuatu yang bisa digunakan olehnya untuk menutupi luka Nolan. Dia mengambil kain yang ada di atas ranjang
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb