Olivia terdiam sejenak saat dia mendengar Adel melarangnya untuk membuka pintu rumahnya. Dia berpikir sejenak siapa orang yang menekan bel pintu rumahnya. “Apakah itu, Nolan?” tanya Olivia pada Adel. “Sepertinya begitu.” Olivia berpikir kembali. Dia berjalan menuju kamarnya. Dia mengambil ponselnya dan sebuah tas ransel. Dia berniat untuk pergi dari rumah itu. Setelah itu dia kembali ke luar. Dia menghentikan langkahnya saat mendengar suara Nolan yang sedang berbicara dengan Adel. Dia mendengarkan pembicaraan mereka berdua dan itu membuatnya yakin harus segera pergi dari rumah itu. “Kamu tidak akan pernah bisa menemukan aku,” gumam Olivia. Lalu dia berjalan memasuki kamarnya kembali. Dia berniat untuk keluar dari rumah melalui balkon yang ada di kamarnya. Dia melihat ke arah bawah untuk mengukur apakah dia bisa turun dengan mudah ke bawah tanpa ada luka sedikit pun. “Olivia, kamu sudah tidak bisa lagi lari dariku!” ucap Nolan yang membuat Olivia terkejut. Olivia membalikka
"Kamu tidak akan pernah mendengarkan kata-kata itu keluar dari mulutku,” Olivia berkata pada orang itu. Akhirnya dia tidak sadarkan diri. Orang itu terus berjalan tanpa memedulikan hujan yang mengguyurnya. Dia pun masuk ke dalam sebuah mobil yang tidak jauh dari posisinya saat ini. Dia menyalakan mesin mobilnya dan menjalankannya. “Nolan., kamu belum bisa bertemu dengannya. Aku ingin tahu sejauh mana kamu bisa menemukannya,” gumam orang itu. Saat dia melihat Nolan yang sedang berusaha mencari Olivia. Dia terus menjalankan mobilnya hingga akhirnya tiba di sebuah rumah. Dia kembali menggendong Olivia. Dan membawanya masuk ke dalam rumah itu. Dia pun memerintahkan seorang pelayan wanita untuk menggantikan pakaian bawah Olivia dengan pakaian yang bersih. “Tuan, tadi Nyonya Angel menghubungi Anda. Dia ingin Anda langsung menghubunginya setelah Anda kembali,” ucap pelayan wanita itu pada orang yang membawa Olivia. “Kamu urus dia dengan baik!” sambung orang itu. “Baik, Tuan.” Pela
Angel terdiam saat mendengar pria yang ada di sampingnya mengatakan jika dirinya mencintai Dean. Dia tidak tahu apa yang ada di hatinya saat ini. Sebab dia masih tetap ingin membuat Dean menyesal karena sudah menghancurkannya. Serta bekerja sama dengan Miranda yang ingin balas dendam pada Olivia. “Cinta di hatiku bukan untuk dia. Pria itu sama sekali tidak pantas untuk aku.” Setelah mengatakan itu dia ke luar dari dalam kamar. Diikuti oleh pria itu. Dia menghentikan langkahnya. Tepat di tengah ruangan rumah itu. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi Nolan. Terdengar suara nada sambung dan tidak begitu lama dia mendengar suara Nolan yang mengangkat teleponnya. “Aku tahu di mana keberadaan Olivia. Aku akan memberikanmu lokasinya,” ucap Angel pada Nolan. Setelah itu dia memutuskan sambungan teleponnya. Dia pun langsung mengirimkan lokasi rumah itu pada Nolan. Setelah itu dia menatap pria yang ada di depannya. Yang sedari tadi memandanginya karena sudah menghubungi Nolan dan mengat
Olivia memandangi Nolan yang sudah ada di dekatnya. Sembari memegang pisau lipat itu. Dan mulai mengarahkannya ke pergelangan tangan. Dia tidak melarang Nolan dan malah ingin tahu sejauh mana pria itu akan melakukannya. “Apa? Apakah kamu masih menunggu aku menghentikanmu?” tanya Olivia pada Nolan. Yang sedang menatapnya. “Kamu pikir aku akan berhenti. Jangan menyesalinya,” Nolan berkata. Lalu dia melakukan apa yang diinginkan oleh wanitanya itu. Olivia menatap Nolan yang sudah mulai menyayat pergelangan tangannya. Dia begitu terkejut jika pria itu memang benar-benar melakukannya. Dia langsung memegang tangan Nolan. “Hentikan! Apakah kamu sudah tidak waras?” tanya Olivia pada Nolan. “Aku memang sudah gila karena kamu sangat membenci aku.” Olivia mengambil pisau yang ada di tangan Nolan lalu melemparnya sejauh mungkin. Dia memegang pergelangan tangan Nolan sembari mencari sesuatu yang bisa digunakan olehnya untuk menutupi luka Nolan. Dia mengambil kain yang ada di atas ranjang
“Jika tidak mau mengatakannya juga tidak masalah,” Olivia kembali berkata pada Nolan. Setelah mengatakan itu Olivia berusaha berdiri. Akan tetapi, kakinya kembali terasa nyeri. Sehingga dia kembali duduk di atas ranjang. Dia kembali berusaha untuk berdiri. “Katakan dulu malam apa yang kamu maksud?” tanya Nolan. Sembari memegang tangan Olivia. “Aku ingin ke toilet dulu,” jawab Olivia. Yang sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Nolan langsung turun dari atas ranjang. Lalu dia menggendong Olivia hingga masuk ke dalam kamar mandi. Setelah itu di menurunkannya dan memberikan kesempatan pada wanita itu untuk melakukan yang diinginkannya. Olivia melihat Nolan yang berjalan ke luar dan menutup pintu kamar mandi. Dia menghela napasnya lalu melakukan hal yang diinginkannya. Setelah dia selesai, dia berusaha untuk berjalan secara perlahan ke luar dari dalam kamar mandi. Dia meringis kesakitan saat terjatuh di atas lantai kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka setelah Olivia terja
Olivia akhirnya pergi dari rumah Nolan bersama dengan Adel. Apabila dia tidak pergi bersama wanita itu. Mungkin Nolan tidak akan mengizinkannya untuk ke luar dari rumahnya.“Adel, apakah yang sudah kamu lakukan sehingga Nolan selalu mengizinkan kamu ada di sisiku? Padahal kamu sering membelaku dan berkhianat padanya,” tanya Olivia pada Adel yang ada di sampingnya. “Aku mengorbankan diriku.” Adel menjawab lalu dia tertawa. Setelah melihat raut wajah Olivia dan menghentikan langkahnya. Olivia menatap dirinya dengan tajam. Seraya ingin tahu apakah yang diucapkannya serius. “Aku serius. Aku mengorbankan diriku agar selalu ada di sisimu. Dengan berjanji akan selalu ada di sisi Ian dan tidak akan berkhianat lagi.”Olivia mendengarkan Adel dan terus menatapnya. Dia pun akhirnya tersenyum karena dia tahu maksud dari wanita itu. Dia semakin yakin jika Adel masih sangat mencintai Ian. Sehingga wanita yang ada di depannya itu menerima tawaran dari Ian yaitu kembali ke dalam pelukannya.
Olivia mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak tahu jika Miranda juga ada di dalam kamar sang ayah. Saat Nolan menekan ayahnya dan berakhir dengan kematian. Rasa dendam yang ada di dalam hatinya pada Miranda semakin besar. Dia juga berniat untuk membuat Nolan menyesali semua perbuatannya pada ayahnya.“Apa tujuanmu memperlihatkan semua ini padaku?” tanya Olivia. Setelah dia melihat video itu. Dan dia juga sudah bisa mengontrol emosinya.“Tujuanku? Entahlah. Aku tidak tahu apa tujuanku
Olivia begitu terkejut dengan Dean yang menggila karena Paula mengutuk Miranda. Dia sempat berpikir jika pria itu akan berubah setelah tahu apa yang dilakukan oleh wanita busuk itu. Namun, sepertinya Dean sama sekali tidak bisa berubah. Pria itu terus akan berada di sisi Miranda. Serta membelanya walaupun wanita itu sudah melakukan banyak hal kejahatan dan membuat orang-orang menderita. “Dia adalah adikmu. Apakah kamu ingin menghabisinya hanya karena wanita busuk itu,” ujar Angel. Yang membuat Dean berhenti menendang pintu ruangan yang ada di depannya. Dean membalikkan tubuhnya dan menatap Angel yang mengatakan jika Miranda adalah wanita busuk. Dia tidak bisa menerima semua itu. Dia mengepalkan tangannya dan langsung menyerang Angel. “Seharusnya aku menghabisimu! Agar kamu tidak banyak menghinanya!” tukas Dean sembari terus menyerang Angel. “Kamu pikir bisa dengan mudah menghabisiku? Bermimpi saja!” timpal Angel. Yang berhasil menangkis atau menghindari serangan Dean. Olivia
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb