“Jika tidak mau mengatakannya juga tidak masalah,” Olivia kembali berkata pada Nolan. Setelah mengatakan itu Olivia berusaha berdiri. Akan tetapi, kakinya kembali terasa nyeri. Sehingga dia kembali duduk di atas ranjang. Dia kembali berusaha untuk berdiri. “Katakan dulu malam apa yang kamu maksud?” tanya Nolan. Sembari memegang tangan Olivia. “Aku ingin ke toilet dulu,” jawab Olivia. Yang sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Nolan langsung turun dari atas ranjang. Lalu dia menggendong Olivia hingga masuk ke dalam kamar mandi. Setelah itu di menurunkannya dan memberikan kesempatan pada wanita itu untuk melakukan yang diinginkannya. Olivia melihat Nolan yang berjalan ke luar dan menutup pintu kamar mandi. Dia menghela napasnya lalu melakukan hal yang diinginkannya. Setelah dia selesai, dia berusaha untuk berjalan secara perlahan ke luar dari dalam kamar mandi. Dia meringis kesakitan saat terjatuh di atas lantai kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka setelah Olivia terja
Olivia akhirnya pergi dari rumah Nolan bersama dengan Adel. Apabila dia tidak pergi bersama wanita itu. Mungkin Nolan tidak akan mengizinkannya untuk ke luar dari rumahnya.“Adel, apakah yang sudah kamu lakukan sehingga Nolan selalu mengizinkan kamu ada di sisiku? Padahal kamu sering membelaku dan berkhianat padanya,” tanya Olivia pada Adel yang ada di sampingnya. “Aku mengorbankan diriku.” Adel menjawab lalu dia tertawa. Setelah melihat raut wajah Olivia dan menghentikan langkahnya. Olivia menatap dirinya dengan tajam. Seraya ingin tahu apakah yang diucapkannya serius. “Aku serius. Aku mengorbankan diriku agar selalu ada di sisimu. Dengan berjanji akan selalu ada di sisi Ian dan tidak akan berkhianat lagi.”Olivia mendengarkan Adel dan terus menatapnya. Dia pun akhirnya tersenyum karena dia tahu maksud dari wanita itu. Dia semakin yakin jika Adel masih sangat mencintai Ian. Sehingga wanita yang ada di depannya itu menerima tawaran dari Ian yaitu kembali ke dalam pelukannya.
Olivia mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak tahu jika Miranda juga ada di dalam kamar sang ayah. Saat Nolan menekan ayahnya dan berakhir dengan kematian. Rasa dendam yang ada di dalam hatinya pada Miranda semakin besar. Dia juga berniat untuk membuat Nolan menyesali semua perbuatannya pada ayahnya.“Apa tujuanmu memperlihatkan semua ini padaku?” tanya Olivia. Setelah dia melihat video itu. Dan dia juga sudah bisa mengontrol emosinya.“Tujuanku? Entahlah. Aku tidak tahu apa tujuanku
Olivia begitu terkejut dengan Dean yang menggila karena Paula mengutuk Miranda. Dia sempat berpikir jika pria itu akan berubah setelah tahu apa yang dilakukan oleh wanita busuk itu. Namun, sepertinya Dean sama sekali tidak bisa berubah. Pria itu terus akan berada di sisi Miranda. Serta membelanya walaupun wanita itu sudah melakukan banyak hal kejahatan dan membuat orang-orang menderita. “Dia adalah adikmu. Apakah kamu ingin menghabisinya hanya karena wanita busuk itu,” ujar Angel. Yang membuat Dean berhenti menendang pintu ruangan yang ada di depannya. Dean membalikkan tubuhnya dan menatap Angel yang mengatakan jika Miranda adalah wanita busuk. Dia tidak bisa menerima semua itu. Dia mengepalkan tangannya dan langsung menyerang Angel. “Seharusnya aku menghabisimu! Agar kamu tidak banyak menghinanya!” tukas Dean sembari terus menyerang Angel. “Kamu pikir bisa dengan mudah menghabisiku? Bermimpi saja!” timpal Angel. Yang berhasil menangkis atau menghindari serangan Dean. Olivia
Olivia sudah kembali ke rumah Nolan. Dia sekarang sudah ada di dalam kamar. Dia tidak menemukan pria itu di dalam kamarnya. Dia pun duduk di atas ranjang lalu merebahkan tubuhnya. Dia menatap langit-langit kamarnya dan kembali teringat dengan semua hal yang sudah dilihatnya. Dia pun memejamkan matanya sejenak dan akhirnya terlelap. Sehingga tidak menyadari jika Nolan memasuki kamarnya. “Dia sedang tidur,” ucap Nolan pada seseorang yang ada di ujung telepon. Sembari menatap Olivia yang tertidur di atas ranjang. Nolan mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang yang ada di ujung telepon. Setelah itu dia pun memutuskan sambungan teleponnya. Dia menyimpan ponselnya di atas nakas lalu duduk di samping Olivia. Dia menatap dengan lekat wanita yang tertidur pulas itu. Dia benar-benar tidak ingin melepaskannya. Dia ingin menjadikan Olivia sebagai wanitanya. Dan tidak peduli jika dirinya harus dibenci oleh Olivia karena menekannya agar tidak lari darinya. “Entah sejak kapan aku menjadi s
“Kamu begitu kejam! Bagaimana kamu bisa melakukan hal itu pada, Paula?” ujar Olivia. Setelah dia mendengar Nolan menyebut nama wanita itu. “Itu belum seberapa. Apakah kamu mau merasakan apa yang dirasakan oleh wanita itu?” “Nolan, bajingan kamu! Aku benci kamu! Kamu benar-benar seperti iblis. Kamu sama saja seperti, Miranda. Yang rela melakukan hal busuk untuk menghadapi orang yang tidak kamu sukai!” Olivia berusaha untuk melepaskan diri dari Nolan. Akan tetapi, pria itu terus saja berjalan sembari menggendongnya di atas pundaknya. Ada beberapa pelayan dan pengawal yang melihatnya. Namun, mereka langsung mengalihkan pandangannya. Sebab mereka tidak ingin mendapatkan kemarahan dari sang tuan. Hingga akhirnya Nolan berada di dalam kamar. Pria itu mengunci pintu kamarnya lalu menghempaskan tubuh Olivia di atas ranjang. “Memuakkan!” tukas Olivia. Sembari mengubah tubuhnya. Menjadi duduk di atas ranjang. Olivia hendak berdiri. Akan tetapi, Nolan menyerangnya. Sehingga tubuh Oliv
Olivia sedikit merasa jenuh dengan hari-harinya di Pulau Jeju karena dia sama sekali tidak bisa keluar dengan bebas. Dia juga sedikit kesulitan untuk bertemu dengan Adel. Karena wanita itu sedang sibuk melakukan semua perintah Nolan yang menurutnya sangat tidak penting. “Sampai kapan kamu mau menghalangi aku bertemu dengan, Adel?” tanya Olivia pada Nolan yang baru saja duduk di depannya. “Apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan dengannya?” “Itu bukan urusanmu. Lagi pula Adel masih menjadi asistenku.” “Dia harus menyelesaikan beberapa hal sebelum dia menikah dengan, Ian.” “Kapan mereka akan menikah?” Sebelum Nolan menjawab pertanyaan Olivia. Dia mengambil ponselnya yang bergetar dari dalam saku jasnya. Dia melihat nomor yang tertera di layar ponselnya dan tersenyum tipis. “Ada yang ingin aku tunjukkan padamu. Ikutlah denganku!” ucap Nolan. Sembari berdiri dan dia mengabaikan panggilan teleponnya. “Ke mana?” “Ikut saja denganku.” Nolan pun berjalan menjauh dari Olivi
"Seburuk apa? Aku sudah terbiasa mendapatkan kabar buruk bahkan dari orang yang dekat denganku,” Olivia kembali berkata. Dengan nada datar sembari menatap Nolan. “Baiklah. Kalau begitu kita temui saja mereka sekarang juga.” Olivia kembali memasang wajahnya. Dia mengikuti langkah Nolan yang sudah berjalan lebih dulu darinya. Dia sedikit mempercepat langkahnya karena pria yang ada di depannya melangkah dengan lebar. Sehingga dirinya tidak bisa mengejarnya. Nolan menyadari akan hal itu. Dia pun memperlambat sedikit langkahnya. Sekesal apa dia pada wanita yang ada di belakangnya. Dia tetap masih peduli dengannya. “Di mana mereka semua?” tanya Nolan. Pada seorang pria yang baru saja membuka pintu rumah. “Semuanya suda menunggu Anda di ruang tengah.” Setelah mendengar itu Nolan mengangguk dan dia berjalan menuju ruang tengah yang dikatakan oleh pria tadi. Yang merupakan pelayan di rumah itu. Olivia pun masuk ke dalam rumah itu. Dia memberikan sedikit senyumnya saat pelayan pria
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb