“Bagaimana keadaanmu? Apakah ada yang sakit?” tanya seorang wanita pada Olivia. Yang baru saja membuka matanya. Olivia secara perlahan mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk di atas ranjang. Kepalanya masih terasa berat dan akhirnya dia mengingat apa yang sudah terjadi. “Bagaimana dengan ayahku?” tanya Olivia pada wanita yang saat ini ada di sampingnya. “Semuanya sudah diatur dan ayahmu sudah dimakamkan.” “Apa? Siapa yang mengizinkannya?! Aku adalah putrinya. Mengapa tidak menunggu aku?!” pekik Olivia pada wanita itu. “Semua ini karena ....” “Karena siapa Adel? Cepat katakan!” Olivia bertanya kembali pada wanita itu. Yang tidak lain adalah asistennya. “Ibu tirimu.” “Apa?! Dia tidak memiliki hak untuk itu! Akulah yang berhak.” Adel tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Sebab dia juga sebenarnya sudah berusaha agar menunggu Olivia siuman. Akan tetapi, dirinya tidak ada ikatan dengan keluarga Olivia. Olivia turun dari ranjangnya. Dia berjalan ke luar dan ingin bertemu de
"Apa yang kalian lakukan hah?! Hingga detik ini kalian tidak bisa menemukan keberadaan, Olivia!” pekik Nolan pada beberapa orang yang ada di depannya. Dia sangat gusar dengan kinerja mereka semua yang tidak bisa menemukan satu orang wanita saja. Padahal mereka bisa dengan mudah menemukan musuh meski bersembunyi di lubang tikus sekalipun. Nolan terus saja memarahi mereka semua. Tidak ada satu orang pun yang berani bicara. Termasuk Ia, Alex dan juga Adel yang ada di sana. Mereka bertiga hanya mendengarkan kemarahan darinya saja. “Pergi! Aku tidak ingin mendengar kegagalan kalian lagi!” perintah Nolan pada anak buahnya. Dia melihat satu per satu anak buahnya pergi. Dia pun menghempaskan tubuhnya duduk di atas kursi kerjanya. Dia sungguh kesal karena sudah dua bulan berlalu tidak bisa bertemu dengan Olivia. “Apa ada yang ingin kalian katakan padaku?” tanya Nolan pada Ian, Alex dan Adel. “Kita semua sudah berusaha untuk mencarinya. Namun, dia benar-benar sulit untuk ditemukan,” j
"Ikutlah denganku! Maka kamu bisa bertemu dengannya,” Miranda kembali berkata pada Nolan. Dia tersenyum karena melihat perubahan raut wajah pria itu setelah melihat foto Olivia yang ada di ponselnya. Miranda memang sudah menyiapkan semuanya dan berharap jika semuanya berjalan sesuai dengan rencana yang sudah dibuatnya. Miranda mendekat ke arah Nolan. Dia tersenyum lembut dan penuh hasrat. Dia mengalungkan kedua tangannya ke leher pria itu. Dia menatapnya dengan lekat pria yang sangat diinginkannya. Dia juga masih memiliki perasaan padanya. “Mengapa kamu begitu ingin bertemu dengannya? Sekarang sudah tidak ada lagi penghalang bagi kita. Aku ingin kita seperti dulu. Merajut kasih dan pasti kita akan bahagia,” ucap Miranda pada Nolan. “Semuanya sudah berakhir. Kita tidak bisa kembali seperti dulu karena kamu yang sudah menghancurkannya.” “Semua itu aku lakukan demi kita. Lihatlah buktinya kamu menjadi pria yang sukses dan aku juga masih memiliki beberapa aset. Kita tidak kekuranga
Nolan mundur beberapa langkah hingga akhirnya dia ada di dekat dinding. Dia memegang dinding itu untuk menopang tubuhnya. Dia pun mendengar orang yang ada di depannya dan yakin jika orang itu adalah seorang wanita. “Nolan, mengapa kamu terus saja menolak aku?” tanya wanita itu pada Nolan. Sembari berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu akhirnya sudah ada di dekat Nolan. Yang sudah tidak memiliki tenaga untuk melawan. Rupanya efek obat yang sudah diberikan olehnya sudah bereaksi. “Jangan memaksakan dirimu,” ucap wanita itu dengan nada lembut. Sembari memapah Nolan ke arah ranjang. “Miranda, apakah semua ini rencanamu?” “Jika tidak begini maka aku tidak akan bisa bersama denganmu. Aku hanya ingin menghabiskan hari bersama denganmu. Aku ingin merasakan setia hentakkan yang penuh gairah denganmu.” Miranda tersenyum. Dia sama sekali tidak memerlukan cahaya lampu untuk mendekati pria yang diinginkannya. Dia pun akhirnya sudah ada di dekat Nolan dan memapahnya mendekat ke arah ranja
"Bisa kita cari tahu kebenarannya. Mudah-mudahan semua informasi yang aku dapatkan benar,” jawab Alex. Nolan merasa jika Alex masih belum yakin benar dengan informasi yang didapatkannya. Dia beranjak dan berjalan mendekat ke arah pintu. Dia membukanya dan melihat seorang pengawal sedang memegang pakaian yang sudah dipesan olehnya. “Tuan, apakah ada yang Anda perlukan lagi?” tanya sang pengawal pada tuannya yang ada di hadapannya. “Tidak. Kamu boleh pergi!” Nolan melihat sang pengawal mengangguk. Lalu pergi meninggalkannya. Dia pun masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk mengenakan pakaiannya. Setelah dia selesai bersiap. Dia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia mendengar ponselnya berdering. Dia mengambil ponselnya yang ada di atas meja dan melihat siapa yang menghubunginya. “Halo,” sapa Nolan setelah dia mengangkat teleponnya. Di mana orang yang menghubunginya adalah Ian. Dan dia pun mendengarkan perkataan pria itu. Nolan memberikan is
Nolan masih mengarahkan senjatanya ke arah Olivia dan juga Adel. Dia merasa kesal dengan mereka berdua. Dia juga kesal dengan Ian yang berusaha menghentikannya. “Olivia!” teriak Nolan sembari menarik pelatuk senjata api yang ada di tangannya ke atas. Olivia sedikit terkejut saat mendengar suara tembakan dan dia menghentikan motornya sejenak. Dia melihat ke arah belakang , tidak begitu lama dia kembali memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Akhirnya Olivia berhasil melarikan diri dari kejaran Nolan. Dia sudah ada di bandara. Dia menatap Adel yang ada di hadapannya karena wanita itu sudah membantunya. “Apa kamu yakin akan pergi dari sini?” tanya Adel pada Olivia. “Iya. Aku memerlukan waktu untuk berpikir. Serta mengambil langkah selanjutnya. “Baiklah. Aku tidak bisa melarangmu. Aku juga akan selalu ada di sisimu.” “Adel, apakah kamu yakin akan selalu ada di sisiku?” “Tentu saja. Sebenarnya aku masih merasa bersalah padamu karena aku sungguh tidak tahu apa yang menjadi renca
Olivia terdiam dan menghela napasnya. Dia merasa jika Pulau Jeju bukan tempat yang membuatnya tenang. Sebab orang-orang yang mengenal Nolan ada di sana dan sekarang ada di sampingnya. “Katakan padaku! Mengapa kalian bisa dengan mudah menemukan aku?” tanya Olivia. Pada dua pria yang mengapitnya saat ini. “Kalau aku hanya kebetulan saja melihatmu,” jawab Alex. Lalu dia melihat ke arah depan. “Aku juga sedang di sini bersama dengan, Angel,” jawab pria yang tadi mengatakan jika Olivia harus meminta ampun pada Nolan. Dia tidak lain adalah Dean. “Bagaimana hubunganmu dengan, Angela? Apakah kamu masih bekerja sama dengan Miranda? Dan masih ingin menyatukan wanita itu dengan, Nolan?” Dean terdiam setelah mendengar beberapa pertanyaan yang dilayangkan oleh Olivia padanya. Dia tidak tahu harus menjawabnya. Sebab dia juga masih merasa bimbang dengan apa yang ada di dalam benaknya saat ini. “Mengapa diam saja? Apakah kamu tidak ingin menjelaskan semuanya pada, Olivia,” ujar Alex pada De
Olivia terdiam sejenak saat dia mendengar Adel melarangnya untuk membuka pintu rumahnya. Dia berpikir sejenak siapa orang yang menekan bel pintu rumahnya. “Apakah itu, Nolan?” tanya Olivia pada Adel. “Sepertinya begitu.” Olivia berpikir kembali. Dia berjalan menuju kamarnya. Dia mengambil ponselnya dan sebuah tas ransel. Dia berniat untuk pergi dari rumah itu. Setelah itu dia kembali ke luar. Dia menghentikan langkahnya saat mendengar suara Nolan yang sedang berbicara dengan Adel. Dia mendengarkan pembicaraan mereka berdua dan itu membuatnya yakin harus segera pergi dari rumah itu. “Kamu tidak akan pernah bisa menemukan aku,” gumam Olivia. Lalu dia berjalan memasuki kamarnya kembali. Dia berniat untuk keluar dari rumah melalui balkon yang ada di kamarnya. Dia melihat ke arah bawah untuk mengukur apakah dia bisa turun dengan mudah ke bawah tanpa ada luka sedikit pun. “Olivia, kamu sudah tidak bisa lagi lari dariku!” ucap Nolan yang membuat Olivia terkejut. Olivia membalikka