Olivia terdiam dan tidak paham dengan maksud pertanyaan yang dilayangkan oleh Nolan padanya. Dia terus menatap Nolan dan pria itu masih menatapnya dengan penuh curiga. “Bohong? Aku tidak pernah berbohong,” ucap Olivia. Lalu dia memalingkan wajahnya. Sebab wajah Nolan sudah semakin dekat. Dia sudah merasa tidak nyaman. Sebab Nolan semakin menekannya. Dia pun mendorong tubuh pria itu cukup kuat. Hingga pria itu terjatuh di atas lantai. “Sepertinya yang berbohong adalah kamu. Karena kamu tidak mabuk.” Olivia melihat Nolan tersenyum. Lalu pria itu berdiri dan kembali mendekat ke arahnya. Dia benar-benar merasa aneh dengan sikap pria yang ada di depannya itu. Dia pun berpikir untuk pergi dari apartemen itu. Tanpa banyak bicara lagi. Olivia bergegas ke luar dari apartemen Nolan. Akan tetapi, tidak bisa karena Nolan menggendongnya dan membawanya langsung ke dalam kamarnya. “Lepaskan aku! Dasar pria berengsek!” tukas Olivia. Dengan nada tinggi sembari meronta. Nolan tidak mendengark
"Kamu terkejut? Apakah kamu merasa kesal?” tanya orang itu pada Olivia. Sembari tersenyum. Olivia menatap orang itu yang sedang tersenyum padanya. Dia kembali berusaha berdiri. Dengan menahan rasa sakit kakinya yang sedang terkilir. Dia menatap dengan tajam wanita yang ada di depannya. “Apakah ini rencanamu?!” tanya Olivia pada wanita yang ada di depannya. Dan wanita itu tidak lain adalah Miranda. “Hahaha ... apakah aku sejahat itu? Hingga ingin membuatmu dalam masalah? Sepertinya kamu belum mengenalku dengan baik.” Kali ini Olivia tidak menimpali perkataan Miranda. Dia hanya mendengarkan wanita itu yang terus saja mengatakan hal-hal yang membuatnya kesal. Hingga dirinya harus mengepalkan tangannya. “Apa kamu pikir kamu adalah wanita baik? Bagaimana wanita baik bisa menjadi kekasih dari mantan putri tirinya,” sambung Olivia. Dengan nada sedikit menghina. “Kamu .... mengapa kamu sama sepertinya?” timpal Miranda yang sedari tadi memang memperhatikan Olivia. "Bagaimana jika aku
"Kamu memang pria tua berengsek! Mengapa kamu selalu menyamakan aku dengannya!” tukas Olivia. Dengan cepat agar Nolan tidak mencurigai dirinya adalah Olivia Sander. Sekeras apa dia berkata kasar pada Nolan. Dia tetap tidak dilepaskan . Hingga akhirnya ada di dekat mobil pria itu. Tidak ada satu orang pun yang membantunya karena saat itu Diana melihatnya. Dan membiarkan Olivia dibawa oleh Nolan. “Nyonya, mengapa Anda melarang kami untuk menghentikan pria itu membawa, Nona Olivia?” tanya seorang karyawan toko. “Pria itu tidak akan melukainya. Malah dia akan membawa Olivia ke rumah sakit karena kakinya terkilir,” jawab Diana sembari terus menatap ke arah Nolan yang sudah pergi membawa Olivia. Di dalam mobil Olivia masih merasa kesal dengan apa yang barusan dilakukan oleh Nolan. Dia juga merasa kesal karena tidak ada satu orang pun yang membantunya agar bisa lepas dari pria yang ada di sampingnya. Selama di dalam perjalanan Olivia hanya diam. Dia pun akhirnya tahu tujuan pria itu
"Bawa aku ke apartemenku!” perintah Nolan pada sang sopir. Tanpa menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Olivia barusan. Olivia masih menatap Nolan dan ingin tahu apakah pria itu memang benar-benar menata-matainya. Dia kembali teringat dengan kejadian masa lalu di mana pria yang ada di sampingnya itu selalu tahu apa yang sedang dilakukan olehnya. Olivia pun tersenyum kecut lalu dia memalingkan wajahnya. Dia melihat ke arah luar melalu jendela kaca mobil. Dia merasa kesal juga dengan Nolan yang masih saja melakukan hal yang sama padanya baik di masa lalu atau saat ini. “Sungguh menyebalkan,” gumam Olivia. Dia mengambil kembali melihat ke arah layar ponselnya. Ada pesan singkat yang masuk. Dia membukanya dan itu dari Diana. Yang mengatakan jika desain perhiasan yang dibuatnya ada sedikit yang harus diperbaiki. Dia tidak membalasnya tetapi langsung menghubunginya. “Bagian mana yang harus diperbaiki?” tanya Olivia. Setelah dia mendengar Diana dari ujung telepon. Olivia mendeng
"Apa yang mau kamu lakukan?” tanya Olivia. Dengan nada sedikit khawatir. Sebab dia merasakan jika Nolan sedang merencanakan sesuatu. “Kamu yang memulainya. Maka terima saja hasilnya.” Nolan terus berjalan hingga masuk ke dalam kamarnya. Dia menghempaskan tubuh Olivia di atas ranjang. Dia melupakan jika saat ini kaki kanan Olivia belum sembuh. Sehingga dia mendengar wanita itu meringis kesakitan. “Apa ini sakit?” tanya Nolan. Setelah dia menyadari dan melihat ke arah kaki Olivia dan memegangnya dengan lembut. Olivia mengangguk lalu berkata, “Sakit.” “Maafkan aku.” Setelah meminta maaf Nolan pun berjalan ke luar dari dalam kamar. Dia menutup pintu kamar dengan rapat. Sedangkan Olivia masih menatap ke arah pintu kamar. Olivia melihat sekeliling kamar dan sama sekali tidak ada perubahan. Semalam dia tidak memperhatikannya dengan saksama dan sekarang dia bisa melihatnya dengan sangat jelas. “Semuanya masih sama seperti satu tahun ke belakang,” gumam Olivia. Dia membenarkan kaki
Olivia sudah selesai dan dia berjalan perlahan ke luar dari dalam kamar mandi. Saat dia membuka pintu kamar mandi, dia melihat Nolan yang berdiri. Dia tidak mengira jika pria itu memang menunggunya. “Makanlah! Aku sudah membuatkan makan malam untukmu!” ujar Nolan pada Olivia yang ada di hadapannya. Setelah mengatakan itu Nolan kembali menggendong Olivia. Dia mendudukkan wanita itu di atas sofa. Tanpa banyak bicara dia juga duduk tepat di samping Olivia. “Kamu memasaknya?” tanya Olivia pada Nolan. Saat dirinya melihat beberapa menu makanan tertata di atas meja. “Iya.” “Sungguh?” “Kamu tidak percaya padaku?” Olivia menggelengkan kepalanya. Sembari melihat ke arah hidangan yang ada di atas meja. Dia pun kembali mendengar Nolan yang memintanya untuk memakan yang sudah disiapkan olehnya. “Baiklah kalau begitu. Selamat makan,” ucap Olivia. Lalu dia mulai menyantap apa yang ada di atas piring yang baru diambil dari atas meja. Olivia tidak banyak bicara. Dia hanya menikmati makana
Olivia sudah ada di luar kamarnya. Dia melihat seorang wanita yang tengah berseteru dengan Nolan. Dia menatap wanita itu dan tidak memedulikan seberapa keras nada bicaranya karena sedang kesal. “Sudah aku katakan padamu bukan? Urus wanitamu itu dan jangan mengganggu galeri yang ditinggalkan oleh Olivia!” pekik wanita itu pada Nolan. Wanita itu tidak lain adalah Angel. Angel sudah sangat kesal dengan Nolan yang hanya membiarkan Miranda melakukan semua hal yang diinginkannya. Sebenarnya dia tidak peduli jika wanita itu mengambil semua aset dan perusahaan milik Olivia. Namun, dia tidak akan membiarkan wanita itu mengacau galeri lukisannya. “Apa yang sudah dilakukan olehnya?” tanya Nolan. Yang memang belum tahu perbuatan Miranda. “Tanyakan saja pada wanita busuk itu!” “Kalau begitu aku tanya padamu. Apakah kamu masih sanggup untuk memegang galeri itu? Apakah kamu sanggup menghadapi semua serangan darinya?” “Kamu pikir aku wanita lemah? Aku tidak akan membiarkan galeri Olivia hancur
Nolan begitu terkejut saat mendengar perkataan itu dari bibir Olivia. Secara refleks dia menyalakan lampu yang ada di atas nakas. Sehingga dia melihat wajah Olivia dengan jelas. Dia terus memandangi wanita yang ada di dekatnya. Akan tetapi, wanita itu tertidur pulsa. “Apa yang menjadi alasanmu ingin menghabisi aku? Hingga semua itu terbawa ke dalam mimpimu?” tanya Nolan dengan nada lirih. Meski dia tahu jika wanita itu berniat untuk menghabisinya. Entah mengapa dirinya tidak mempermasalahkannya. Andaikan memang benar Olivia yang tertidur adalah wanitanya. Dia rela jika harus mati di tangannya. Dia kembali mematikan lampu yang ada di atas nakas. Setelah itu dia ke luar dari dalam kamar. Dia memutuskan untuk tidur di sofa karena dia menjaga dirinya agar tidak kehilangan kontrol. “Aku akan menunggumu dengan semua rencana yang sudah kamu buat,” gumam Nolan lalu dia memejamkan matanya. Di dalam kamar Olivia baru saja membuka matanya. Dia benar-benar terbangun karena belaian dan pe