Hari pembukaan toko perhiasan sudah tiba. Semua para tamu undangan pun sudah hadir. Begitu juga dengan Adel yang memang sudah tiba di toko perhiasan itu lebih awal. Sebab dia ingin bertemu dengan Olivia. Dia masih merasa penasaran dengan wanita yang nama dan wajahnya sangat mirip dengan Olivia. Akan tetapi, Olivia sama sekali tidak hadir dalam acara pembukaan toko perhiasan itu. Karena ada pekerjaan yang harus dilakukan olehnya. “Kamu sedang mencari siapa?” tanya Diana pada Adel. Yang terlihat seperti sedang mencari seseorang. “Apakah, Olivia benar-benar tidak akan hadir hari ini?” “Iya. Dia tidak bisa hadir dan dia juga sudah meminta izin padaku.” Ponsel Diana berdering. Dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Dia pun langsung mengangkat teleponnya. Dia mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang yang ada di ujung telepon. “Acaranya sudah selesai. Aku bisa kembali sekarang dan menemanimu,” Diana berkata pada orang yang ada di ujung telepon. Lalu setelah itu dia memutu
"Aku tahu,” Olivia berkata pada orang yang saat ini duduk di seberangnya. “Sampai kapan kamu akan merahasiakan semuanya?” “Waktunya belum tepat. Aku hanya ingin menemukan sesuatu dan melihat semuanya tanpa ada rasa curiga lagi.” “Tom, bagaimana dengan malam ini? Apakah kamu akan menghadiri pesta malam ini?” Olivia kembali bertanya pada pria yang ada di depannya. “Tentu saja. Dan aku ingin kamu menemani aku.” “Sesuai dengan janjiku. Aku akan menemani kamu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun beranjak. Dia berjalan menuju ke kamarnya. Dia melihat sudah ada gaun yang akan dikenakan olehnya malam ini. Serta beberapa hal penunjangnya. “Rupanya dia sudah menyiapkan semuanya untuk aku,” gumam Olivia. Olivia terdiam sejenak. Dia kembali teringat pada Adel. Sebenarnya dia sangat ingin mengatakan semuanya pada wanita itu. Jika dirinya memang benar Olivia Sander. Akan tetapi, jika terbongkar sejak awal maka semuanya tidak akan bisa sesuai dengan apa yang sudah direncanakan olehnya. “S
"Jadi benar kamu adalah, Olivia Sander?” tanya Nolan. Yang juga mendengar jawaban Olivia atas pertanyaan Ian barusan. “Tunggu dulu! Aku rasa kalian sudah salah mengenali orang. Dia bukan Olivia Sander tapi dia adalah, Olivia Antolin,” ucap seseorang yang juga mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh mereka semua. Olivia melihat ke arah orang yang barusan berbicara. Dia melihat Diana bersama dengan seorang pria yang tidak lain suaminya. Dia memberikan senyuman pada wanita itu. “Nah, apa kamu sudah dengar siapa namaku? Aku adalah Olivia Antolin. Dan aku adalah adik dari Tom Antolin.” Olivia pun akhirnya memperkenalkan dirinya sebagai adik dari Tom Antolin. Dia memegang tangan pria yang ada di sampingnya. Dia memperlihatkan pada mereka semua yang sedang menatap ke arahnya. “Apa yang dikatakan olehnya benar. Dia adalah adikku. Apa ada yang ingin kamu tanyakan lagi?” sambung Tom. Sembari menatap Ian yang sedang menatapnya juga. Ian masih tidak bisa percaya dengan perkataan orang
“Memangnya siapa dia? Pergi saja ke neraka dan bawa sekalian kekasihnya itu!” gerutu Olivia. Yang benar-benar kesal dengan perkataan Nolan yang mengancamnya akan menghabisi dirinya sendiri. Di terus saja menggerutu karena masih merasa kesal dengan apa yang didengarnya dari Nolan. Serta kejadian saat dirinya masih berada di pesat tadi bersama dengan Tom. Sebenarnya dia memiliki rencana lain saat menghadiri pesta tadi. Namun, rasa kesal dan marahnya sudah menguasai dirinya. Sehingga Tom memaksanya untuk pergi dari pesta itu. Ponselnya kembali berdering. Dia kembali melihat ke arah layar ponselnya. Dia mengabaikannya karena yang menghubunginya adalah nomor ponsel Nolan. “Sebenarnya apa lagi yang diinginkan olehnya?!” gumam Olivia. Lalu dia mengangkat teleponnya, “Halo.” Dia mengerutkan dahinya. Karena dia mendengar suara seorang pria yang tidak dikenal olehnya. Pria itu mengatakan jika orang yang memiliki ponsel tersebut dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Sehingga pria itu mem
Olivia terdiam dan tidak paham dengan maksud pertanyaan yang dilayangkan oleh Nolan padanya. Dia terus menatap Nolan dan pria itu masih menatapnya dengan penuh curiga. “Bohong? Aku tidak pernah berbohong,” ucap Olivia. Lalu dia memalingkan wajahnya. Sebab wajah Nolan sudah semakin dekat. Dia sudah merasa tidak nyaman. Sebab Nolan semakin menekannya. Dia pun mendorong tubuh pria itu cukup kuat. Hingga pria itu terjatuh di atas lantai. “Sepertinya yang berbohong adalah kamu. Karena kamu tidak mabuk.” Olivia melihat Nolan tersenyum. Lalu pria itu berdiri dan kembali mendekat ke arahnya. Dia benar-benar merasa aneh dengan sikap pria yang ada di depannya itu. Dia pun berpikir untuk pergi dari apartemen itu. Tanpa banyak bicara lagi. Olivia bergegas ke luar dari apartemen Nolan. Akan tetapi, tidak bisa karena Nolan menggendongnya dan membawanya langsung ke dalam kamarnya. “Lepaskan aku! Dasar pria berengsek!” tukas Olivia. Dengan nada tinggi sembari meronta. Nolan tidak mendengark
"Kamu terkejut? Apakah kamu merasa kesal?” tanya orang itu pada Olivia. Sembari tersenyum. Olivia menatap orang itu yang sedang tersenyum padanya. Dia kembali berusaha berdiri. Dengan menahan rasa sakit kakinya yang sedang terkilir. Dia menatap dengan tajam wanita yang ada di depannya. “Apakah ini rencanamu?!” tanya Olivia pada wanita yang ada di depannya. Dan wanita itu tidak lain adalah Miranda. “Hahaha ... apakah aku sejahat itu? Hingga ingin membuatmu dalam masalah? Sepertinya kamu belum mengenalku dengan baik.” Kali ini Olivia tidak menimpali perkataan Miranda. Dia hanya mendengarkan wanita itu yang terus saja mengatakan hal-hal yang membuatnya kesal. Hingga dirinya harus mengepalkan tangannya. “Apa kamu pikir kamu adalah wanita baik? Bagaimana wanita baik bisa menjadi kekasih dari mantan putri tirinya,” sambung Olivia. Dengan nada sedikit menghina. “Kamu .... mengapa kamu sama sepertinya?” timpal Miranda yang sedari tadi memang memperhatikan Olivia. "Bagaimana jika aku
"Kamu memang pria tua berengsek! Mengapa kamu selalu menyamakan aku dengannya!” tukas Olivia. Dengan cepat agar Nolan tidak mencurigai dirinya adalah Olivia Sander. Sekeras apa dia berkata kasar pada Nolan. Dia tetap tidak dilepaskan . Hingga akhirnya ada di dekat mobil pria itu. Tidak ada satu orang pun yang membantunya karena saat itu Diana melihatnya. Dan membiarkan Olivia dibawa oleh Nolan. “Nyonya, mengapa Anda melarang kami untuk menghentikan pria itu membawa, Nona Olivia?” tanya seorang karyawan toko. “Pria itu tidak akan melukainya. Malah dia akan membawa Olivia ke rumah sakit karena kakinya terkilir,” jawab Diana sembari terus menatap ke arah Nolan yang sudah pergi membawa Olivia. Di dalam mobil Olivia masih merasa kesal dengan apa yang barusan dilakukan oleh Nolan. Dia juga merasa kesal karena tidak ada satu orang pun yang membantunya agar bisa lepas dari pria yang ada di sampingnya. Selama di dalam perjalanan Olivia hanya diam. Dia pun akhirnya tahu tujuan pria itu
"Bawa aku ke apartemenku!” perintah Nolan pada sang sopir. Tanpa menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Olivia barusan. Olivia masih menatap Nolan dan ingin tahu apakah pria itu memang benar-benar menata-matainya. Dia kembali teringat dengan kejadian masa lalu di mana pria yang ada di sampingnya itu selalu tahu apa yang sedang dilakukan olehnya. Olivia pun tersenyum kecut lalu dia memalingkan wajahnya. Dia melihat ke arah luar melalu jendela kaca mobil. Dia merasa kesal juga dengan Nolan yang masih saja melakukan hal yang sama padanya baik di masa lalu atau saat ini. “Sungguh menyebalkan,” gumam Olivia. Dia mengambil kembali melihat ke arah layar ponselnya. Ada pesan singkat yang masuk. Dia membukanya dan itu dari Diana. Yang mengatakan jika desain perhiasan yang dibuatnya ada sedikit yang harus diperbaiki. Dia tidak membalasnya tetapi langsung menghubunginya. “Bagian mana yang harus diperbaiki?” tanya Olivia. Setelah dia mendengar Diana dari ujung telepon. Olivia mendeng
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb