"Aku tahu,” Olivia berkata pada orang yang saat ini duduk di seberangnya. “Sampai kapan kamu akan merahasiakan semuanya?” “Waktunya belum tepat. Aku hanya ingin menemukan sesuatu dan melihat semuanya tanpa ada rasa curiga lagi.” “Tom, bagaimana dengan malam ini? Apakah kamu akan menghadiri pesta malam ini?” Olivia kembali bertanya pada pria yang ada di depannya. “Tentu saja. Dan aku ingin kamu menemani aku.” “Sesuai dengan janjiku. Aku akan menemani kamu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun beranjak. Dia berjalan menuju ke kamarnya. Dia melihat sudah ada gaun yang akan dikenakan olehnya malam ini. Serta beberapa hal penunjangnya. “Rupanya dia sudah menyiapkan semuanya untuk aku,” gumam Olivia. Olivia terdiam sejenak. Dia kembali teringat pada Adel. Sebenarnya dia sangat ingin mengatakan semuanya pada wanita itu. Jika dirinya memang benar Olivia Sander. Akan tetapi, jika terbongkar sejak awal maka semuanya tidak akan bisa sesuai dengan apa yang sudah direncanakan olehnya. “S
"Jadi benar kamu adalah, Olivia Sander?” tanya Nolan. Yang juga mendengar jawaban Olivia atas pertanyaan Ian barusan. “Tunggu dulu! Aku rasa kalian sudah salah mengenali orang. Dia bukan Olivia Sander tapi dia adalah, Olivia Antolin,” ucap seseorang yang juga mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh mereka semua. Olivia melihat ke arah orang yang barusan berbicara. Dia melihat Diana bersama dengan seorang pria yang tidak lain suaminya. Dia memberikan senyuman pada wanita itu. “Nah, apa kamu sudah dengar siapa namaku? Aku adalah Olivia Antolin. Dan aku adalah adik dari Tom Antolin.” Olivia pun akhirnya memperkenalkan dirinya sebagai adik dari Tom Antolin. Dia memegang tangan pria yang ada di sampingnya. Dia memperlihatkan pada mereka semua yang sedang menatap ke arahnya. “Apa yang dikatakan olehnya benar. Dia adalah adikku. Apa ada yang ingin kamu tanyakan lagi?” sambung Tom. Sembari menatap Ian yang sedang menatapnya juga. Ian masih tidak bisa percaya dengan perkataan orang
“Memangnya siapa dia? Pergi saja ke neraka dan bawa sekalian kekasihnya itu!” gerutu Olivia. Yang benar-benar kesal dengan perkataan Nolan yang mengancamnya akan menghabisi dirinya sendiri. Di terus saja menggerutu karena masih merasa kesal dengan apa yang didengarnya dari Nolan. Serta kejadian saat dirinya masih berada di pesat tadi bersama dengan Tom. Sebenarnya dia memiliki rencana lain saat menghadiri pesta tadi. Namun, rasa kesal dan marahnya sudah menguasai dirinya. Sehingga Tom memaksanya untuk pergi dari pesta itu. Ponselnya kembali berdering. Dia kembali melihat ke arah layar ponselnya. Dia mengabaikannya karena yang menghubunginya adalah nomor ponsel Nolan. “Sebenarnya apa lagi yang diinginkan olehnya?!” gumam Olivia. Lalu dia mengangkat teleponnya, “Halo.” Dia mengerutkan dahinya. Karena dia mendengar suara seorang pria yang tidak dikenal olehnya. Pria itu mengatakan jika orang yang memiliki ponsel tersebut dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Sehingga pria itu mem
Olivia terdiam dan tidak paham dengan maksud pertanyaan yang dilayangkan oleh Nolan padanya. Dia terus menatap Nolan dan pria itu masih menatapnya dengan penuh curiga. “Bohong? Aku tidak pernah berbohong,” ucap Olivia. Lalu dia memalingkan wajahnya. Sebab wajah Nolan sudah semakin dekat. Dia sudah merasa tidak nyaman. Sebab Nolan semakin menekannya. Dia pun mendorong tubuh pria itu cukup kuat. Hingga pria itu terjatuh di atas lantai. “Sepertinya yang berbohong adalah kamu. Karena kamu tidak mabuk.” Olivia melihat Nolan tersenyum. Lalu pria itu berdiri dan kembali mendekat ke arahnya. Dia benar-benar merasa aneh dengan sikap pria yang ada di depannya itu. Dia pun berpikir untuk pergi dari apartemen itu. Tanpa banyak bicara lagi. Olivia bergegas ke luar dari apartemen Nolan. Akan tetapi, tidak bisa karena Nolan menggendongnya dan membawanya langsung ke dalam kamarnya. “Lepaskan aku! Dasar pria berengsek!” tukas Olivia. Dengan nada tinggi sembari meronta. Nolan tidak mendengark
"Kamu terkejut? Apakah kamu merasa kesal?” tanya orang itu pada Olivia. Sembari tersenyum. Olivia menatap orang itu yang sedang tersenyum padanya. Dia kembali berusaha berdiri. Dengan menahan rasa sakit kakinya yang sedang terkilir. Dia menatap dengan tajam wanita yang ada di depannya. “Apakah ini rencanamu?!” tanya Olivia pada wanita yang ada di depannya. Dan wanita itu tidak lain adalah Miranda. “Hahaha ... apakah aku sejahat itu? Hingga ingin membuatmu dalam masalah? Sepertinya kamu belum mengenalku dengan baik.” Kali ini Olivia tidak menimpali perkataan Miranda. Dia hanya mendengarkan wanita itu yang terus saja mengatakan hal-hal yang membuatnya kesal. Hingga dirinya harus mengepalkan tangannya. “Apa kamu pikir kamu adalah wanita baik? Bagaimana wanita baik bisa menjadi kekasih dari mantan putri tirinya,” sambung Olivia. Dengan nada sedikit menghina. “Kamu .... mengapa kamu sama sepertinya?” timpal Miranda yang sedari tadi memang memperhatikan Olivia. "Bagaimana jika aku
"Kamu memang pria tua berengsek! Mengapa kamu selalu menyamakan aku dengannya!” tukas Olivia. Dengan cepat agar Nolan tidak mencurigai dirinya adalah Olivia Sander. Sekeras apa dia berkata kasar pada Nolan. Dia tetap tidak dilepaskan . Hingga akhirnya ada di dekat mobil pria itu. Tidak ada satu orang pun yang membantunya karena saat itu Diana melihatnya. Dan membiarkan Olivia dibawa oleh Nolan. “Nyonya, mengapa Anda melarang kami untuk menghentikan pria itu membawa, Nona Olivia?” tanya seorang karyawan toko. “Pria itu tidak akan melukainya. Malah dia akan membawa Olivia ke rumah sakit karena kakinya terkilir,” jawab Diana sembari terus menatap ke arah Nolan yang sudah pergi membawa Olivia. Di dalam mobil Olivia masih merasa kesal dengan apa yang barusan dilakukan oleh Nolan. Dia juga merasa kesal karena tidak ada satu orang pun yang membantunya agar bisa lepas dari pria yang ada di sampingnya. Selama di dalam perjalanan Olivia hanya diam. Dia pun akhirnya tahu tujuan pria itu
"Bawa aku ke apartemenku!” perintah Nolan pada sang sopir. Tanpa menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Olivia barusan. Olivia masih menatap Nolan dan ingin tahu apakah pria itu memang benar-benar menata-matainya. Dia kembali teringat dengan kejadian masa lalu di mana pria yang ada di sampingnya itu selalu tahu apa yang sedang dilakukan olehnya. Olivia pun tersenyum kecut lalu dia memalingkan wajahnya. Dia melihat ke arah luar melalu jendela kaca mobil. Dia merasa kesal juga dengan Nolan yang masih saja melakukan hal yang sama padanya baik di masa lalu atau saat ini. “Sungguh menyebalkan,” gumam Olivia. Dia mengambil kembali melihat ke arah layar ponselnya. Ada pesan singkat yang masuk. Dia membukanya dan itu dari Diana. Yang mengatakan jika desain perhiasan yang dibuatnya ada sedikit yang harus diperbaiki. Dia tidak membalasnya tetapi langsung menghubunginya. “Bagian mana yang harus diperbaiki?” tanya Olivia. Setelah dia mendengar Diana dari ujung telepon. Olivia mendeng
"Apa yang mau kamu lakukan?” tanya Olivia. Dengan nada sedikit khawatir. Sebab dia merasakan jika Nolan sedang merencanakan sesuatu. “Kamu yang memulainya. Maka terima saja hasilnya.” Nolan terus berjalan hingga masuk ke dalam kamarnya. Dia menghempaskan tubuh Olivia di atas ranjang. Dia melupakan jika saat ini kaki kanan Olivia belum sembuh. Sehingga dia mendengar wanita itu meringis kesakitan. “Apa ini sakit?” tanya Nolan. Setelah dia menyadari dan melihat ke arah kaki Olivia dan memegangnya dengan lembut. Olivia mengangguk lalu berkata, “Sakit.” “Maafkan aku.” Setelah meminta maaf Nolan pun berjalan ke luar dari dalam kamar. Dia menutup pintu kamar dengan rapat. Sedangkan Olivia masih menatap ke arah pintu kamar. Olivia melihat sekeliling kamar dan sama sekali tidak ada perubahan. Semalam dia tidak memperhatikannya dengan saksama dan sekarang dia bisa melihatnya dengan sangat jelas. “Semuanya masih sama seperti satu tahun ke belakang,” gumam Olivia. Dia membenarkan kaki