“Happy birthday, Kelly.”Mata Kelly yang tertutup syal dibuka. Sebenarnya ia telah tau keluarganya akan membuat pesta kejutan. Tadi pagi, seluruh keluarga sudah mengucapkan selamat ulang tahun lalu beraktifitas seperti biasa. Meski begitu persiapannya jelas-jelas di depan mata.Tetapi, demi menyenangkan semua orang, Kelly berusaha menampilkan ekspresi terkejut. Ia membuka mata dan kini merasa lebih terharu. Seluruh keluarga dan kenalannya hadir.“Kellyyy.” Suara comel Jasmine – sahabatnya terdengar.Mereka berpelukan erat. Jasmine menarikan tarian aneh dengan iringan lagu selamat ulanng tahun dalam bahasa asing membuat Kelly tergelak dan menggeleng-geleng.“Kok bisa kamu mau jadi dokter spesialis kandungan, sih? Kelakuanmu sama sekali tidak mencerminkan.” Kelly kembali memeluk sahabatnya. “Mana Edzard?”Jasmine melepas pelukan. “Maaf, Ed tidak bisa datang. Patah hati masih berlangsung.”Mendengar pernyataan Jasmine, wajah Kelly seketika suram. Edzard adalah saudara kembar Jasmine yang
“Kenapa kamu protes? Sana, cari pacar.” Edzard menyahut pada saudari kembarnya.“Aku harus menjaga kalian. Takutnya kalian lupa kalau sudah putus dan terbawa suasana romantis.” Jasmine mencebik.“Tidak. Aku yakin Edzard lelaki setia.” Kelly menatap sekeliling untuk memastikan keadaan aman, lalu berbisik, “Bagaimana hubunganmu dengan Leona?”“Dia belum berani bilang pada Mommy. Tapi sepertinya, Daddy sudah tau.” Jasmine yang menjawab pertanyaan Kelly.“Husss!” Edzard menutup mulut saudari kembarnya. “Jangan keras-keras.”Kelly terkikik geli melihat tingkah sahabatnya. Jasmine sejak dulu memang lebih mirip Auntie Edith yang bersifat senang mengkritik dan agak tomboy. Sementara Edzard sangat mirip dengan Uncle Jaslan yang serius.Dulu, Auntie Edith lah yang paling semangat menjodohkan Kelly dengan Edzard. Bahkan, sejak kecil, Edzard sudah didoktrin untuk menikah dengan Kelly. Otomatis, saat Kelly dan Edzard bertunangan, Auntie Edith yang paling bahagia.Begitu juga saat Kelly memutuskan
“Daddy, hari ini aku saja yang jemput Mommy, ya.”Daddy William menoleh menatap putrinya. Merasa agak heran dengan pernyataan tersebut. Biasanya Princess akan berkata ia ingin ikut menjemput karena tau Daddynya selalu menjemput sang Mommy.“Maksudnya kita bersama yang jemput Mommy, ‘kan?”Kelly memberengut. “Daddy nggak denger aku? Tadi ‘kan aku bilang aku yang mau jemput Mommy.”“Tanpa Daddy?”Kepala Kelly mengangguk sementara Daddy William menggeleng. Tentu saja ia tidak setuju. Kenapa tiba-tiba ia merasa tersisih?Tetapi, Kelly memberikan alasan bagus. Ia mengatakan Mommy pernah meneleponnya dan berkata cemburu karena Kelly selalu menghabiskan banyak waktu dengan Daddy William. Akhirnya William mengizinkan karena ia juga pernah mendengar istrinya mengeluh tentang hal tersebut.“Daddy kan hari ini mau golf sama Uncle Jaslan. Jadi, santai saja. Biar aku yang jaga Mommy.”“Sebenarnya apa yang mau kalian lakukan?”“Hanya membuat moment Mommy dan Princess kesayangannya.” Kelly mengedipk
Kelly menggeleng. Air mata kini turun ke pipi. Detik berikutnya, Kelly masuk ke dalam dekapan sang Mommy.“Maafkan, Princess.” Lirih Kelly.Keyna menutup mata dan mengembuskan napas panjang. Tangannya mengelus kepala hingga punggung putrinya yang terisak pelan.Sudah ia duga sebelumnya. Saat Princess pulang, ia terlihat lemas. Keyna tau alasannya bukan jetlag seperti yang Princess katakan.Beberapa kali ia memergoki Princess kehilangan nafsu makan. Bahkan di hari ulang tahunnya, Keyna mendengar sang putri muntah-muntah.Keyna menuntun putrinya kembali duduk di sofa. Ia mengambil beberapa helai tisu dan membantu Kelly mengelap air mata.“Benar kamu hamil?” Keyna mengulangi pertanyaannya.Kelly menggeleng lemah. “Tidak tau, Mom. Aku belum cek.”Kembali Keyna mengembuskan napas berat. “Sudah telat menstruasi berapa minggu?”“Tiga minggu lebih.”“Kita cek sekarang!”Perintah Keyna ditolak mentah-mentah oleh Kelly. Wanita muda itu kembali sibuk mengelap air mata dan wajahnya. Lalu, menatap
Keyna mengumpulkan keluarga Dalton di ruang kerja William. Setelah makan sore, Keyna juga memberikan obat penenang dosis rendah pada suaminya. Ia juga memastikan kondisi kesehatan William baik-baik saja.Bahkan, Keyna meminta Ferina bersiap di mansion. Ia takut William kambuh dan butuh pertolongan. Ferina yang mendapat laporan dari Kelly langsung datang.“Ada apa ini?” Louis tampak tak sabar.William menatap istrinya. Keyna memang sudah memberikan sedikit petunjuk bahwa putri mereka akan mengumumkan suatu hal yang cukup mengejutkan. Itu sebabnya Keyna meminta sang suami bersikap tenang.“Baby? Kamu atau Princess yang akan bercerita?”Keyna menatap putrinya. Ia menggenggam tangan Kelly untuk memberi kekuatan. Dalam perjalanan pulang, Keyna juga mengajari bagaimana menyampaikan kabar ini.Cerita Kelly diawali dari saat ia mencari lowongan pekerjaan. Kemudian mendapat panggilan dan berbagai tes kesehatan, termasuk tes kesucian.“Apa? Mana ada perusahaan yang membutuhkan tes semacam itu””
“Apa Daddy perlu minum obat dulu?” Kelly hati-hati bertanya lembut pada William saat mereka sudah berada di kamar.William memandang putrinya lama. Tatapan itu membuat Kelly kembali berderai air mata. Ia tau sang Daddy sangat kecewa padanya.Tanpa kata, William mengusap pelan wajah Kelly dari air mata. Meski tanpa senyum, wajah William terlihat teduh, tanpa emosi sama sekali.“Kapan kamu menikah persisnya, Princess?”“Satu minggu setelah aku tiba di negara itu. Hari pertama di sana, aku langsung mendapat panggilan dan beberapa tes di perusahaan RichLand.”Kepala William mengangguk. Sebelum berangkat, Kelly memang sudah memasukkan lamaran di beberapa perusahaan besar di luar negeri. Jadi, bukan kebetulan Kelly tiba-tiba mendapat pekerjaan.“Sudah lebih dari tiga bulan kamu menyembunyikan ini dari Daddy.” William menggumam pelan.“Maaf, Daddy. Princess takut Daddy tidak siap menerima kabar ini.”“Kamu pikir, Daddy siap sekarang?” Suara William bergetar saat bertanya.Kelly tertunduk dal
“Salam kenal, Brandon. Anggap itu sebagai hadiah kontrak kerja sama kita.” Louis memasang wajah murka di depan Brandon.Spontan, Gio maju melindungi adiknya. Sementara Brandon hanya memegangi perut dengan mata tetap memandang Kelly. Grandpa Albert kemudian maju mendekati William dan Keyna.“Kami datang baik-baik. Bukan untuk memperkeruh suasana.”William tersenyum tipis dan mengangguk pada Albert. Ia menatap Keyna yang memandang para tamunya dengan ekspresi tak terbaca.“Memang sebaiknya tamu dijamu.” Keyna berucap lalu memerintah, “Kak Cha, tolong bawa Princess ke kamarnya.”“Mom ... “ Kelly protes, merasa ia harus hadir karena ini masalahnya.“Tunggu di kamar dulu ya, Princess.” Mommy Keyna mengelus kepala putrinya sebelum Sacha menyeret adiknya.“Kelly.” Brandon hanya bisa menggumam melihat Kelly menjauh.“Silahkan.” Keyna dan William mengarahkan jalan menuju ruang tamu.Sepanjang lorong, keluarga Richmont dapat melihat dinding yang penuh dengan foto-foto keluarga Dalton. Mulai Kel
Keyna mengembuskan napas panjang dan menenangkan ketiga anak sambungnya. Ia paham Fred, Sacha dan Louis tersinggung karena mengatakan Kelly adalah anak satu-satunya.“Maksudku ... anak satu-satunya yang lahir dari rahimku,” ralat Keyna.Ketiga anak William dari pernikahan pertama itu merengut. Bertahun-tahun, Keyna tidak pernah menyinggung bahwa ia hanya memiliki satu orang putri. Meski mereka paham saat ini ibu sambung mereka sedang memiliki perasaan campur aduk.“Aku akan bahagia melihat putriku bahagia. Tetapi, melihatnya berurai air mata sedih .... “Keyna menjeda kalimatnya. “Aku bisa menjadi seorang wanita yang jahat untuk membalas kesedihan putriku.”Brandon menutup mata sejenak dan menggeleng mendengar pernyataan keras Keyna. Jelas, ia harus berjuang lebih keras sekarang.Kelly lalu berdiri. Membuat semua yang ada di ruangan turut berdiri.“Kami permisi. Hari ini telah banyak kejutan yang membuat keluarga kami syok. Tenagaku pun habis setelah memporak-porandakan satu ruangan.”
“Paling mirip kamu? Kayanya Arsen. Dia lebih kalem.”Brandon mendekat, lalu berjongkok di samping sang istri yang masih menyusui. “Maksudku bukan wajahnya, Babe. Tapi cara mereka menyusu.” Brandon menyeringai kala melihat istrinya melotot padanya.“Bisa-bisanya bercanda begitu. Kalau kedengeran suster gimana?”“Nggak papa. Pasti mereka paham.” Brandon menyahut tak peduli.Butuh waktu hampir satu jam bagi Kelly untuk memastikan bayi-bayinya telah kenyang. Saat telah selesai dengan Arsen dan Mimi, suster membantu mengembalikan bayi-bayi itu ke box mereka.Brandon sendiri masih belum berani menggendong bayi-bayinya. Ia langsung menggeleng dan mundur satu langkah saat suster ingin membimbingnya cara menggendong bayi.“Jangan sekarang. Aku belum siap. Mereka sepertinya masih rapuh sekali.” Brandon mendesah melihat tubuh bayi-bayinya yang mungil.Saat akan keluar dari ruangan, terdengar bayi menangis. Kelly menoleh dan melihat Reno terbangun.“Kok sebentar banget Reno tidurnya, Sus?” Kelly
Tanpa menoleh, Brandon hapal suara siapa yang bicara dengannya. Ia mengangguk dan membalas, "Terima kasih.""Kamu masih marah padaku?"Brandon menoleh menatap Ian. "Marah?""Kamu jarang bahkan hampir tidak pernah menghubungiku." Ian menghela napas berat. "Bahkan saat istrimu melahirkan pun, kamu tidak mengabariku.""Kupikir kamu sibuk dengan... Audrey."Gantian kini Ian yang menoleh ke samping menatap Brandon. "Aku sibuk mengurusi semua bisnismu!"Brandon mengerutkan kening, lalu membalik tubuhnya ke samping menghadap Ian. "Mulai keberatan dengan pekerjaan? Apa sekarang kamu kekurangan waktu karena telah memiliki tunangan? Mau resign?"Ian menatap tajam mata sahabatnya. "Aku nggak pernah ngomong begitu. Tapi kalau kamu memang mau aku mundur, ya sudah."Hening seketika. Dalam sejarah persahabatan mereka, moment ini adalah yang pertama kalinya mereka bertengkar sengit.Brandon menghela napas panjang, lalu kembali menatap jendela di mana bayi-bayinya sedang tidur. Ian mengikuti apa yang
“Kenalkan, Arsenio Elzhan Richmont, Arvenio Elvert Richmont dan Kyomi Lovella Richmont.” Brandon menunjuk bayi satu, dua dan tiga pada keluarga Richmont dan Dalton.Bayi-bayi mungil itu sekarang berada di dalam inkubator dalam satu ruangan steril. Mereka dapat melihat jelas melalui jendela lebar. Wajah-wajah tampan dan cantik itu menarik perhatian semua anggota keluarga.“Kecil banget, Tuhan.” Sacha menatap ketiga bayi dengan takjub.“Ya kali, bayi lahir langsung gede, Kak.” Louis menyahut sewot. “Kaya nggak pernah lahiran aja komentarnya.”Sacha mencebik pada Louis. Keduanya lalu sibuk mengabadikan keponakan-keponakan mereka dan membagi foto-foto tersebut ke kerabat dan media sosial.Mommy Keyna tampak tak dapat menahan rasa haru. Setelah sebelumnya menyaksikan ketiga anak sambungnya melahirkan, kini ia dapat merasakan putri kandung satu-satunya memiliki anak. Tiga sekaligus.“Akhirnya aku memiliki cucu dari darah dagingku sendiri.” Mommy Keyna bergumam.“Jangan sampai Fred, Sacha da
Netra Ian berputar ke sekeliling kafe, mencari sosok yang ia tunggu. Lalu, lelaki itu melirik arlogi mewahnya.Sudah terlambat lima belas menit dari janji yang ditetapkan.Untuk membuang waktu, Ian menatap ponsel. Beberapa hari ini tidak pernah ada pesan dari Brandon. Padahal sebelumnya, sahabatnya itu bisa mengirim pesan dua sampai lima kali sehari.Apa Brandon semarah itu padanya? Sungguh, Ian merasa cukup tersiksa dengan keadaan ini."Hai, Yan.""Oh." Ian tersentak kaget saat melamun. Ia langsung tersenyum pada wanita yang menyapanya. "Hai, Jasmine.""Maaf menunggu lama." Jasmine membalas dan duduk di depan Ian.Ian tersenyum penuh pengertian. "Itu tandanya, pasienmu banyak, bukan?"Jasmine terkekeh. "Lumayan lah."Ian memandang wanita di depannya yang sedang menyeduh teh. Jasmine lebih kalem saat ini. Boleh dibilang ia telah menjelma menjadi wanita dewasa yang lebih elegan."Terima kasih mau menemuiku, ya." Ian berucap.Jasmine hanya tersenyum dan mengangguk. Ini kali pertama mere
“Tuan Brandon?” Seorang perawat lelaki membangunkan Brandon dengan memberikan aroma menyengat di hidungnya.Brandon mengendus, lalu membuka mata. Ia langsung sadar bahwa sekarang berada di ruang rumah sakit.“Kenapa aku di sini? Mana istriku?” Brandon bertanya panik.“Anda pingsan di ruang operasi, Tuan.”“Sial!” Brandon memijat keningnya dan teringat kala dokter akan membedah perut Kelly, ia langsung merasa lunglai. “Apa istriku sudah melahirkan?”“Nyonya Kelly minta ditunda sampai anda sadar.”Kembali ke ruang operasi, Brandon segera menghampiri Kelly.“Babe, maaf.” Brandon menciumi wajah Kelly. “Kita mulai sekarang agar kamu tidak kesakitan lagi, ya.”Dokter tersenyum dan mengangguk. “Sebaiknya anda fokus pada istri anda saja, Tuan. Proses mengeluarkan bayi ini memang tidak nyaman.”Pernyataan dokter membuat Brandon menatap wajah Kelly. Keduanya berbincang, meski sesekali Kelly meringis kecil.“Sakit, Babe?” Brandon mencium genggaman tangan Kelly.Kelly menggeleng. “Tidak, sih. Han
Tanpa berhenti berjalan, Brandon menjawab pertanyaan kak Fred. “Kelly kontraksi.”Mendengar ucapan Brandon, Frederix membuntuti sang adik ipar. Ia bahkan ikut masuk ke dalam kamar. Kelly sedang berpegangan pada sofa dan mengatur napas.“Babe.”Kelly menoleh dengan wajah agak pucat. “Sakit, Brad.”Brandon menyiapkan bola besar untuk Kelly duduki. Lelaki itu memegangi istrinya yang duduk di atas bola dan ikutan mengatur napas .“Aku panggil Mommy Key, ya.” Frederix kemudian menghilang di balik pintu.“Sudah berapa lama kontraksinya, Babe?” Brandon yang bertanya, sambil mencoba menelepon dokter kandungan.“Sepuluh menit, tidak teratur. Kadang sakit, kadang tidak.”Tangan Brandon tak henti mengusap punggung Kelly. Ia bicara pada teleponnya dan menceritakan situasi Kelly pada dokter.Sambil bicara, Brandon lalu terlihat mengemasi tas dan mengambil dompetnya. Ia juga mengambil sepatu flat dan membantu Kelly menggunakannya.“Kita ke rumah sakit.” Brandon berkata setelah menutup teleponnya. “
Persalinan semakin dekat. Mansion Brandon kembali ramai dengan keluarga yang datang untuk menyambut si kembar tiga. Bahkan kakak-kakak dan keponakan-keponakan Kelly pun datang dan menginap di mansion.Beberapa hari ini para grandpa dan grandma masih sibuk di kamar bayi. Mereka meminta izin untuk mengatur dan menata kamar bayi. Kelly dan Brandon tentu saja tidak keberatan.Kelly duduk di sofa menyusui dan memperhatikan orang tua dan mertuanya. Mommy Keyna dan Mommy Florence sedang berdiskusi tentang aksesoris ranjang bayi tiga. Sementara Daddy William dan Daddy Donald lebih cepat menyelesaikan ranjang bayi satu dan dua.Hingga akhirnya keempatnya berkumpul di depan ranjang bayi tiga. Kelly menggeleng samar saat mereka begitu selektif.“Akh.” Keelly meringis dan mengatur napas.Mommy Keyna langsung mendekat. “Ada apa? Mereka bergerak bersamaan lagi?”“Kontraksi, Mom.” Kelly berdiri dan mencoba berjalan mondar-mandir dibimbing Mommy Keyna.“Bayi-bayi itu aktif sekali.” Daddy William mena
"Pagi, Brandon."Brandon menatap sekilas, lalu mengalihkan pandangan sambil memberi kode pada wanita yang baru datang itu untuk duduk di depannya.Kelly mengizinkannya bertemu Audrey tetapi berpesan untuk tidak berpandang-pandangan lama dengan wanita lain.Wanita cantik dengan tubuh ramping dan harum bunga jasmine itu mengangguk lalu duduk."Kelly bilang kamu mau bertemu?"Brandon tidak langsung menjawab. Ia memilih menu sarapan favorit di kafe untuknya dan Audrey. Bicara sambil makan akan membuatnya tidak perlu bertatapan dengan wanita tersebut."Ian menemuiku dini hari tadi dan menceritakan hubungan kalian." Brandon melirik jari manis Audrey yang terselip cincin berlian."Oh. Oke." Bingung berkomentar apa, Audrey hanya mengangguk dan menjawab singkat."Kamu mencintai Ian?" Kini, Brandon menatap tajam Audrey.Tidak memberi Audrey kesempatan menjawab, Brandon kembali berkata, "Aku rasa tidak, bukan? Rasanya terlalu cepat bagi kalian untuk jatuh cinta.""Tapi, kami serius ingin menikah
"Aku bisa jelaskan!" Ian membuntuti Brandon.Tengah malam, Eros menelepon Brandon dan mengabari bahwa Ian datang. Brandon mengira ada sesuatu yang genting, terpaksa meninggalkan Kelly di kamar.Dan sekarang saat ternyata Ian menemuinya hanya untuk membicarakan hubungannya dengan wanita di ranjangnya, Brandon segera membalik arah kembali ke kamar utama."Nggak perlu. Aku nggak mau tau, kok.""Ish... tapi aku mau cerita.""Nanti saja. Istriku sendirian di kamar."Brandon berjalan lurus meninggalkan Ian. Tapi, sahabatnya itu memang pantang menyerah."Wanita itu... Audrey!" Ian berteriak.Langkah Brandon terhenti. Dahinya berkerut saat membalik tubuh menghadap Ian."Audrey? Wanita yang katamu, sok cantik, sok pinter, sok paling tau, sok keren dan paling sombong di dunia itu?"Ian melipat bibirnya ke dalam dan mengangguk pelan."Wanita yang barusan berada di ranjangmu itu adalah wanita yang kamu benci?"Sekali lagi, Ian mengangguk.Hening sejenak. Brandon tampak berpikir sambil mengamati s