“Lain kali, kalau Kelly memaksa, jangan dituruti.” Daddy William berkata pada Brandon.Saat ini, Kelly dan Brandon sudah kembali dari libur bulan madu singkat mereka. Keduanya langsung pulang ke mansion William. Dengan antusias, Kelly bercerita tentang kejadian saat mereka akhirnya bisa melihat aurora besar.“Untungnya kalian pas masuk ke pondok sebelum beruang kutub itu datang.” Louis menggeleng mendengar cerita Kelly.Kelly malah terkekeh. “Iya. Saat sampai di pondok, aku teriak kencang karena beruang itu ada di depan jendela, seperti sedang ingin menerkam kami.”Mommy Keyna menggeleng dan langsung menasehati Kelly. Terkadang, Kelly memang tidak bisa meredam keinginannya karena sejak kecil selalu dimanja dan dituruti kemauannya. Tetapi, menurut Mommy Keyna sudah saatnya sekarang Kelly bisa meredam sendiri keinginan yang bisa membahayakan.“Sebenarnya cukup aman, Mom. Karena area pondok dijaga. Saat beruang itu datang juga diawasi beberapa penjaga.” Brandon menjelaskan.Baru lah sete
“Terima kasih sudah berkorban untuk Daddy, Princess.”Daddy William dan Kelly berdiri berhadapan. Keduanya sedang dipersiapkan untuk masuk ke ruang operasi. Kelly menahan diri untuk tidak menangis.“Nanti dalam tubuh Daddy akan mengalir darahku.” Kelly bercanda dengan nada bangga.Wajah William memberengut. Tangannya mengusak sayang kepala sang putri tercinta. “Memang sejak kamu lahir, darah kita sama.”Kelly tergelak. Ia sangat berusaha untuk bercanda untuk membuat dirinya dan sang daddy tidak tegang.“Bagaimana perasaan Daddy?”“Hmm... Daddy pernah dioperasi sebelumnya. Jadi, pasrah saja.”Kepala Kelly mengangguk. “Sampai bertemu lagi, Dad.”Keduanya berpelukan erat. Daddy William mencium dalam-dalam puncak kepala sang putri, lalu menangkup wajahnya dan menciumi wajah cantik Kelly.Tanpa berkata-kata lagi, Daddy William berjalan mengikuti seorang suster yang menjemputnya. Kelly menghela napas panjang dan dengan cepat mengusap air matanya.Tubuhnya dibalik dan didekap ke dada Brandon
“Kalau informasi itu sepertinya tidak akan disebarluaskan.” Jasmine menggeleng. “Kecuali operasi telah selesai.”Brandon mendengus pelan. Kabar baik apanya? Lelaki itu lalu mengabaikan Jasmine dan kembali menikmati kopinya.“Brad.”“Hem.”“Tolong kasih tau aku, Ian suka apa?”Dahi Brandon berkerut sedikit. Tanpa menoleh dan menatap Jasmine, ia menjawab, “Tidak tau.”“Masa tidak tau? Kamu kan sahabatnya? Ayo lah... akhir minggu ini, Ian ulang tahun. Aku ingin memberinya hadiah.” Jasmine mendesak Brandon. "Nanti aku akan cari informasi lagi tentang Kelly."“Ya sudah, kasih motor sport saja.”Detik berikutnya, Brandon menutup telinga. Jasmine menyerocos tanpa henti karena protes pada jawaban Brandon. Bagi Jasmine, jika memang Ian sudah menjadi kekasihnya, ia tidak akan keberatan.“Apa menurutmu kalau aku kasih motor sport, Ian akan mau jadi kekasihku?”“Tidak.”Brandon kembali tersentak kaget. Jasmine baru saja memukul lengan atasnya. Apa-apaan wanita ini? Brandon segera mengambil jarak
“Baby.” William menggumam seraya memicingkan matanya.“Hai, pejuang jantung sehat.” Keyna menatap wajah sang suami yang baru saja siuman pasca operasi.Bibir William sedikit melengkung. “Putriku... bagaimana keadaan Princess?”“Akh... kamu sama saja seperti Princess. Dia juga menanyaimu saat terbangun.” Keyna pura-pura terluka hatinya.William mengangguk. Jika istrinya terlihat santai dan bisa bercanda, artinya sang putri dalam keadaan baik-baik saja. William membalas genggaman tangan Keyna.“Istirahatlah dulu.” Keyna mengelus rambut suaminya.“Sepertinya, kamu yang butuh istirahat.”Keyna mengangguk. Ia mengendik pada ranjang kosong di samping. Mengisyaratkan bahawa ia akan tidur di sana.“Aku akan di sini sampai masa kritismu lewat dan bisa dipindahkan ke ruang perawatan.”“Terima kasih, Baby.”Embusan napas William yang teratur membuat Keyna tersenyum penuh kelegaan. Dalam waktu dua jam ia akan menemani masa kritis di ruang operasi. Keyna tidak ingin melewatkan satu detik pun tanpa
“Mommy Key sangat letih. Kita harus bergantian menjaga Daddy.” Frederix bicara pada adik-adiknya.Setelah melewati masa kritis, Keyna dipaksa keluar dari ruang operasi. Tim doker ahli meminta Keyna beristirahat. William saat ini belum juga terbangun.“Aku saja.”Keempat anak William berebutan ingin menemani Daddy mereka. Frederix jadi sulit memutuskan. Apalagi semua adik-adiknya keras kepala.“Suit aja.” Kelly mengangkat tangan mengajak kakak-kakaknya mengikutinya.“Oke, kita suit. Tetapi ingat, tetap saja kita harus bergantian di dalam.” Frederix menyetujui usul Kelly.Bibir Kelly tersenyum saat ia menang. Itu artinya ia akan mendapat giliran lebih dulu berada di samping sang daddy. Brandon terlihat menghela napas, sedikit keberatan.“Babe, kamu kan masih butuh istirahat.” Brandon berbisik di telinga istrinya.“Aku kan bisa tiduran saja di samping daddy.” Kelly bersikeras. Ia lalu memandang sang suami dengan tatapan memohon. “Boleh, ya, please. Cuma satu jam.”Rasanya tidak mungkin B
Kelly meminta Brandon tidur di ranjang bersamanya. Ranjang tumah sakit itu lebih sempit dari saat Kelly berbaring di samping Daddy William. Tetapi, Kelly memaksa.“Aku mau tidur di dalam pelukanmu.” Kelly merengek manja.“Ya sudah.” Terpaksa, Brandon tidur miring. Kakinya yang panjang bahkan harus ditekuk.Dengan nyaman, Kelly mengusel wajahnya di dada Brandon. Ia menikmati belaian tangan sang suami di kepala hingga punggungnya.“Kamu bicara apa saja pada Daddy tadi?”“Banyak. Tau nggak kenapa Daddy tiba-tiba bangun?”“Kenapa?”“Aku bilang Mommy kasihan kecapekan trus stress lihat Daddy nggak bangun-bangun.”Brandon terkekeh. Mungkin cara ampuh untuk menyadarkan orang dalam kondisi seperti Daddy William adalah dengan menceritakan hal yang membuatnya terkejut.“Aku juga bangun saat Mrac berkata kamu bermesraan dengan suster cantik.” Kelly mendongakkan kepalanya menatap wajah tampan sang suami.“Keponakan satu itu.” Brandon mendesis kesal. “Bisa-bisanya ia berpikiran ke sana.”“Kata Kak
“Surprised!”Ian tersentak di depan pintu. Lelaki yang mengenakan piyama dengan rambut acak-acakan khas bangun tidur itu mengucek kedua matanya. Apa ia bermimpi aneh?“Tidak, kamu tidak sedang berkhayal.” Jasmine dengan wajah sumringah menegaskan.“A – Apa yang kamu lakukan, Jasmine?” Ian bertanya, masih dengan ekspresi terkejut.Jasmine mengabaikan pertanyaan Ian dan malah balik bertanya, “Apa aku boleh masuk? Di sini cukup dingin.” Jasmine merapatkan mantelnya.“Oh ya. Silahkan.” Akhirnya, Ian melebarkan pintu dan membiarkan Jasmine masuk ke dalam rumahnya.Jasmine masuk sambil menggeret kopernya. Ian bahkan baru sadar, wanita itu membawa koper.“Kamu dari mana, sih?” Ian bertanya dengan bingung, lalu menutup pintu.Dengan wajah ceria, Jasmine berteriak, “Happy birthday, Ian.”Setelahnya, sebuah paperbag mewah terjulur ke depan Ian. Lelaki di depan Jasmine lantas terkekeh. Ia menerima hadiah tersebut dan mencium kedua pipi Jasmine.“Terima kasih. Ini benar-benar kejutan.”Wajah Jas
Esok harinya, dalam perjalanan menuju rumah sakit, Kelly dan Brandon membahas hubungan Ian dan Jasmine. Kelly tidak menduga ternyata keduanya serius.“Jika Ian mengenalkan Jasmine pada keluarganya, berarti Ian sudah nyaman dengan sahabatku itu, kan?”Brandon tidak langsung menjawab. Bukan kebiasaan Ian mengenalkan wanita pada keluarganya. Bahkan Brandon yang sudah bertahun-tahun bersahabat dengan Ian saja jarang bertemu keluarga Ian.“Kita tunggu saja kabar selanjutnya.” Brandon menjawab singkat.“Tapi, kamu setuju kan jika mereka berpacaran?”“Kalau itu sudah keputusan mereka, ya, nggak papa.”“Kamu terlihat tidak setuju.” Bibir Kelly mencebik.Dengan bijaksana, Brandon menyatakan bahwa ia tidak bermaksud mendikte sahabatnya. Hanya saja keduanya adalah sahabat mereka. Jika hubungan itu tidak berhasil, bisa jadi hubungan semuanya menjadi canggung.“Kalau Ian memang tidak suka Jasmine, seharusnya sejak pertama ia tidak memberi Jasmine harapan, bukan?”Pernyataan itu disetujui Brandon.
Arsen, Reno dan Mimi saat ini telah berusia tiga tahun. Orang-orang yang belum mengenal mereka selalu berpikir bahwa hanya Arsen dan Reno yang merupakan anak kembar, sementara Mimi adalah adik bungsu mereka. Perbedaan ketiganya memang semakin terlihat.“Aku mau punya anak perempuan lagi.” Kelly berkata sambil menatap Mimi yang sedang duduk di pangkuan Brandon sambil menggambar.“Aku tidak mau. Mimi saja sudah cukup.” Dengan keras kepala, Brandon menggeleng.Masalah ini belum selesai sampai bertahun-tahun. Kelly masih menginginkan memiliki anak lagi sementara Brandon yang merasa tak tega istrinya hamil dan melahirkan menolak mentah-mentah kemauan Kelly.“Aku akan bilang Mommy Florence untuk mencuri benihmu dan memasukkan ke rahimku.” Kelly berkata ketus.“Aku akan minta Mommy Keyna diam-diam memberimu suntikan KB.” Brandon menyahut tak kalah sengit.Mereka terdiam saat Mimi tiba-tiba menatap orang tuanya bergantian.“Mimi mau bilang grandpa, mommy dan daddy berantem lagi.” Mulut mungil
Kelly dan Brandon menoleh cepat. Frederix, Sacha, Louis serta pasangan mereka berkumpul tak jauh dari tempat Kelly dan Brandon berdiri.Spontan, Kelly langsung terisak. Wanita itu berlari masuk ke dalam dekapan kakak sulungnya, Frederix. Selama beberapa saat Frederix, Sacha dan Louis juga memeluk adik bungsu mereka.Brandon membuang pandangan. Keluarga Dalton selalu saja membuatnya terharu dengan kebersamaan dan kasih sayang mereka.“Maafkan aku, ya, Kak. Mommy dan Daddy jadi pergi.” Kelly sesunggukan di dada Frederix.“Hehe. Kami pernah meninggalkan daddy sendirian. Sekarang, kami jadi tau bagimana rasanya ditinggalkan.”“Tapi, kami rela. Mommy dan daddy sudah cukup menemani kami hingga memiliki anak-anak yang mulai besar.”“Sekarang, waktunya mommy dan daddy menemani keluargamu berkembang dan bertumbuh.”Mendengar pernyataan Frederix, Sacha dan Louis, Kelly menghentikan tangisnya. Meskipun Brandon bilang, keluarga Dalton dapat kapan saja berkunjung, tetap saja Kelly tau, jadwal kaka
Kelly menatap suaminya yang terdiam memandang foto tersebut. Ia jadi ikut mengamatinya. Foto kebersamaan Kelly dan Marc remaja.Di foto, Kelly terlihat kalem, sementara Marc bergaya tengil dan menggoda Kelly.“Apa kamu seperti melihat masa depan Mimi dan Reno?” tebak Kelly.Cepat, Brandon menggeleng. “Jangan! Kamu tau aku tidak suka melihatmu ribut dengan Marc.”Senyum terukir di wajah Kelly. Ia akan memastikan putra-putrinya saling menyayangi. Meski ia tau Marc juga menyayanginya dengan versi lelaki itu sendiri.Selama berada di mansion William, Kelly mengenalkan anak-anaknya dengan lingkungan sekitar. Setiap hari mereka bermain di taman, berenang atau ke aviary. Reno terlihat yang paling menikmati kegiatan outdoor.“Mimi kepanasan, Babe. Bawa masuk saja.” Brandon tak tega melihat wajah Mimi yang putih jadi kemerahan.Hingga Arsen dan Mimi masuk bersama suster mereka, Reno masih asyik bermain bubble di taman. Brandon menemani putranya sementara Kelly menyusui Arsen dan Mimi.“Sudah m
Tentu saja Kelly tidak menolak tawaran Brandon. Apalagi, ia tidak enak jika mengandalkan Mommy Florence dan Daddy Donald mengingat Kak Dheena sebentar lagi akan melahirkan.“Beneran Uncle Rich juga mau hadir di wisudaku?” Marc memandang Brandon tak percaya.“Nggak boleh?” Brandon balas bertanya.Marc mengangguk tegas. “Boleh! Boleh banget!”Universitas tempat Marc belajar akan geger jika mereka tau seorang triyulner akan hadir untuk mendukungnya. Lelaki muda itu berteriak kesenangan dan memberitahu seluruh keluarga.“Lho, apa benar yang diucapkan Marc? Kalian mau ke negara Kelly?” Mommy Florence tergopoh datang menghampiri.Kelly jadi merasa tak enak hati karena merencanakan ini secara mendadak. Ia langsung berdiri dan merangkul mommy mertuanya.“Nggak papa kan, Mom? Nanti sebelum Kak Dheena melahirkan aku pulang.” Kelly berjanji.“Waahh... kami akan sangat kangen pada Arsen, Reno dan Mimi.” Daddy Donald jadi ikut melow.“Cuma satu minggu, Mom, Dad.” Brandon menimpali. “Semoga Kak Dhe
Brandon terduduk dan merebut benda pipih itu dari tangan Kelly. Matanya menatap tanpa berkedip pada permukaan benda. Lalu, menatap sang istri yang juga sedang memandangnya.“Garis satu? Kamu tidak hamil?”“Nggak.” Kelly menggeleng.“Huuffftt.” Brandon kembali merebahkan diri ke ranjang sambil mengembuskan napas panjang penuh kelegaan.Kelly terkekeh dan memangku wajah dengan tangannya. “Seneng banget kelihatannya aku nggak hamil lagi.”Tubuh Brandon menyamping menghadap sang istri. Tangannya mengusap sayang wajah Kelly.“Bukan begitu. Aku akan senang kamu hamil lagi. Masalahnya, si kembar tiga masih bayi. Kondisi kamu pasca melahirkan juga belum stabil.”“Aku sudah baik-baik saja, kok. Cuma pura-pura nggak stabil.” Kelly tergelak.“Jahat!”“Hahahaha!” Kelly kembali tergelak dan sibuk menghindari tangan Brandon yang mengelitiki pinggangnya. “Sudah, Brad! Ampun!”Brandon memang berhenti. Ia menindih tubuh Kelly dan menatap wajah cantik di bawahnya. Tiba-tiba, dahi Brandon berkerut.“Kena
“Ini ruangan untukmu.” Kelly tersenyum pada sang suami. Tangannya menghapus cepat air mata yang jatuh ke pipi.Kelly merapatkan tubuh pada Brandon yang berdiri kaku di tengah ruangan. Sadar, suaminya masih tercengang mendapati kejutan darinya, Kelly menangkup wajah tampan Brandon.“Terima kasih untuk kesabaranmu selama ini. Aku tau kamu masih berjuang untuk berada di antara keramaian keluargaku. Di mansion ini, bahkan kamar kita bukan lagi tempat privatemu.”Setelah melahirkan dan kembali ke mansion, Kelly menyadari bahwa mansion Brandon tidak pernah sepi. Keluarganya selalu datang berbondong-bondong, bahkan menginap.“Aku tidak keberatan, Babe.” Brandon berkata pelan.“Aku tau.” Kelly menatap mata Brandon dalam-dalam. “Tapi, aku mau menjadi istri pengertian yang paham kalau sesekali, suaminya butuh kesunyian.”Brandon mengangkat kedua alisnya sedikit. Ia kembali mengamati sekitar. Berusaha mencerna bagaimana ruangan ini bisa ada.“Aku belajar dari ahlinya.” Kelly berkata seolah menja
Brandon tidak langsung menjawab. Ia tau pasti ada seseorang yang memposting keberadaannya di supermarket barusan.“Belanja.” Brandon menjawab singkat.“Kamu tau? Aku sedang sibuk memblokir berita tentang si kembar tiga. Sekarang aku harus menghapus lagi foto-fotomu di supermarket.” Ian terdengar mengeluh.“Ya sudah. Tidak perlu dihapus. Biarkan saja.”Hening sejenak. Brandon tau sahabatnya pasti sedang mengerutkan kening karena bingung dengan pernyataannya barusan.“Yakin?”“Apa ada yang aneh dengan foto-foto itu?”“Tidak juga.”“Foto-foto si kembar?”“Buram. Tapi terlihat wajah.”“Tidak perlu juga kamu take down. Minggu depan, Granny Eliza juga akan mengumumkan kelahiran kembar tiga ke media kok.”Brandon menutup komunikasi setelah Ian mengerti. Ia merasa sudah tidak penting lagi mengurusi media sosial. Sudah saatnya ia pasrah jika oang-orang penasaran pada keluarganya.“Kenapa, Brad? Kelly bertanya saat naik ke ranjang.“Ian lapor ada yang posting foto-foto kita barusan juga foto-fo
"Kenapa kamu ngadu-ngadu pada Daddy kalau aku sering kesal padamu?" Kelly memberengut pada Brandon."Aku hanya minta nasehat, Babe." Brandon menjawab lemah. Ada sedikit rasa penyesalan sekarang. "Please, jangan marah. Maafkan aku."Kelly menghela napas panjang. Kalau Brandon sampai minta nasehat pada Daddy, itu memang artinya ia cukup frustasi pada sikapnya.Kepala Kelly akhirnya mengangguk. Ia berbalik badan untuk pergi dari kamar, namun Brandon memegang lengannya."Babe." Tanpa banyak bicara, Brandon memeluk erat istrinya.Hanya sejenak, karena Kelly mendorong dada suaminya dengan kencang. "Dadaku sakit kamu peluk begitu.""Maaf." Sekali lagi, Brandon memohon."Aku mau ke ruang bayi." Kelly berucap datar."Tapi kamu baru dari sana, Babe.""Memang kenapa?""Aku... aku juga butuh kamu."Kelly mendengus pelan. "Sudah kubilang aku sedang tidak ingin ada di dekatmu."Brandon memejamkan mata sejenak lalu berkata, " Tolong katakan apa salahku.""Aku sudah bilang ini bukan salahmu. Aku hany
Demi melihat istrinya senang, Brandon mulai belajar menggendong bayi. Perawat memberi Brandon bayi Arsen yang terlihat paling tenang. Meski begitu, Brandon hanya memegangnya selama tiga detik.“Sudah, Sust. Tanganku mulai gemetaran.”Kelly yang sedang menggendong Reno menggeleng samar. Meski begitu, paling tidak, Brandon mencoba. Reno telah tidur di dekapan Kelly.“Sayang, pangku Reno sebentar.” Kelly meletakkan bantal besar di pangkuan Brandon dan membaringkan Reno di atas bantal tersebut. “Aku mau pipis dan ganti pembalut.”Dengan kaku, Brandon duduk menatap putranya. Ia sama sekali tidak berani bergerak karena takut membangunkan Reno. Tapi, jarinya perlahan mengelus pipir Reno.Brandon tersenyum merasakan betapa halus kulit bayinya. Lama-kelamaan, Brandon mengelus rambut halus Reno, jari-jari tangan dan kaki.“Hatchii!” Tiba-tiba, Brandon bersin. Detik berikutnya, Reno tersentak dan menjerit.“Babe!” teriak Brandon kalut. “Babe, Reno bangun!"“Sebentar, sayang. Aku belum selesai.”