“Surprised!”Ian tersentak di depan pintu. Lelaki yang mengenakan piyama dengan rambut acak-acakan khas bangun tidur itu mengucek kedua matanya. Apa ia bermimpi aneh?“Tidak, kamu tidak sedang berkhayal.” Jasmine dengan wajah sumringah menegaskan.“A – Apa yang kamu lakukan, Jasmine?” Ian bertanya, masih dengan ekspresi terkejut.Jasmine mengabaikan pertanyaan Ian dan malah balik bertanya, “Apa aku boleh masuk? Di sini cukup dingin.” Jasmine merapatkan mantelnya.“Oh ya. Silahkan.” Akhirnya, Ian melebarkan pintu dan membiarkan Jasmine masuk ke dalam rumahnya.Jasmine masuk sambil menggeret kopernya. Ian bahkan baru sadar, wanita itu membawa koper.“Kamu dari mana, sih?” Ian bertanya dengan bingung, lalu menutup pintu.Dengan wajah ceria, Jasmine berteriak, “Happy birthday, Ian.”Setelahnya, sebuah paperbag mewah terjulur ke depan Ian. Lelaki di depan Jasmine lantas terkekeh. Ia menerima hadiah tersebut dan mencium kedua pipi Jasmine.“Terima kasih. Ini benar-benar kejutan.”Wajah Jas
Esok harinya, dalam perjalanan menuju rumah sakit, Kelly dan Brandon membahas hubungan Ian dan Jasmine. Kelly tidak menduga ternyata keduanya serius.“Jika Ian mengenalkan Jasmine pada keluarganya, berarti Ian sudah nyaman dengan sahabatku itu, kan?”Brandon tidak langsung menjawab. Bukan kebiasaan Ian mengenalkan wanita pada keluarganya. Bahkan Brandon yang sudah bertahun-tahun bersahabat dengan Ian saja jarang bertemu keluarga Ian.“Kita tunggu saja kabar selanjutnya.” Brandon menjawab singkat.“Tapi, kamu setuju kan jika mereka berpacaran?”“Kalau itu sudah keputusan mereka, ya, nggak papa.”“Kamu terlihat tidak setuju.” Bibir Kelly mencebik.Dengan bijaksana, Brandon menyatakan bahwa ia tidak bermaksud mendikte sahabatnya. Hanya saja keduanya adalah sahabat mereka. Jika hubungan itu tidak berhasil, bisa jadi hubungan semuanya menjadi canggung.“Kalau Ian memang tidak suka Jasmine, seharusnya sejak pertama ia tidak memberi Jasmine harapan, bukan?”Pernyataan itu disetujui Brandon.
“Ini semua gara-gara Ian!” desis Kelly murka pada suaminya.“Kok Ian? Jasmine juga salah.” Brandon tak terima dengan pernyataan sang istri.“Sudah kubilang, kalau tidak suka, dari awal tidak perlu berbaik-baik dengan Jasmine.”“Babe!” Brandon berkata tegas. “Kamu tau Ian. Dia memang lelaki yang ramah dan baik hati pada siapa saja. Jasmine-nya saja yang kegeeran.”Sahut-sahutan pasangan itu berlanjut. Semua berawal dari kedatangan Jasmine yang menangis sesunggukan dan mengadu pada Kelly. Jasmine bilang, Ian menolaknya menjadi kekasihnya.Ian berkata, ia memang menyukai Jasmine, namun hanya sebatas teman. Tentu saja Kelly sangat kesal. Mana ada status teman tetapi berbagi kehangatan ranjang.Apalagi melihat Jasmine yang sangat rapuh. Ia tidak pernah melihat sahabatnya terisak sedih dan patah hati.“Kamu juga seharusnya menasehati Ian.” Kelly pun kini menyalahkan Brandon.“Ian bilang mereka hanya berteman, Babe. Aku juga sudah mengatakan padamu, Jasmine bukan tipe Ian. Tidak mungkin saha
“Wow kereenn!” Edzard dan Jasmine berseru berbarengan.Kelly memberikan room tour di dalam kapal. Lalu, memperkenalkan kapten dan staff kapal yang akan mendampingi mereka. Setelah semua siap, kapal segera berlayar.Ketiga sahabat tiduran di dek atas menikmati sinar matahari pagi. Kelly yang berbaring di antara Edzrad dan Jasmine mengambil foto mereka bertiga. Berbagai gaya berhasil diabadikan dengan manis.“Aku tidak menyesal ikut.” Edzard menggumam sambil menutup mata. “Ternyata healing sesaat, nikmat juga.”“Kamu terlalu bekerja keras, Ed.” Kelly memprotes sahabatnya.“Tidak juga. Aku memang ingin cepat lulus. Targetku menjadi profesor termuda di dunia kedokteran.”“Aku malah pengen cuti dulu.” Tiba-tiba, Jasmine menimpali.Serentak, kepala Kelly dan Edzard menoleh pada Jasmine. Wanita itu mengenakan kacamata hitam, namun matanya yang menatap langit biru masih dapat terlihat dari sisi kacamata.“Cuti? Kenapa?” Edzard bertanya bingung.“Akhir-akhir ini aku tidak fokus. Rasanya semua
“Babe.” Brandon menyapa Kelly melalui layar ponsel.“Hai.” Kelly terlihat memicingkan mata. “Kenapa kamu tidak pakai baju?”“Aku mau tidur, Babe.”“Iya, tau. Kenapa telanjang begitu?”Tanpa menjawab, Brandon malah mengarahkan kamera ke dalam selimutnya. Ia tergelak geli mendengar istrinya menggerutu sambil memberengut.“Apa-apaan, sih? Kamu nggak nyembunyiin perempuan di situ, ‘kan?”“Astaga, Babe! Aku nggak nafsu sama perempuan lain. Maunya sama kamu aja.”“Gombal!”Kekehan kecil kembali terdengar. Sehabis pulang kantor dengan pekerjaan yang padat, Brandon mengaku malas mengganti pakaian. Ia langsung melepas semua pakaian dan naik ke ranjang.“Dan tentu saja aku merindukanmu.”“Beneran nggak ada siapa-siapa di dalam kamar?”Kali ini, Brandon mengarahkan kamera ke seluruh kamar. Bahkan ke sisi tempat tidur yang biasa ditempati Kelly. Sisi itu masih rapi.“Masa kamu tidak percaya, sih?” Brandon menggeleng kesal.“Well. Aku hanya ingat ucapanmu bahwa hidup di negara bebas, biasa saja me
Kalau saja bukan karena ia mengumpulkan para direktur dan mengadakan meeting besar, Brandon pasti sudah pulang saat ini juga. Ia mengeluh pada Ian tentang kejadian semalam. Sahabatnya itu dengan cekatan langsung membantu membereskan masalah di mansion.Padahal, setelah rapat ia juga sudah berjanji untuk bertemu beberapa teman dekat di klub. Tetapi, saat ini, ia harus lebih mementingkan Kelly. Istrinya itu pasti sedang merajuk sekarang.“Aku pulang sekarang, ya. Maaf, jadi tidak sempat pergi ke klub. Titip salam saja pada teman-teman di sana.” Tepat sehabis rapat, Brandon langsung membereskan barang-barangnya.“Aku mengerti. Akan kusampaikan salam darimu pada teman-teman kita.”Brandon mengangguk serta mengucapkan terima kasih. Ia menitipkan banyak pesan pada sang sahabat. Terutama penyangkut pekerjaan dan tempat tinggalnya yang telah berbulan-bulan ia tinggalkan.“Kamu tidak bermaksud menetap di negara Kelly, ‘kan?”“Kamu sudah sering menanyakan hal yang sama, Ian. Apa ingatanmu mulai
Baru kali ini rasanya Brandon merasakan ketenangan di mansion William. Tentu saja, penghuninya masih sibuk di rumah sakit. Bahkan pagi ini, Brandon dan Kelly hanya sarapan berdua.“Daddy sudah boleh pulang akhir minggu ini.” Kelly membacakan pesan di ponselnya.“Syukurlah. Artinya, kesehatannya membaik.”Kepala Kelly mengangguk. Ia tau semua anggota keluarga senang, tetapi dirinya merasa yang paling terharu mendapat berita ini. Selain karena turut andil dalam pengobatan, Kelly juga sangat ingin sang daddy hidup lebih lama.“Tolong sampaikan ucapan terima kasih pada Mommy Florence dan Daddy Donald. Karena penemuan mereka, pengobatan Daddy William berlangsung lancar.” Kelly berkata pada sang suami.“Kenapa tidak telepon sendiri? Kamu punya nomer Mommy Florence dan Daddy Donald, kan?”“Kamu saja dulu. Aku sedang makan.”Sebenarnya itu alasan Kelly saja. Bahkan saat ini pun Brandon sedang makan, dan lelaki itu tampak mengangkat alis mendengar alasan Kelly. Namun Kelly bersikeras karena ia
Malam ini, Kelly tidak dapat tidur. Ia menghadapi dilema. Sebenarnya, ia lebih betah berada di negaranya sendiri, bersama keluarganya.Tapi, ia sudah menikah sekarang. Bukankah wajib bagi seorang istri untuk mendampingi suaminya? Apalagi, Brandon sudah banyak berkorban meninggalkan pekerjaannya berbulan-bulan.Tangannya mengelus lengan Brandon yang memeluknya dari belakang. Kalau Jasmine tidak sedang sedih, ia bisa curhat pada sahabatnya tersebut. Yang jelas, ia tidak bisa curhat dengan keluarga karena mereka akan khawatir.Lalu, ia mendapat akal. Kelly mengetik pesan dan langsung mengirimkannya. Setelah itu, tanpa menunggu balasan, ia mengeratkan pelukan Brandon dan ikut tidur.“Babe.” Brandon menatap istrinya yang pagi ini sedang sarapan bersamanya.“Ya?” Kelly balas menatap sang suamin.“Aku mau dong dibuatkan desain pakaian atau aksesoris.”Cepat, Kelly menggeleng. “Jangan. Kamu juga terbiasa dengan barang-barang branded. Masa memakai desainku yang belum ada apa-apanya.”“Tapi, ak
Arsen, Reno dan Mimi saat ini telah berusia tiga tahun. Orang-orang yang belum mengenal mereka selalu berpikir bahwa hanya Arsen dan Reno yang merupakan anak kembar, sementara Mimi adalah adik bungsu mereka. Perbedaan ketiganya memang semakin terlihat.“Aku mau punya anak perempuan lagi.” Kelly berkata sambil menatap Mimi yang sedang duduk di pangkuan Brandon sambil menggambar.“Aku tidak mau. Mimi saja sudah cukup.” Dengan keras kepala, Brandon menggeleng.Masalah ini belum selesai sampai bertahun-tahun. Kelly masih menginginkan memiliki anak lagi sementara Brandon yang merasa tak tega istrinya hamil dan melahirkan menolak mentah-mentah kemauan Kelly.“Aku akan bilang Mommy Florence untuk mencuri benihmu dan memasukkan ke rahimku.” Kelly berkata ketus.“Aku akan minta Mommy Keyna diam-diam memberimu suntikan KB.” Brandon menyahut tak kalah sengit.Mereka terdiam saat Mimi tiba-tiba menatap orang tuanya bergantian.“Mimi mau bilang grandpa, mommy dan daddy berantem lagi.” Mulut mungil
Kelly dan Brandon menoleh cepat. Frederix, Sacha, Louis serta pasangan mereka berkumpul tak jauh dari tempat Kelly dan Brandon berdiri.Spontan, Kelly langsung terisak. Wanita itu berlari masuk ke dalam dekapan kakak sulungnya, Frederix. Selama beberapa saat Frederix, Sacha dan Louis juga memeluk adik bungsu mereka.Brandon membuang pandangan. Keluarga Dalton selalu saja membuatnya terharu dengan kebersamaan dan kasih sayang mereka.“Maafkan aku, ya, Kak. Mommy dan Daddy jadi pergi.” Kelly sesunggukan di dada Frederix.“Hehe. Kami pernah meninggalkan daddy sendirian. Sekarang, kami jadi tau bagimana rasanya ditinggalkan.”“Tapi, kami rela. Mommy dan daddy sudah cukup menemani kami hingga memiliki anak-anak yang mulai besar.”“Sekarang, waktunya mommy dan daddy menemani keluargamu berkembang dan bertumbuh.”Mendengar pernyataan Frederix, Sacha dan Louis, Kelly menghentikan tangisnya. Meskipun Brandon bilang, keluarga Dalton dapat kapan saja berkunjung, tetap saja Kelly tau, jadwal kaka
Kelly menatap suaminya yang terdiam memandang foto tersebut. Ia jadi ikut mengamatinya. Foto kebersamaan Kelly dan Marc remaja.Di foto, Kelly terlihat kalem, sementara Marc bergaya tengil dan menggoda Kelly.“Apa kamu seperti melihat masa depan Mimi dan Reno?” tebak Kelly.Cepat, Brandon menggeleng. “Jangan! Kamu tau aku tidak suka melihatmu ribut dengan Marc.”Senyum terukir di wajah Kelly. Ia akan memastikan putra-putrinya saling menyayangi. Meski ia tau Marc juga menyayanginya dengan versi lelaki itu sendiri.Selama berada di mansion William, Kelly mengenalkan anak-anaknya dengan lingkungan sekitar. Setiap hari mereka bermain di taman, berenang atau ke aviary. Reno terlihat yang paling menikmati kegiatan outdoor.“Mimi kepanasan, Babe. Bawa masuk saja.” Brandon tak tega melihat wajah Mimi yang putih jadi kemerahan.Hingga Arsen dan Mimi masuk bersama suster mereka, Reno masih asyik bermain bubble di taman. Brandon menemani putranya sementara Kelly menyusui Arsen dan Mimi.“Sudah m
Tentu saja Kelly tidak menolak tawaran Brandon. Apalagi, ia tidak enak jika mengandalkan Mommy Florence dan Daddy Donald mengingat Kak Dheena sebentar lagi akan melahirkan.“Beneran Uncle Rich juga mau hadir di wisudaku?” Marc memandang Brandon tak percaya.“Nggak boleh?” Brandon balas bertanya.Marc mengangguk tegas. “Boleh! Boleh banget!”Universitas tempat Marc belajar akan geger jika mereka tau seorang triyulner akan hadir untuk mendukungnya. Lelaki muda itu berteriak kesenangan dan memberitahu seluruh keluarga.“Lho, apa benar yang diucapkan Marc? Kalian mau ke negara Kelly?” Mommy Florence tergopoh datang menghampiri.Kelly jadi merasa tak enak hati karena merencanakan ini secara mendadak. Ia langsung berdiri dan merangkul mommy mertuanya.“Nggak papa kan, Mom? Nanti sebelum Kak Dheena melahirkan aku pulang.” Kelly berjanji.“Waahh... kami akan sangat kangen pada Arsen, Reno dan Mimi.” Daddy Donald jadi ikut melow.“Cuma satu minggu, Mom, Dad.” Brandon menimpali. “Semoga Kak Dhe
Brandon terduduk dan merebut benda pipih itu dari tangan Kelly. Matanya menatap tanpa berkedip pada permukaan benda. Lalu, menatap sang istri yang juga sedang memandangnya.“Garis satu? Kamu tidak hamil?”“Nggak.” Kelly menggeleng.“Huuffftt.” Brandon kembali merebahkan diri ke ranjang sambil mengembuskan napas panjang penuh kelegaan.Kelly terkekeh dan memangku wajah dengan tangannya. “Seneng banget kelihatannya aku nggak hamil lagi.”Tubuh Brandon menyamping menghadap sang istri. Tangannya mengusap sayang wajah Kelly.“Bukan begitu. Aku akan senang kamu hamil lagi. Masalahnya, si kembar tiga masih bayi. Kondisi kamu pasca melahirkan juga belum stabil.”“Aku sudah baik-baik saja, kok. Cuma pura-pura nggak stabil.” Kelly tergelak.“Jahat!”“Hahahaha!” Kelly kembali tergelak dan sibuk menghindari tangan Brandon yang mengelitiki pinggangnya. “Sudah, Brad! Ampun!”Brandon memang berhenti. Ia menindih tubuh Kelly dan menatap wajah cantik di bawahnya. Tiba-tiba, dahi Brandon berkerut.“Kena
“Ini ruangan untukmu.” Kelly tersenyum pada sang suami. Tangannya menghapus cepat air mata yang jatuh ke pipi.Kelly merapatkan tubuh pada Brandon yang berdiri kaku di tengah ruangan. Sadar, suaminya masih tercengang mendapati kejutan darinya, Kelly menangkup wajah tampan Brandon.“Terima kasih untuk kesabaranmu selama ini. Aku tau kamu masih berjuang untuk berada di antara keramaian keluargaku. Di mansion ini, bahkan kamar kita bukan lagi tempat privatemu.”Setelah melahirkan dan kembali ke mansion, Kelly menyadari bahwa mansion Brandon tidak pernah sepi. Keluarganya selalu datang berbondong-bondong, bahkan menginap.“Aku tidak keberatan, Babe.” Brandon berkata pelan.“Aku tau.” Kelly menatap mata Brandon dalam-dalam. “Tapi, aku mau menjadi istri pengertian yang paham kalau sesekali, suaminya butuh kesunyian.”Brandon mengangkat kedua alisnya sedikit. Ia kembali mengamati sekitar. Berusaha mencerna bagaimana ruangan ini bisa ada.“Aku belajar dari ahlinya.” Kelly berkata seolah menja
Brandon tidak langsung menjawab. Ia tau pasti ada seseorang yang memposting keberadaannya di supermarket barusan.“Belanja.” Brandon menjawab singkat.“Kamu tau? Aku sedang sibuk memblokir berita tentang si kembar tiga. Sekarang aku harus menghapus lagi foto-fotomu di supermarket.” Ian terdengar mengeluh.“Ya sudah. Tidak perlu dihapus. Biarkan saja.”Hening sejenak. Brandon tau sahabatnya pasti sedang mengerutkan kening karena bingung dengan pernyataannya barusan.“Yakin?”“Apa ada yang aneh dengan foto-foto itu?”“Tidak juga.”“Foto-foto si kembar?”“Buram. Tapi terlihat wajah.”“Tidak perlu juga kamu take down. Minggu depan, Granny Eliza juga akan mengumumkan kelahiran kembar tiga ke media kok.”Brandon menutup komunikasi setelah Ian mengerti. Ia merasa sudah tidak penting lagi mengurusi media sosial. Sudah saatnya ia pasrah jika oang-orang penasaran pada keluarganya.“Kenapa, Brad? Kelly bertanya saat naik ke ranjang.“Ian lapor ada yang posting foto-foto kita barusan juga foto-fo
"Kenapa kamu ngadu-ngadu pada Daddy kalau aku sering kesal padamu?" Kelly memberengut pada Brandon."Aku hanya minta nasehat, Babe." Brandon menjawab lemah. Ada sedikit rasa penyesalan sekarang. "Please, jangan marah. Maafkan aku."Kelly menghela napas panjang. Kalau Brandon sampai minta nasehat pada Daddy, itu memang artinya ia cukup frustasi pada sikapnya.Kepala Kelly akhirnya mengangguk. Ia berbalik badan untuk pergi dari kamar, namun Brandon memegang lengannya."Babe." Tanpa banyak bicara, Brandon memeluk erat istrinya.Hanya sejenak, karena Kelly mendorong dada suaminya dengan kencang. "Dadaku sakit kamu peluk begitu.""Maaf." Sekali lagi, Brandon memohon."Aku mau ke ruang bayi." Kelly berucap datar."Tapi kamu baru dari sana, Babe.""Memang kenapa?""Aku... aku juga butuh kamu."Kelly mendengus pelan. "Sudah kubilang aku sedang tidak ingin ada di dekatmu."Brandon memejamkan mata sejenak lalu berkata, " Tolong katakan apa salahku.""Aku sudah bilang ini bukan salahmu. Aku hany
Demi melihat istrinya senang, Brandon mulai belajar menggendong bayi. Perawat memberi Brandon bayi Arsen yang terlihat paling tenang. Meski begitu, Brandon hanya memegangnya selama tiga detik.“Sudah, Sust. Tanganku mulai gemetaran.”Kelly yang sedang menggendong Reno menggeleng samar. Meski begitu, paling tidak, Brandon mencoba. Reno telah tidur di dekapan Kelly.“Sayang, pangku Reno sebentar.” Kelly meletakkan bantal besar di pangkuan Brandon dan membaringkan Reno di atas bantal tersebut. “Aku mau pipis dan ganti pembalut.”Dengan kaku, Brandon duduk menatap putranya. Ia sama sekali tidak berani bergerak karena takut membangunkan Reno. Tapi, jarinya perlahan mengelus pipir Reno.Brandon tersenyum merasakan betapa halus kulit bayinya. Lama-kelamaan, Brandon mengelus rambut halus Reno, jari-jari tangan dan kaki.“Hatchii!” Tiba-tiba, Brandon bersin. Detik berikutnya, Reno tersentak dan menjerit.“Babe!” teriak Brandon kalut. “Babe, Reno bangun!"“Sebentar, sayang. Aku belum selesai.”