Serena sampai di kantor lima menit sebelum terlambat dan segera menuju ke ruangannya. Saat dia masuk, dia melihat Randy, atasan langsungnya, bersama dua orang wanita yang tidak dikenal. Serena meminta maaf karena baru datang, tapi Randy tidak mempermasalahkan itu."Tidak apa-apa, Serena. Saya ingin memperkenalkan dua rekan kerja baru kita," kata Randy sambil menunjuk ke dua wanita itu.Serena tersenyum dan mengucapkan selamat pagi kepada Randy dan dua wanita itu. Randy kemudian memperkenalkan mereka sebagai Melodi dan Sofia, dua rekan kerja baru yang akan menggantikan dua rekan yang dipecat sebelumnya.Serena merasa sedikit penasaran dengan kedatangan dua rekan kerja baru ini, tapi dia juga merasa senang karena bisa bekerja sama dengan orang-orang baru. Dia juga merasa sedikit lega karena Melodi adalah orang yang sudah dikenalnya sebelumnya, karena Melodi berasal dari devisi lain di perusahaan yang sama."Selamat datang, Melodi dan Sofia," kata Serena sambil tersenyum. "Saya senang bi
Di ruangan meeting yang dipenuhi dengan desas-desus bisnis dan klik-klik laptop, Kendrick duduk dengan postur yang tegap, matanya tertuju pada Serena yang sedang berdiri di depan ruangan. Serena, dengan penuh percaya diri, menguraikan poin-poin penting dalam presentasinya, gerakan tangannya yang lincah menambah bobot pada setiap kata yang diucapkannya.Sementara itu, Evan, yang duduk di sisi lain meja, juga tampak terpaku pada Serena. Mata Evan bergerak mengikuti setiap gerakan Serena, seolah-olah tak ingin melewatkan satupun detail dari apa yang disampaikan. Kedua pria tersebut, meski berbeda posisi, memiliki intensitas perhatian yang sama terhadap sosok wanita yang berbicara di hadapan mereka.Kendrick memperhatikan pandangan Evan terhadap Serena, dan dia merasa sedikit tidak nyaman. Dia mencoba untuk fokus kembali pada presentasi Serena, tapi dia tidak bisa tidak memperhatikan pandangan Evan yang terus-menerus terarah pada SerenaKendrick sesekali mengernyitkan dahi, mencatat beber
Serena yang baru datang mendekat ke arah ibunya, Lydia. Lydia terlihat senang dengan kedatangan Serena, dan wajahnya langsung bersinar dengan senyum."Serena, sayang! Ibu baru saja berbicara dengan Nak Kendrick," kata Lydia dengan nada yang bersemangat. "Dia bilang operasi akan dilakukan lusa!"Serena pun ikut senang mendengarnya, dan wajahnya langsung tersenyum. "Benar, Bu? Lusa sudah bisa dilakukan?" tanya Serena dengan nada yang penuh harapan.Lydia mengangguk, dan matahari yang masuk melalui jendela membuat wajahnya terlihat lebih cerah. "Benar, sayang. Nak Kendrick sudah mengatur semuanya. Ibu merasa lega sekali," kata Lydia dengan nada yang penuh rasa syukur.Serena pun merasa lega dan bahagia mendengar kabar tersebut. Dia memeluk ibunya dengan erat, dan keduanya saling menatap dengan mata yang penuh harapan dan kebahagiaan.Interaksi antara Serena dan ibunya, Lydia, tak luput dari perhatian Kendrick. Dia memperhatikan bagaimana keduanya saling memeluk dan menatap dengan mata ya
Serena terkejut ketika Evan berdiri tak jauh darinya, dengan mata yang penasaran. "Kenapa kamu ada di basement?" tanya Evan dengan nada yang santai.Serena tampak bingung harus menjawab apa, karena dia baru saja keluar dari mobil Kendrick dan berharap Evan tidak melihatnya. Dia tidak ingin Evan mengetahui tentang hubungannya dengan Kendrick, atau setidaknya tidak ingin Evan mengetahui tentang perjalanan mereka ke rumah sakit."Aku... aku hanya ingin mencari sesuatu," jawab Serena dengan nada yang tidak yakin.Evan mengangkat alisnya, penasaran dengan jawaban Serena. "Mencari sesuatu? Di basement?" tanya Evan dengan nada yang skeptis.Serena merasa semakin bingung dan tidak tahu apa yang harus dikatakan. Dia berharap Evan tidak akan terus bertanya, tapi Evan tampaknya tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan jawaban yang memuaskan.“Aku mencari Pak Kendrick, aku dengar dia akan kembali dan pergi lagi dan aku harus ke basement memberikan dokumen,” jelas Serena yang menoleh ke kanan ki
Evan tiba-tiba masuk ke ruangan Kendrick, disana masih ada Serena dan juga Julian. Kendrick pun bertanya dengan nada yang sedikit kesal, "Kenapa setiap kali aku bertemu dengan Serena, kamu selalu muncul, Evan?"Kendrick kesal dengan ekspresi yang Evan tunjukan dia pun kembali bertanya, "Apa kamu menghafal semua jadwal Serena? Kamu selalu muncul di waktu yang tepat, seolah-olah kamu tahu persis kapan Serena akan bertemu dengan aku."“Apa itu masalah untuk Kakak?” tanya Evan dengan senyum yang penuh arti. Serena yang berada di antara Kendrick dan Evan pun tampak bingung. Dan akhirnya dia memilih berpamitan untuk pergi dari ruangan Kendrick. Serena keluar dari ruangan Kendrick setelah berpamitan kepada Kendrick dan Evan. Dia berjalan ke arah lift dengan langkah yang santai, berharap bisa menghilangkan kesan yang tidak enak setelah pertemuan dengan Evan di ruangan Kendrick.Tapi sebelum lift itu menutup, Evan lebih dulu masuk dan berdiri di samping Serena. Mereka berdua berada di dalam
Serena berada di ruangan Kendrick, melanjutkan pekerjaannya menggunakan laptop yang Kendrick berikan. Mereka duduk berhadapan, fokus pada pekerjaan masing-masing. Serena mengetik dengan cepat di laptop yang Kendrick berikan, sementara Kendrick fokus menelaah grafik di layarnya. Meskipun ruangan itu sunyi, hanya diselingi suara ketukan keyboard, Kendrick sesekali tetap memperhatikan Serena, menangkap sekilas wajah cantiknya.Serena tidak menyadari bahwa Kendrick sedang memperhatikannya, dia terlalu fokus pada pekerjaannya. Kendrick pun tidak ingin mengganggu Serena, jadi dia hanya sesekali memandangnya.Mereka tidak mengetahui bahwa Evan sekarang sedang mencari Serena, tidak tahu bahwa Evan sudah mencari Serena di ruangannya dan tidak menemukannya. Evan masih terus mencari Serena, tanpa tahu bahwa Serena sekarang berada di ruangan Kendrick.Kendrick memperhatikan kerutan di dahi Serena yang tampak bingung melihat layar komputer di depannya. “Apa kamu mengalami kesulitan?" tanya Kendric
Melodi dan Sofia masih menatap punggung Kendrick yang pergi bersama Serena, mereka tidak bisa berkedip melihat adegan yang terjadi di depan mereka. Mereka bisa melihat saat Kendrick membukakan pintu mobil untuk Serena, dan bagaimana dia membantu Serena masuk ke dalam mobil.Mereka berdua saling memandang, terlihat terkejut dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Kendrick yang biasanya terlihat keras dan tegas, sekarang terlihat begitu lembut dan perhatian terhadap Serena.“Kalian segeralah pulang, dan tutup mulut kalian rapat-rapat jika ingin hidup kalian tenang.”Julian memberi peringatan lalu dia pun segera pergi dari sana meninggalkan Melodi dan Sofia dengan pikiran masing-masing. Kendrick melajukan mobilnya, dia tampak diam membuat Serena berpikir jika dia marah karena ada yang mengetahui hubungan mereka. Serena pun meminta maaf kepada Kendrick, “Tuan maafkan mereka, saya berjanji jika mereka tidak akan membuka mulut tentang apa yang mereka lihat tadi.”"Aku tidak marah k
“Pagi semua,” sapa Serena saat masuk ke ruangannyaWajah Melodi dan Sofia tampak tegang. Mereka berdua masih mengingat jelas kejadian kemarin, ketika mereka melihat Serena bersama dengan Kendrick yang tampak mesra. Mereka tidak bisa tidak memikirkan tentang apa yang mereka lihat, dan bagaimana Kendrick bersikap begitu dekat dengan Serena.Melodi dan Sofia saling memandang, kemudian memandang Serena yang baru saja masuk. “Selamat pa-pagi Nona Serena,” ucap Melodi terbata. “Kalian kenapa seperti itu?” Serena bertanya dengan nada yang penasaran, "Kenapa sikap kalian berbeda? Apa yang terjadi?"Melodi dan Sofia saling memandang, kemudian Melodi menjawab, "Bagaimana kita bisa bersikap biasa saja setelah mengetahui hubunganmu dengan Pak Kendrick? Kita tidak bisa tidak memikirkan tentang apa yang kita lihat kemarin."Sofia melanjutkan, "Kak Serena bisa membuat Pak Kendrick tidak jadi memecat kami, maka akan lebih mudah bagi Kakak untuk memecat, kami takut dan khawatir membuat kesalahan."S
Mentari pagi menerobos masuk melalui celah gorden, membekukan lembut wajah Serena. Ia mengerjap, merasakan kehangatan di sekitarnya. Kendrick. Pria itu sudah bangun, menatap dengan senyum teduh yang selalu berhasil menghangatkan hatinya."Selamat pagi, sayang," bisik Kendrick, mengecup bibir Serena singkat namun penuh kasih. Serena membalas senyumannya."Pagi, Ken. Mandi sana, nanti telat ke kantor." Kendrick menggeleng, senyumnya semakin lebar."Tidak ada kantor hari ini untukku." Serena sedikit mengerutkan keningnya. “Maksudmu?”"Aku ingin menghabiskan hari ini bersamamu." "Tidak bisa, Ken. Aku juga harus ke kantor." Raut kekhawatiran langsung tergambar di wajah Kendrick."Kamu yakin Sayang?” Serena mengangguk, dia lalu berkata. “Aku ingin kembali bekerja. Aku tidak bisa terus menerus berdiam diri di rumah,bukan?” Suaranya lirih, namun terdapat ketegasan di dalamnya.Kendrick menatap Serena dengan lembut dan penuh pengertian. Mungkin benar, kembali ke rutinitas seperti biasa akan me
"Aku senang kalau kamu sudah mulai tersenyum lagi," kata Kendrick akhirnya, suaranya lebih lembut dari biasanya, seperti mendengarkan alunan lagu yang merdu.Serena terdiam, merenungkan kata-kata Kendrick. Ia menyadari perubahan dalam dirinya sendiri. Rasanya seperti menemukan secercah cahaya di ujung lorong gelap yang tak berujung.Namun, meskipun ada perubahan positif, ia masih tidak yakin dengan apa yang sebenarnya ia rasakan. Apakah ini hanya ilusi dari rasa rindu akan kebahagiaan yang sudah lama menghilang, ataukah ada sesuatu yang nyata?Kendrick tidak berbicara untuk beberapa saat, hanya menemani Serena dalam diam. Serena menghela nafas pelan, menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, mencoba meredakan pikirannya yang terus berputar."Aku ingin kamu tetap disisiku, Sayang," kata Kendrick tiba-tiba, membuay suasana tenang yang sebelumnya ada di antara mereka. Serena langsung menegang. Ia menoleh menatap Kendrick, tetapi pria itu tetap menatap lurus ke depan, seolah-olah sedang b
Pagi itu, Kendrick memutuskan untuk Angin sejuk menerpa wajahnya. Dia memperhatikan sekeliling—anak-anak bermain di kejauhan, pasangan muda berjalan bergandengan tangan, dan beberapa orang tua duduk menikmati sore dengan segelas kopi. Semua orang tampak... menjalani hidup.Serena menggenggam lengan bajunya sendiri, merasa terasing di antara mereka. Kendrick berdiri di sampingnya, diam, memberi Serena waktu untuk menyesuaikan diri dengan dunia luar yang terasa asing."Ayo duduk," katanya akhirnya, menunjuk bangku kayu di bawah pohon rindang. Serena menurut, meskipun hatinya masih berat. Mereka duduk berdampingan dalam keheningan, hanya suara burung dan tawa anak-anak yang terdengar."Kamu tahu," Kendrick akhirnya membuka suara, "Aku dulu benci tempat kayak gini." Serena menoleh, keningnya berkerut. "Kenapa?" Kendrick mengangkat bahu. "Karena terlalu ramai. Terlalu banyak orang dengan kehidupan mereka masing-masing, sementara aku sIbuk dengan kehidupanku yang berantakan."Serena terdia
Hujan turun dengan rintik halus, seolah langit ikut berkabung atas kepergian Lydia. Aroma tanah basah bercampur dengan wangi bunga melati yang tertata di sekitar pusara. Serena berdiri di sana, mengenakan gaun hitam sederhana, matanya sembab karena terlalu banyak menangis sejak semalam. Dia menggenggam erat ujung syal milik Ibunya—satu-satunya kenangan yang masih bisa dia peluk. Nafasnya bergetar saat menatap nisan yang kini terukir nama Lydia Quirino, Ibunya, satu-satunya keluarga yang pernah dia miliki.Melody, Sofia, dan Luna berdiri sedikit di belakangnya, memberikan ruang tetapi tetap ada di sana untuknya. Mereka tahu betapa sulitnya hari ini bagi Serena. "Aku masih tidak percaya, Serena…" suara Melody terdengar pelan, dipenuhi kesedihan yang tulus.Sofia meremas lembut bahu Serena. "Tante sudah tidak sakit lagi sekarang. Tabte bisa tenang."Serena mengangguk kecil, meski hatinya masih terasa kosong. Seberapa pun dia mencoba meyakinkan diri, kenyataan bahwa Ibunya sudah pergi sel
"Bu… bangun, aku di sini… Ibu, tolong jangan tinggalkan aku!"Serena mengguncang tubuh Ibunya yang terbaring di ranjang rumah sakit. Suaranya bergetar, nafasnya tersengal, seolah mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini semua hanya mimpi buruk. Kenyataan yang menyakitkan ini terasa terlalu berat untuk diterima.Tidak ada respons. Tidak ada gerakan.Hanya keheningan yang mengerikan. Keheningan itu seperti pisau, mengiris hati Serena, membuatnya merasa seolah dunia di sekelilingnya mendadak gelap."Ibu, kumohon!" Suara Serena pecah. Tangisannya meluap tanpa kendali. Ia menggenggam tangan Ibunya erat-erat, berharap ada kehangatan yang masih tersisa. Tapi dingin. Terlalu dingin. Dunia yang biasanya hangat dan penuh cinta kini terasa seperti ruang yang membeku.Seorang perawat yang berdiri di dekatnya menunduk, matanya berkaca-kaca. Dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Lydia hanya bisa menarik napas berat sebelum menatap Serena dengan penuh belas kasih. Rasa empati di mata mereka me
"Kalau kamu mau pulang, aku tidak akan maksa kamu buat tetap di sini," suara Serena terdengar pelan, tapi nadanya jelas menunjukkan kelelahan.Kendrick, yang berdiri di dekat jendela kamar rumah sakit, hanya meliriknya sebelum berjalan ke menghampirinya. "Aku tidak akan ninggalin kamu di sini sendirian."Serena menghela napas. Matanya memandang tubuh Ibunya yang terbaring lemah di ranjang, wajah Lydia terlihat begitu pucat di bawah cahaya redup lampu rumah sakit. Dadanya terasa sesak. Sejak dokter mengatakan kalau kondisi Ibunya sudah tidak bisa diharapkan, Serena tahu waktu yang tersisa sudah tidak lama lagi. Kepanikan dan kesedihan menyelimuti pikirannya, membuatnya sulit untuk berpikir jernih.Kendrick berjalan mendekat, meletakkan tangannya di punggung kursi tempat Serena duduk."Sayang.""Hm?""Kalau kamu butuh sesuatu, bilang padaku ya.”Serena menoleh ke arahnya, menatap mata gelap pria itu yang terasa begitu tajam. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang membuatnya sedikit lebih tena
Mobil melaju cepat menembus jalanan kota yang masih basah akibat hujan tadi malam. Di dalamnya, Serena duduk diam di kursi penumpang dengan tangan saling menggenggam erat di pangkuannya. Dadanya terasa sesak, dan pikirannya terus dipenuhi dengan bayangan ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit. Perasaan cemas menyelimuti dirinya, seolah setiap detik yang berlalu semakin mendekatkan pada kenyataan yang tak ingin dihadapi.Dari sudut matanya, ia bisa merasakan tatapan Kendrick yang sesekali meliriknya. Lelaki itu tidak banyak bicara, hanya memberikan kehadiran yang menenangkan. Namun, Serena tahu, dalam diamnya, Kendrick pasti memperhatikannya lebih dari yang ia sadari. Kendrick selalu bisa merasakan ketegangan di antara mereka, bahkan tanpa kata-kata."Aku di sini," suara Kendrick akhirnya terdengar, lembut namun tegas. "Apapun yang terjadi nanti, kamu tidak sendirian." Kalimat itu terasa seperti pelukan hangat yang meredakan sedikit kegelisahan di hatinya.
Serena masih bisa merasakan hangatnya sentuhan Kendrick di kulitnya. Dadanya naik turun dengan napas yang masih belum sepenuhnya stabil, dan pikirannya berkecamuk dengan banyak hal yang baru saja terjadi di antara mereka. Perasaannya campur aduk—antara kebahagiaan dan ketakutan. Hangatnya sentuhan Kendrick membuatnya merasa aman, tetapi ketidakpastian yang menggelayuti pikirannya membuatnya sulit untuk sepenuhnya menikmati momen itu.Dia menoleh ke samping, melihat wajah Kendrick yang begitu dekat. Mata tajam pria itu kini terlihat lebih lembut, memandangnya dengan intensitas yang belum pernah Serena lihat sebelumnya. Ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuatnya merasa dihargai dan diinginkan, tapi di sisi lain, ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya membuatnya merasa terjepit."Kau masih tidak percaya padaku?" suara Kendrick terdengar pelan, tetapi tetap penuh tekanan. Suaranya seperti sebuah mantra yang berusaha meredakan badai yang mengamuk di dalam diri Serena.Serena m
Serena masih terdiam, pikirannya melayang ke peristiwa tadi. Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan Kendrick muncul dengan nampan makanan di tangannya."Sayang, ayo makan," ujarnya lembut, suaranya menghangatkan ruangan yang sempat terasa dingin oleh kesunyian.Serena menoleh, senyum tipis menghias wajahnya yang pucat. Dia perlahan beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti Kendrick ke sofa.Di sana, Kendrick dengan penuh perhatian menyuapi Serena, sesekali matanya menatap lembut ke arah Serena, memastikan bahwa ia menghabiskan makan malamnya."Kamu tidak perlu memikirkan apa yang terjadi tadi," kata Kendrick, suaranya penuh kepastian. "Aku janji, kamu akan aman di sini, di sampingku."Serena menatap mata Kendrick mencari kebenaran di sana. "Aku sudah memerintahkan Julian untuk mengurus Ibu pulang," tambah Kendrick."Aku sungguh akan melakukannya, Ken?" tanya Serena, masih ragu-ragu."Tentu saja, apa kamu pikir aku hanya bercanda?" jawab Kendrick, tersenyum."Tapi biayanya?" tanya Serena