Tubuh polos Alex semakin mendekat jantung Debora semakin menderu, aliran darahnya mulai mengalir deras. Seluruh tubuhnya bagai tersengat aliran listrik dengan kekuatan tinggi.Debora menutup mata. Mencoba menenangkan degupan jantung yang seolah ingin keluar dari tubuhnya.Bukannya tenang, malah sebaliknya. Sepenggal kenangan buruk yang lama dia tutup mencuat ke permukaan. Adegan demi adegan membuat air matanya kembali mengalir."Perlu kau tau, aku sangat membenci air mata. jadi buka matamu dan nikmati aku." Alex berbisik lirih.Debora membuka mata. Wajah Alex begitu dekat. Rahang tegasnya dan bulu tipis yang membalut janggutnya membuat pria di hadapannya terlihat menggoda."Percayalah, aku tidak sesuai ekspetasi mu. aku adalah barang bekas yang menyedihkan ..." ucapan Debora terhenti saat Alex memangut bibirnya lembut.Keduanya deru darah mereka yang memanas dan menuntut untuk melakukan hal yang lebih dari ini.Alex merobek kain yang membalut tubuh Debora sehingga terlihat sudah leku
Di tempat yang berbeda. Seorang wanita yang memakai pakaian pasien sedang duduk di bed kamarnya. Dia menatap nanar ke arah jendela.Hatinya begitu hancur saat ini. Dia tak menyangka kebodohannya akan membawanya ke dalam kehancuran. Tak ada lagi cinta atau bahkan belas kasih untuknya dari pria yang amat mencintainya dulu.Buliran air bening membasahi pipinya. Berulang kali dia menekan dadanya. Mencoba menahan sesak yang kian membunuhnya."Alex, aku tidak menyalahkanmu dengan apa yang kau perbuat. Setidaknya terima aku kembali ke dalam hidupmu," ucap Clara perih.Dia ingat bagaimana Pria itu menahannya untuk jangan pergi. Akan tetapi Clara yang keras kepala tidak mempedulikannya. Saat itu dia tergoda janji manis orang lain. Yaa ... dia sangat bodoh. Masa depan indah sudah ada dalam genggamannya namun dia malam memilih pergi dengan orang lain."Ck ... sangat malang sekali nasibmu!" ucap seorang yang baru saja masuk ke kamar Clara."Akeno!" Clara terbelalak dan segera menghapus air matan
Di sebuah bangunan dengan lima lantai. Tepatnya di lantai paling atas dan rungan paling luas di antara yang lain.Ada dua orang wanita sedang duduk berhadapan. Hanya keheningan yang menyelimuti tiga puluh menit terakhir. Tak ada canda tawa atau bahkan sekedar obrolan di antara mereka."Aku akan mengakhiri hubunganku dengan Andreas," ucap Casandra. Wanita dengan wajah anggun dan mata sipit yang dia miliki.Lidya menghela napas panjang. Harusnya ini menjadi kabar baik yang telah dia tunggu selama ini. Akan tetapi entah mengapa semuanya terasa hambar sekarang."Kau bisa memilikinya seutuhnya," lanjut Casandra dengan senyum tipis yang menghiasi wajah oriental khas Asia."Kenapa?" tanya Lidya singkat.Casandra tertawa kecil. Baru kali ini wanita di hadapannya memasang wajah kebingungan seperti ini. Biasanya dia akan memasang wajah datar dan amarah yang memburu di dalam jiwanya.Merasa tidak enak hati, Casandra meraih segelas teh dan menyesapnya perlahan. Kemudian menaruhnya kembali di meja
Karena kelelahan Debora enggan untuk mengingat nama itu. Dia kembali memejamkan mata dan larut ke alam mimpi.Sedangkan Alex masih duduk bersandar di tempat tidur. Dia masih penasaran dengan jawaban sang istri. Melihat pundak Debora yang naik turun beraturan membuatnya sadar kalau wanita itu sudah berpindah alam."Ck ... dasar babi," decak Alex melempar pandangannya.Alex menghela napas kasar. Melihat Debora tertidur lelap membuatnya teringat akan kisah percintaannya lima thun lalu.Dia sadar kalau kegiatan panas yang baru saja terjadi hanyalah pelampiasan semata. Sejujurnya hatinya masih utuh dimiliki oleh wanita yang baru saja di tolongnya.Dia harus bersikap demikian agar kedua orang tuanya tidak curiga. Pasti mereka akan melakukan hal buruk pada wanita itu bila mengetahui perasaan Alex.Menatap punggung mulus Debora membuatnya semakin merasa bersalah. alex memutuskan untuk bangun dan membersihkan diri.Dia masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan shower. Air dingin yang
Debora segera memutuskan sambungan. Dia tak percaya gadis kecil yang berada di ujung sambungan mengenali pria yang baru saja berbagi peluh dengannya."Apa yang kau sembunyikan dariku?" tanya Alex datar.Alex melangkah dengan santai mendekati Debora yang masih duduk di ranjang. Tanpa Wanita itu jawab pertanyaan Alex, pria itu sudah tau jawabannya dengan mudah.Alex hanya tersenyum kecut dia melangkah mendekati Debora dan menyondongkan tubuhnya. Tetesan air yang membasahi rambut Alex jatuh ke pundak Debora.Tatapaan Alex tajam menatap mata bulat yang saat ini berada di garis lurus matanya. Tanpa terasa Alex membatu untuk beberapa detik."Jadi kau mau bersihkan tubuhmu, atau masih mau menikmati malam panas bersamaku lagi," ucap Alex dengan suara berat."Aku akan pergi ke kamar mandi sekarang," sahut Debora cepat.Debora mendorong otot kotak yang saat ini terpampang indah di hadapannya dengan jari telunjuk."Maaf Tuan. Bisa mundur sedikit?" ucap Debora menarik senyum kaku.Alex mundur per
Debora merinding ketika hawa dingin menggelayut jiwanya. Di tambah bisikan suara berat yang saat ini berada tepat di belakangnya.Wanita itu melepas tangan pria itu dari tubuhnya dan menghindar beberapa langkah. "Ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku hanya tidak mau Mama bersedih, dia sangat baik padaku selama ini," ucap Debora."Sepertinya kau sangat menikmati peranmu menjadi menantu keluarga Vernandes." Alex duduk di tempat Debora sebelumnya."Aku hanya ingin membalas budi. Stevi dan Tante Lidya memberikan segalanya padaku. Jadi bisakah kita memulai rencana untuk balas dendamku?" ucap Debora menatap Alex penuh dengan keberanian.Debora tidak peduli dengan apa yang di pikirkan Alex nantinya. Semua berjalan jauh melenceng dari rencana. Ketegasan di butuhkan saat ini.Alex tersenyum tipis. Dia melempar pandangan merendahkan ke arah Debora. Wanita itu cukup manis saat ini. Kakinya bergetar menahan ketakutan tapi matanya seolah ingin menunjukkan keberanian."Bagus kalau kau tau bata
Joe tau temannya yang ini sangat gila dan memiliki pemikiran di luar nalar. Menikmati malam bersama istrinya sampai memiliki bayi? Itu hal gila selama 20 tahun dia berada di samping Alex."Kau tau namaku tidak bisa kembali bersih sebelu ada bukti kalau aku benar-benar bukan gay bukan," ucap Alex sambil menuangkan anggur ke gelas."Untuk kali ini kau gila. Lebih baik kau pergi ke sarang bandit itu dan menggadaikan nyawamu. Aku lebih senang mati terhormat saat membelamu dari pada merampas istrimu." Joe menatap jengkel Alex.Joe tau pernikahan Debora dan Alex hanya kontrak semata. setidaknya dia bisa memperlakukan wanita itu seperti wanita pada umunya. Bukan budak nafsu yang biasnya dia pilih acak di bar.Debora adalah wanita baik. Terlihat jelas bagaimana Stevi dan Lidya menuangkan cinta kasih tulus padanya.Joe sempat melihat kalau wanita itu juga tulus merawat Alex saat dia mengalami luka tembak di dada kala itu. Wanita itu terlalu berharga bila di sebut pelacur."Jadi kau mulai meny
Seorang wanita duduk di sebuah sofa mewah dengan warna merah. Sofa ini mengukir kenangan suram untuknya.Karena sofa ini dia harus kehilangan orang yang amat mencintainya. Tidak hanya itu, bahkan masa depannya juga hancur secara bersamaan."Akhirnya kau datang juga," kekeh pria yang turun dari tangga.Pria itu melangkah menuruni tangga dan tertawa renyah saat melihat Clara sudah duduk manis di ruang tamunya."Aku menyetujui kerja sama yang kau tawarkan. Aku tidak mau wanita gembel itu merebut posisiku," jawab Clara dengan nada datar."Baiklah, bisa di atur. Persis seperti yang aku bilang kemarin, kau akan memulai karirmu dengan bantuanku. Kelebihannya kau bisa dapat dengan mudah menyiksa wanita itu tanpa sepengetahuan Alex," ucap Akeno sambil duduk di sofa.Akeno menatap Clara penuh arti. Dari pandangannya wanita itu sudah tau apa yang dia maksud."Apa yang kau mau dariku? aku tau semua bantuan ini tidak gratis," sahut Clara."Ternyata kau masih sama seperti yang dulu, tidak mudah di
Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora duduk di hamparan rumputb hijau. Di hadapannya ada sebuah batu yang bertuliskan nama orang yang paling berarti di hidupnya.Orang itu rela berkorban untuk dirinya. Mengesampingkan kesenangannya demi dirinya. Memberi apapun yang dia miliki untuknya.Namun apa yang bisa dia berikan, dia tidak pernah memberi apapun pada wanita tua itu selain kesengsaraan. Tidak pernah ada kebahagiaan sdikitpun.Satu per satu orang meninggalkan pemakaman. Di sana hanya meninggalkan Alex dan Debora. Keduanya duduk dan menatap nanar batu yang di penuhi dengan kelopak bunga itu."Kenapa aku begitu tidak berguna Alex? Lihatlah, bahkan aku belum memberi kebahagiaan sedikitpun pada Bibi," ucap Debora pedih."Bibi sudah menganggapmu sebagai anak, melihatmu bahagia, dia juga merasakan hal yang sama Baby," jawab Alex memeluk pundak Debora."Ini tidak adil untuknya Alex, dia menjual segalanya demi kehidupanku dan Angel. Dia pergi sebelum aku membayar semuanya," ucap Debora dengan air mata yang terus berlina
Seorang gadis kecil menangis di depan pintu ruang IGD. Di sampingnya ada dua orng tua yang sedari tadi mencoba menenagkannya. Tak jauh dari mereka ada sekitar lima orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan lorong.Wanita gendut itu meraih gadis kecil dan mendekapnya dalam pangkuan. Berulang kali dia mengelus pucuk kepala anak itu. Mencob menghentikan tangisnya."Tenanglah Nak, Bibimu pasti akan baik-baik saja," ucap Wanta gendut itu."Bibi sakit Apa Nek, kenapa dia pingsan?" tanya Angel sambil menghapus air mata yang terus mengalir."Bibimu hanya kecapekan. Sebentaar lagi pasti dia akan sadar dan kembali bermain-main denganmu," ucap Nenek gendut yang memeluknyaa.Sementara Kakek gendut masih memperhatikan kelima orang yang berjaga di depan lorong. sesekali dia menatap Angel dan orang-orang itu bergantian.Dia hanya tak menyangka akan menyelamatkan seorang anak yang oraang tuanya memiliki kedudukan tinggi. Mereka pasti bukan orang biasa saat melihat penjagaan seketat ini.Seda
"Kakak tidak bisa datang?" tanya Stevi menatap Lidya penuh harap."Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Mereka akan segera kembali," ucap Lidya mengelus pucuk kepala putrinya.Wanita yang baru saja tersadar dari depresinya itu melempar pandangannya kesamping. Dia menatap pria yang amat dia cintai duduk di sana.Pria itu memasang wajah sedih sebelum melempar senyum hangat padanya. Sama seperti sebelumnya, dia selalu bisa merubah mimik wajah dengan cepat."Kau membutuhjan sesuatu?" tanya Keanu menatap Stevi teduh."Aku lapar," jawab Stevi manja."Baiklah tunggu sebentar, aku akan membelikan makanan untukmu," jawab Keanu bangkit dari kursi dan melangkah menjauh.Lidya menatap pedih pria itu. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak ada artinya. Dia yang beerjuang tetapi orang lain yang memetik manisnya."Tunggu sebentar, Mama mau pesan beberapa barang," ucap Lidya berlari kecil menyusul pria yang baru saja pergi."Joe!" panggil Lidya.Pria itu menghentikan langkanya. Sesaat Joe
Di tempat yang begitu tenang, Bibi Lauren duduk sambil memegang sebotol susu. Ujung matanya melihat seorang anak kecil melangkah mendekatinya.Matanya menyipit, dia melihat dengan seksama siapa yang datang. Buliran bening terjatuh saat lansia itu mengetahui siapa yang datang."Halo Nenek?" sapa Angel.Bibi Lauren mematung. Dia mencoba menahan laju air mata yang hendak melaju deras."Halo Nak, kau kembali?" tanya Bibi lauren.Anak itu mengangguk lirih dan duduk di samping sang Nenek. Dia melihat ada tiga botol susu di samping Nenek itu. Bertanada kalau dia sudah duduk di sini begitu lama."Apakah Nenek menungguku?" tanya Angel yang melihat Nenek itu menatapnya dalam.Bibi Lauren tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan keriputnya membelai pipi chubby yang dulu sering dia cium.Tuhan begitu baik padanya. Dia melindunginya, bahkan memberinya hadiah yang sangat istimewa."Apakah aku boleh memelukmu?" tanya Bibi Lauren masih terpaku menatap angel.Angel mengangguk lirih. Dia berges
Joe melangkah memasuki ruang rawat. Di sana masih ada Nyonya besarnya yang duduk meringkuk di kursi. "Anda bisa pulang Nyonya, biar Saya yang menjaga Nona Stevi," ucap Joe ramah.Lidya menggelengkan kepalanya. Dia memutar kursinya menghadap Joe. matanya menatap pria yang begitu tulus pada putrinya."Sejak kapan kau mengenal Stevi?" tanya Lidya seriussss."Nona Stevi membantu Saya masuk ke dalam Klan Tuan Alex, di sini saya menemukan keluarga yang tidak pernah saya miliki sebelumnya," jawab Joe membalas tatapan Lidya.Joe teringat saat pertama bertemu Stevi. Saat itu dia berjalan di tengah keputusasaan. Dia mencari keberadaan Sang Kakak yang entah ada di mana.Dia telah mencari Sang kakak di setiap bar besar. Tidak jarang kehadirnnya membuat keributan dan pada akhirnya dirinya babak belur.Saat itu dia meringkuk di emperan toko. Bajunya penuh noda darah yang mengering. Tak hanya itu, wajahnya sudah tidak berbentuk karena banyak luka lebam."Kalau mau jadi jagoan bukan seperti itu cara
Lidya menatap kepergian Putra dan menantunya. Terlihat senyum haru di wajah cantiknya. Seperti pepatah mengatakan, pasti ada pelangi setelah badai datang.Alex menggandeng tangan Debora dan melangkah pergi. Langkah panjang Alex terhenti saat menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu."Sepertinya aku sudah terlalu sabar denganmu belakangan ini," ucap Alex melempar pandangan ke arah Joe.Seketika Joe menundukkan kepala diikuti oleh kedua temannya. Mereka meneguk liur dan berdoa semoga Tuannya dalam mood yang baik."Kau meninggalkan tugasmu, dan mengejar cintamu di sini. Kau pikir aku akan simpati padamu dan tidak menghukum semua keteledoraamu ini?" ucap Alex melepaskan tangan Debora dan mendekati Joe.Debora mengkerutkan alisnya. Dia mulai menampakkan wajah protesnya. Wanita itu menghalang langkah Alex."Apa kau gila, Lihatlah! Dia sudah menjaga Adikkmu dengan tulus. Kau masih ingin menghukumnya?" Tanya Debora tidak percaya.Alex menggeser tubuh Debora dan menghentikan langkah ka