POV Diva
"Sayang, saya duluan berangkat kerja ya. Ada yang harus saya urus pagi ini. Kamu gak pa-pa kan berangkat sendiri hari ini?" Ucap Liam sambil mencium keningku. Aku mengangguk melihat dia terburu-buru mengambil kunci mobilnya.
"Hati-hati di jalan sayang, jangan ngebut," kataku sambil mengekor.
"Kamu tenang aja, saya pasti hati-hati. Hari ini ada kerjaan yang hanya saya yang bisa handle, Mas Ray menyerahkan pekerjaan ini untuk saya urus." Liam berkata sambil memakai jas hitamnya tanpa menoleh padaku.
"Aku gak pa-pa kok berangkat sendiri, kamu tenang aja. Setelah sarapan aku berangkat naik taxi."
Liam memelukku sebelum pergi, aku merasakan pelukannya sangat erat dan sepertinya dia berat mendengar aku berangkat naik taxi. Aku masih memakai lingerie hitam, mataku juga masih berat dan mengantuk.
"Maaf ya kamu harus naik taxi. Saya janji akan membelikan kamu mobil secepatnya." Liam kembali mencium keningku, dan aku h
POV Diva.{ Maaf, Kali ini tolong kamu mengerti. Saya gak bisa menemani kamu makan siang. Kita bisa makan malam di rumah nanti. Jangan merajuk, sayang }Aku menatap pesan teks Liam tak berkedip. Siang ini aku masih duduk di kantor seorang diri. Jam makan siang seperti ini kantor akan sepi, hanya aku yang belum makan siang karena menunggu kedatangan Liam.Waktu berlalu dengan cepat, hari semakin sore. Aku mengemas barang-barangku, lalu kumasukan ke dalam tasku. Aku berjalan tidak bersemangat dengan langkah pelan menuruni tangga.Sampai di luar gedung, aku memesan taxi online pulang ke rumah. Di persimpangan jalan di dalam mobil, aku memutuskan mengganti alamat tujuanku."Pak, saya minta tolong mobilnya putar balik, saya arahin tempatnya. Nanti saya tambahin ongkosnya.""Baik Bu."Apa aku sudah siap dengan kenyataan buruk yang nantinya aku terima. Pengalaman
POV DivaMalam ini lebih panjang dari satu hari untukku yang bermimpi buruk ini, dan siang lebih panjang dari malam untukku yang menunggu kedatangan Liam saat ini. Hanya terdengar rintik hujan yang menemaniku malam ini.Saat malam semakin larut, aku berbaring di sofa putih yang terletak di ruang tamu memejamkan mata, membiarkan kekhawatiranku memudar. Hanya tidur lelap yang bisa membantuku dapat memulai hari besok dengan seperti biasa.Kenapa Liam tidak mengabariku jika dia pulang terlambat? Pikiranku penuh dengan banyak pertanyaan untuk Liam. Memikirkan kemana saja Liam seharian ini.Tidak lama suara pintu terbuka terdengar, mataku masih terpejam namun kupingku tajam mendengar suara langkah kakinya."Sayang... kamu sudah tidur?" Dia menyentuh bahuku, terpaksa aku pura-pura seperti orang yang baru bangun tidur, "Lihat saya bawa apa ini? Di seberang gedung tadi ada pembukaan kafe, saya dengar spaghettinya enak jadi saya ngantri untuk membelika
Liam terbangun setelah mendengar suara horden tergeser. Mata besarnya menangkap Diva yang sedang membuka horden putih itu, bibirnya melengkung. "Morning, sayang.""Nanti temenin aku ya beli bahan makanan, hari ini kan libur."Liam bangkit ke posisi duduk, kemudian berkata. "Maaf sayang, bukan saya gak mau. Tapi, Papa nyuruh saya dateng ke rumahnya. Saya juga gak tau ada apa."Diva masih diam dan hanya mengamati wajah suaminya, dengan perasaan curiga Diva bertanya. "Jangan bilang keluarga kamu ngelarang kamu bawa aku?""Mm-mm ya gaklah sayang. Kalau kamu mau ikut ya gak apa-apa. Kamu bisa ikut." Liam tampak kesulitan menjawab ucapan Diva. Orang tuanya bahkan terang-terangan mengingatkan Liam untuk tidak membawa Diva ikut ke acara keluarga mereka.Diva segera masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi bersama Liam sebelum pria itu memberikan banyak alasan untuk meralat kembali ucapannya. Liam menyisir rambutnya dengan kasar dan fru
Sekarang Diva sedang berada di rumah mewah keluarga Liam Kavindra. Ia sendiri tidak tahu keluarga itu sedang membuat acara apa, Liam hanya bilang berkunjung biasa dan makan siang bersama.Sejak menikah Liam memang tidak pernah membawa Diva ke rumah keluarganya, karena Rayhard masih belum menerima Diva sebagai istri Liam. Bagi Rayhard Diva adalah perusak rumah tangga Liam dan Samira.Liam menggandeng Diva untuk masuk dan menyapa keluarganya. Diva tidak menyangka Samira juga ada di sana, wanita itu berpikir positif. Mungkin keluarga Liam masih menganggap Samira sebagai bagian dari keluarga ini. Dari tempatnya berdiri Diva bisa melihat Samira sedang asyik mengobrol bersama Ibu mertuanya dan Viona."Apa kabar Mah? Maaf Diva gak bawa apa-apa soalnya tadi buru-buru." Ucap Diva kepada wanita yang berambut disasak itu.Ibu Liam menoleh dan berkata, "Santai aja, gak apa-apa." Lalu kembali melanjutkan obrolannya dengan Samira dan Viona. "Kap
Diva kembali ke dalam, duduk di sofa dan kembali melihat interaksi keluarga Liam dengan Samira. Dia diam saja mendengar suara tawa Samira. Sejujurnya Diva sangat merindukan kehangatan di rumah bersama keluarganya, tapi sayangnya hal itu pun tidak ia dapatkan di keluarga Liam.Seandainya saja ibunya masih hidup dan ayahnya tidak berselingkuh mungkin keadaan keluarganya tidak seperti ini."Kenapa dari tadi diam aja?" Ujar Liam.Diva menghela pelan, ia berusaha tersenyum kepada Liam. "Gak apa-apa. Aku hanya merasa iri melihat keluarga kamu tertawa bahagia, kelihatan sangat seru berkumpul seperti ini."Liam melirik ke arah Samira, ada perasaan tidak nyaman terbersit. "Kamu mau pulang, sayang?"Sebenarnya Diva ingin pulang saja, tapi ia malah menggeleng. "Jangan. Kan belum malem, gak enak kalau kita pulang begitu saja." Ucap Diva. Liam mengelus kepala Diva lembut."Yaudah kita bentar lagi pulangnya, tapi kalau kamu pingin kita pulang sekarang bil
Samira sengaja meminum susu kotaknya dengan lambat diselingi obrolan ringan. Dia sangat menyukai ketika berada di dekat Liam, nyaman dan penuh sensasi yang menyergap hatinya. Tangannya masih memegang gelas isi susu.Sesuatu yang Samira tidak percaya bahwa rasa itu masih sama, dia pikir perasaan itu malah semakin bertumbuh semenjak keadaan tubuhnya menjadi berbeda."Cepat habiskan, semua orang sedang menunggu kita di atas," ujar Liam lembut."Aku bisa tersedak kalau cepat-cepat. Lagian aku gak pernah makan minum tergesa-gesa," sahut Samira."Saya tau," Liam mengangguk, "kamu masih suka minum. Udah berhenti ke club kan?" Mata Liam mengintimidasi, seakan ucapan itu amaran untuk Samira."Tenang aja. Kamu masih aja protektif."Namun, seolah dipermainkan takdir. Diva berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri, mendengar pembicaraan mereka. Mendengar ucapan Liam yang bernada perhatian dan cemas itu. Perhatian Liam itu membuat Diva cemburu dan mer
POV DivaApakah Liam adalah bayi anak dalam kandungan Samira?Banyak yang mengganggu pikiranku sekarang dan sulit untukku terima. Mengapa tidak ada seorangpun yang memberitahuku tentang apa yang sedang terjadi. Dalam waktu singkat aku harus menerima suamiku telah mempunyai calon bayi di perut wanita lain.Aku tidak menyangka berada di tengah-tengah orang yang menutupi kebenaran ini padaku. Mereka bisa sesantai itu?Aku pikir wajar Samira masih menjaga hubungan dengan keluarga mantan suaminya, tapi ternyata ada yang mereka sembunyikan. Kehamilan Samira. Aku memperhatikan perut Samira yang tidak bisa jelas kulihat bentuk tubuhnya karena ia memakai pakaian baby dol yang mengembang.Di kantor ia jarang memakai dress ketat, lagi pula aku tidak pernah sedetail itu memperhatikan dia.Bisa kubayangkan betapa bahagia kedua orang tua Liam karena akan mempunyai cucu. Lalu bagaimana dengan perasaan Liam?Aku melangka
"Saudari Samira Basagita, silahkan masuk." Seorang wanita di dampingi pria berjas hitam rapih masuk untuk melakukan pemeriksaan setelah menunggu dua puluh menit lamanya.Diva yang mematung dari kejauhan langsung berjalan ke arah pintu yang telah tertutup itu. Membaca tulisan di depan pintu 'Dokter spesialis kandungan' wajahnya yang cantik berubah 180 derajat kaget, sedih, bercampur aduk membuatnya hancur.Tadi pagi Diva langsung mengikuti Liam dengan taxi, bersamaan dengan kedatangan Liam, Samira muncul di rumah sakit itu membuat Diva menunggu apa yang sedang kedua orang itu lakukan di rumah sakit. Kecurigaannya ternyata benar, Samira hamil. Tapi Diva tidak bisa membuktikan itu, ia harus masuk dan langsung menanyakan pada mereka yang sudah tertangkap basah. Tapi Diva tidak cukup keberanian untuk masuk menemui Liam."Maaf Mbak, itu yang tadi masuk pasangan suami-istri?" Tanya Diva kepada wanita yang tadi memanggil Samira."Maksudnya Bu Samira,
Diva PoVTiga hari. Sudah tiga hari aku memata-matai apartemen Samira untuk mengetahui apakah Liam di sana. Apa saja yang mereka lakukan? Aku bodoh, harusnya aku mendobrak pintu rumahnya dan mencari suamiku. Aku benar-benar akan gila!! Hatiku terasa tidak pernah tenang setelah tahu semua kebenaran itu. Walau aku masih berstatus istri Liam, tetapi hati dan pikiran Liam sekarang hanya untuk Samira dan juga anaknya. Beberapa kali aku melihat tetangga berbisik-bisik sambil melihatku dengan wajah sinis, tapi ada juga yang bersimpati padaku. Entah apa yang mereka pikirkan.Liam, apa kamu tahu kondisi lingkungan kita sekarang? Semua orang tengah bergosip tentang kita dan Samira. Nanti, setelah sembilan bulan anaknya lahir. Apakah kamu akan menjadi sosok ayah yang akan selalu berada di sampingnya ?Tuhan, hatiku hancur membayangkan itu."Diva." Suara di belakang membuatku kaget, saat aku menoleh wanita itu tersenyum. Tetangga lantai atas. Kami sering berpapasan di lift. "Wajahmu pucat sekali
POV: DivaWaktu masih kecil aku tidak punya alasan untuk merenungi kehidupanku yang tidak mempunyai saudara kandung. Aku anak tunggal yang tidak kekurangan kasih sayang ibu dan ayahku.Tetapi semua berbeda ketika Ayahku berselingkuh dan ibuku menjadi depresi. Aku tidak punya siapa pun untuk diajak berbagi.Setelah kepergian ibuku, tidak ada siapapun yang memperingatkanku tentang pesta dan laki-laki, hingga aku kehilangan arah. Sampai aku bertemu si tampan Liam dan ternyata dia sudah mempunyai istri. Segala terjadi begitu cepat---akhirnya aku dan Liam menikah. Tapi aku belum juga hamil."Aku membencimu, Liam," ucapku, sambil berusaha membuat suaraku tidak gemetar. "Kamu pria brengsek yang pernah aku temui.""Tenang, Diva." Jawab Liam mendekat. "Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki keadaan kita.""Gak. Kamu mempermainkan aku!" Teriakku melemparnya dengan bantal di atas ranjang. Kamar ini menjadi ruang neraka yang kutinggali.Kamar ini tempat kami saling berbagi cerita dan perasaan, t
POV : Diva"Kalian lucu sekali. Diva hanya mempertanyakan apa yang menjadi hakknya."Tangan Rayhard yang sedang memegang sendok dan hampir memasukkan makanan ke mulutnya berhenti. Lalu ia menatapku. Kakak Liam itu belum pernah membelaku, yang aku tahu dia membenciku. Wajah marah ibu mertuaku terpampang di sana. Mereka semua terlihat tidak nafsu lagi menikmati makanan, kecuali Samira."Bilang saja kamu iri dengan Samira, kan? Kamu belum bisa hamil anak Liam sedangkan Samira telah mengandung." Ucap Ibu mertuaku penuh kedengkian. "Maaf Mam, aku sama sekali gak iri. Dan lagi, Liam ini suamiku. Jelas aku gak terima dia hamil anak Liam." Aku memberanikan diri menatap mata wanita tua itu. Bisa-bisanya dia bilang aku iri. "Sudahlah Diva, kamu jangan menyudutkan Samira terus. Kasihan kan anak di perutnya." Ucapnya lagi, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran ibu mertua hingga terus membela Samira. "Jawab pertanyaan Diva, Liam. Tunjukkan kalau kamu laki-laki." Terdengar suara Rayhard pe
Di sebuah rumah besar mewah, terdapat seorang wanita yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil menenteng dua kresek plastik hitam berisi belanjaan. Terdengar suara gelak tawa di ruang tengah. Seorang pelayan hanya melewati wanita itu tanpa berniat membantunya mengambil dua plastik besar itu dari tangannya."Kenapa kamu lama sekali belanjanya? Kamu kan tahu ini jam makan malam dan semua belanjaan yang kamu beli akan dimasak sekarang," ucap seorang wanita tua memarahinya. Ia meletakkan belanjaannya di atas meja bersiap untuk membereskannya. "Maaf Mam, jalanan tadi macet.""Astaga. Apa yang kamu katakan? Aku tadi menelponmu menjelang sore. Apa sejauh itu mall dari rumahmu hingga berjam-jam kamu menghabiskan waktu?""Maafkan aku, Mam." Ucap wanita yang berkuncir kuda itu. "Aku akan memasak SOP buntut spesial untuk makan malam nanti.""Sop buntut katamu? Kami lihat jam, kamu pikir perut kami masih bisa menunggu masakan kamu itu?" Cecarnya. "Kalau kamu gak ada niat masak untuk makan malam
POV DivaBerhari-hari aku menghabiskan waktuku di kamar sambil memegang ponselku. Menunggu Liam mengabariku, aku masih berharap dia menanyakan keadaanku.Ya, penantian yang tidak ada ujungnya dan terlalu berharap akan membawa seseorang menuju keterpurukan. Begitu saja tanganku membanting ponsel yang tidak pernah kulepaskan dari tadi."Kamu lebih memilih Samira daripada aku istrimu, Liam!""Dia yang mulai perkara denganku, tapi kamu memihak dia?" Dia membuatku kesal. Aku tidak tahu harus bagaimana.Samira, aku benar-benar tersentuh dengan semua caramu menghancurkan hidupku. Aku tidak menyangka kita akan sejauh ini. Aku pikir semua telah berakhir dan Liam menjadi milikku seutuhnya. Tapi, apa yang kamu lakukan? Kamu membuat Liam kembali sukses. Kamu mengacak-acak rumah tanggaku dan mengandung anak Liam.Apa yang harus aku lakukan?Liam, aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku ingin kita tetap bersama sebagai pasangan suami-istri. Apakah takdir kita hanya sampai di sini. Katakan padaku b
POV : DivaAku sempat terpaku melihat wanita bergaun kimono masuk ke dalam lift yang sama denganku. Wanita jalang yang sedang mencoba menghancurkan pernikahanku sekarang berada di ruang yang sama denganku. Dia memakai gaun kimono yang aku tebak untuk menutupi perutnya yang mulai buncit."Kenapa kaget? Kamu kira kawasan apartemen ini milik pribadimu. Dasar bodoh." Cemoohnya padaku. Aku memperbaiki raut wajahku agar terlihat tetap tenang. "Siapa yang bodoh?" Aku menggelengkan kepalaky. "Kamu tinggal di sini? Bukankah itu berarti kita akan sering bertemu dan kamu akan melihat aku dan suamiku yang sering bergandengan tangan di kawasan ini."Aku melihat dia menekan tombol satu lantai di atasku. Seketika aku sadar melihat senyum tipisnya. Dia memang sengaja tinggal di sini."Seseorang membelikanku apartemen di sini. Tentu saja aku gak akan menolaknya. Benar, kan?" Dia seperti menikmati wajah tegangku. Jangan bilang Liam yang membeli apartemen di atas untuk Samira. Aku harus sabar dan jang
POV: DivaSelama beberapa hari aku merasa gelisah. Liam belum pernah pulang setelah berita pria itu di semua media. Apakah sekarang Liam telah tinggal bersama Samira? Banyak pertanyaan di kepalaku.Jika terjadi sesuatu pada pernikahanku, aku juga akan kehilangan semangat hidupku lagi. Aku tidak mengira Samira akan kembali pada kehidupan Liam.Jadi selama ini Samira hanya berpura-pura menjauh dari Liam, tapi kenyataannya wanita sialan itu sedang berputar-putar disekeliling suamiku. Dia hanya sedang mempermainkan waktu untuk menghancurkan hidupku perlahan-lahan. Dan keluarga Liam membantunya.Mereka tau semenjak Liam bersamaku, dia mendapatkan banyak tekanan dari keluargaku dan ekonomi kami yang buruk.Aku duduk di sofa putih menghadap jendela kaca yang tertutup tirai putih. Cahaya matahari membuat ruangan ini tidak gelap. Ya, aku sengaja mematikan semua lampu di rumah ini. Agar aku tau jika Liam datang, biasanya dia akan menghidupkan lampu meski siang hari.Samira adalah wanita yang p
"Saya berjanji akan melakukan tugas saya sebagai pemimpin perusahaan dengan baik. Berkontribusi meningkatkan perekonomian perusahaan." Liam mengakhiri pidatonya lalu tersenyum kecil.Nama Liam Kavindra menjadi pembicaraan di manapun. Bahkan sebuah tabloid membuat artikel tentang rumah tangganya juga."Maaf Pak ada artikel yang mengatakan anda telah menikah dengan wanita selingkuhan anda. Apa komentar bapak atas artikel itu?""Pak Liam...""Pak Liam..."Liam tetap berjalan meninggalkan pers dan mengacuhkan pertanyaan wartawan itu.Hari ini adalah hari kemenangan bagi Liam setelah membuat Rayhard turun tahta. Dia sudah menunggu bertahun-tahun untuk menerima kemenangan ini.Salah siapa Rayhard telah menghancurkan hidupnya dulu dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Diva. Sekarang perusahaan ini menjadi miliknya.Liam masih ingat Rayhard menghina Diva dengan sebutan penggoda pria kaya. Setahun lalu Liam pernah melihat Rayhard sedang makan di restoran mewah bersama wanita muda. Dan
Pagi hari Liam membantu Samira memindahkan barang ke apartemen yang baru ia beli. Lokasinya sangat dekat dengan apartemen miliknya. Dan apartemen itu kelihatan lebih mewah dari pada yang ditempati Diva. Tentu saja hal itu membuat Samira sangat senang, balas dendamnya tercapai. Jika Diva tahu pasti wanita itu akan sakit hati dan menderita.Samira ingin sekali memberitahu Diva tentang ayah anak yang ia kandung. Seharian ini Liam menghabiskan waktunya bersama Samira di apartemen mewah itu, bahkan ia tidak mengangkat panggilan dari Diva."Kamu anterin aku ya belanja kebutuhan bayi." Kata Samira yang sedang menikmati makan siangnya."Kamu kan tau Sa, di luar banyak orang. Apa kata mereka kalau saya jalan sama kamu beli peralatan bayi." "Peduli apa kata orang? Kalau kamu takut, untuk apa memindahkan aku ke apartemen ini? Hanya beberapa langkah dari tempat kamu."Liam meminum air putihnya di gelas, tanda makannya telah selesai. "Saya hanya berjaga-jaga dengan keselamatan kamu. Kalau kamu