"Jaga ya mulut kalian!" Teriak Diva yang sudah geram, "Aku diam selama ini bukan berarti kalian berdua bisa seenaknya ngomong kurang ajar tentang hidupku!"
Tia dan Rania terlonjak karena balasan Diva meneriaki mereka. Tidak bisa mundur mereka tetap berdiri sok santai di depan Diva. Alah... palingan berani teriak doang pikir mereka.
Nara dari belakang menyentuh Diva agar temannya itu tidak terpancing emosi, tapi kalau dia pun diposisi Diva sudah pasti tidak akan kuat.
"Udah, Va. Gak guna kamu ladenin orang sok suci." Ucap Nara, jelas saja mengundang lirikkan tajam Rania dan Tia.
"Gak bisa! Aku gak mau ngalah lagi. Aku tahu mereka sengaja membuatku jadi babu di acara kemarin." Kata Diva melihat Rania dan Tia bersamaan, "Cukup ya! Aku juga bisa bales apa yang kalian lakuin."
Tapi Rania dan Tia bergeming.
"Udah Va." Nara mencoba menenangkan.
"Gini aja ya, Diva. Mendingan kamu cabut dari kantor ini. Cari kerjaan lain, jadi kamu
Tiga hari semenjak penamparan itu Bram terus mendatangi Diva. Entahlah apa tujuannya, tapi Diva terus menghindar. Setiap jam makan siang Bram selalu absen untuk menyapa Diva di depan gedung. Karena dia tahu setiap jam segitu anak-anak kantor kelayapan cari makan.Dan betul saja siang itu Diva bersama temannya mencari makan siang. Di sekitar kantor banyak kafe yang dekat. Bahkan ada juga gerobak somay ngetem di depan gedung di jam-jam segitu.Dan kalian tahu, Bram dengan SKSD-nya menghampiri Diva tanpa canggung tersenyum padanya. Nara yang tahu si Bram pernah kurang ajar, dia pun mengerjai pria itu."Makasih ya Bram udah traktir kita." Ucap Nara setelah Bram mengeluarkan lembaran kertas berwarna merah pada pramusaji itu.Bram mengangguk. Dalam hati keberatan karena Nara memesan makanan yang mahal-mahal. Padahal dia tidak mengenal wanita berambut sebahu itu.Diva tidak keberatan duduk
Samira mengambil handphone-nya mendengar nada pesan handphone-nya. Seketika matanya menjadi panas membaca pesan Bram yang mengatakan suaminya membawa Diva masuk ke mobilnya. Diremas handphone-nya geram lalu dilempar ke dalam tas berwarna merahnya. Bayang-bayang Liam dan Diva bermesraan menari-nari dalam pikirannya. Liam sungguh kurang ajar... wah... wah ... berani sekali dia menemui Diva lagi dibelakangnya."Kalian pikir aku bodoh ya," gumamnya.Samira menatap Renata yang sedang menikmati pizza sambil berbincang dengan Susi teman satunya lagi. "Re?" panggil Samira dingin, "Diva itu sepupu kandung kamu?" Dia menatap Renata yang sudah berubah ekpresi, "Dimana rumah keluarganya?"Renata menelan ludahnya.Seketika itu suasana di meja mereka menjadi canggung. Mereka sedang berkumpul karena jadwal arisan squad mereka, bukan karena arisan saja mereka dekat tapi mereka juga teman nongkrong.
Samira merasa tidak nyaman di rumahnya sendiri, semenjak perselingkuhan Liam, Samira benar-benar malas menelpon suaminya untuk menanyakan keberadaan pria itu. Dia menghabiskan waktu malamnya dengan menonton tv, sesekali melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Liam belum lagi pulang.Setengah marah, setengah sedih menyelimuti Samira. Dia memang berjanji untuk memperbaiki rumah tangganya bersama Liam, ingin punya anak sesuai keinginan Liam. Itulah yang diinginkan mertuanya agar Liam mendapatkan warisan. Tapi yang membuat Samira tidak kuat adalah melayani Liam di atas kasur. Kasar dan... Samira merasa badannya remuk dan kesakitan setelah bercinta dengan Liam. Hal itu membuatnya tertekan juga.Tapi dia tidak akan membiarkan Diva merebutnya. Setelah waktu yang dia korbankan bersama Liam selama ini.Terus memikirkan Liam, Samira teringat sesuatu. Ia teringat cerita Renata tentang Diva. Dia mematikan tv-nya, be
POV Diva.Aku masuk ke apartementku sambil menenteng tasku berwarna hitam. Aku meninggalkan mobilku di parkiran kantor, basment gedung itu memiliki penjaga dua puluh empat jam, jadi aku tidak perlu takut. Itu karena Liam.Dia memaksaku pulang bersama. Sebenarnya aku tidak terlalu terpaksa mengikuti kemauannya.Setelah beberapa jam duduk di mobil dan bicara, aku baru masuk ke Apartement. Dia menghidupkan mobilnya dan pulang. Entah lah, seharusnya aku marah-marah padanya. Tapi aku malah memberikan reaksi yang berbeda.Saat aku melangkah terasa ada yang aneh di sekitar Apartemen. Langkahku berhenti di ruang tamu melihat pria tua duduk di sofa dengan melipat kakinya. Tatapannya tajam, dingin, tidak ada kehangatan sama sekali. Tapi kuakui dia sangat tampan di usianya yang tidak muda lagi. Dialah pemenang piala Sugar Daddy jika ada kontes itu."Baru pulang?"Aku mengangguk."Dimana mobil kamu?""Mogok jadi nginap di bengkel." K
Untuk kesekian kalinya tangan pria tua ini mendaratkan tangannya di pipiku. Terasa panas dan nyeri, aku melihatnya dengan tatapan nanar."Makin dewasa kamu semakin gak punya aturan bicara!" Pria tua itu memandangku geram. "Mau jadi apa kamu? Jalang iya? Jangan sampe karena kamu saya jadi malu punya anak murahan!" Rahangnya mengeras memaki aku, anaknya. Entah apa yang merasukinya. Apa yang dia bicarakan? Kenapa menyebutku wanita murahan.Aku mundur, memilih mengamankan diri. Rasa logam terasa di mulutku, aku yakin gusiku berdarah. Ini bukan pertama kalinya dia memukulku. Dulu sewaktu mama hidup dia juga sering berprilaku kasar."Minta maaf sama Siska!""Gak!" Jawabku dengan suara bergetar. "Kenapa aku harus minta maaf sama dia? Dia yang udah bikin Mama sakit. Dia yang murahan buka aku!""Kurang ajar kamu memang!" Suaranya meninggi dan tangannya menendang kursi kuat, melangkah dengan tatapan brutal.&nbs
POV Liam"Kamu lagi dimana?" suara di seberang sana membuatku merasa bersalah."Maaf Sa saya gak bisa pulang malam ini."Kelopak mataku menurun melihat Diva masih berbaring di sampingku dengan tubuh yang masih di selimuti selimut. Biasanya Samira jarang menelponku. Malam ini setelah kami bertengkar aku pergi ke rumah Diva. Hal gila yang kulakukan terulang lagi."Aku mau kamu pulang sekarang!" Perintah Samira dengan nada keras. Tidak mungkin aku meninggalkan Diva lagi seperti ini. "Kamu denger aku gak sih? Sekarang aku minta kamu pulang." Suaranya terdengar lebih kuat. Membuatku semakin merasa bersalah. Diva masih menutup matanya, terlihat lebih tenang dan tidurnya sangat nyenyak."Iya Sa. Saya pulang. Tapi gak malem ini. Pagi-pagi nanti saya pasti pulang.""Kamu lagi dimana? Kenapa susah banget disuruh pulang!"Aku memut
Pov LiamSiangnya aku pulang ke rumah, suara lemparan barang terdengar kuat dari arah kamar. Samira? Aku bergegas ke arah kamar melihat keadaan.Seorang wanita bergaun tidur membanting segala yang ada di kamar. Rambutnya berantakan, segala umpatan kotor dia ucapkan. Dia juga menyebut nama, "Dasar Diva pelacur!"Mataku terbelalak ketika Samira berbalik badan, kemudian mata kami bertatapan.Dia tertawa sinis. "Sudah pulang? Ngapain aja kamu sama perempuan nakal itu? Berapa uang yang kamu kasih untuk bisa memuaskan nafsu kamu!" Dia menyorotku dengan mata tajam."Sa?""Kamu tidur kan sama dia?!" Bentaknya. "Padahal aku sudah ngirim foto ke bapak dia. Biar dia ditegur orangtuanya... tapi apa? Gak ada perubahan kalian ya! Apa perlu aku racun dia, Liam?" Ucapan Samira membuatku ingat tubuh Diva yang banyak bekas berwarna kebiruan karena ayahnya."Kamu bawa-ba
POV Liam"Semoga saja pilihan yang kamu ambil ini bisa menjadi petunjuk jalanmu." Samira menjulurkan tangannya ke depanku, "Terima kasih untuk waktu yang terbuang sia-sia ini, Liam."Aku menanggapinya dengan senyuman kecut. Aku bisa melihat dengan jelas senyum kemenangan Samira setelah hakim memutuskan Samira mendapatkan apa yang dia mau.Samira dengan pakaian serba hitamnya yang terkesan elegan dan anggun, sepatu hak tingginya membuat dia tampak lebih tinggi hingga kami bisa sejajar, tidak aku masih lebih tinggi. Dan ini adalah jabat tangan sebagai mantan pasangan. Seraya menggerakkan pinggulnya dia berjalan ke arah mobil hitam mewahnya.Sial, sial, sial!!Semua aset atas nama Samira. Rumah, mobil, uang tabungan, bahkan deposito kami. Sebodoh itulah kamu Liam Kavindra. Samira sekarang telah menjadi janda kaya raya dan aku duda melarat. Situasiku sekarang sangat sulit, ak
Diva PoVTiga hari. Sudah tiga hari aku memata-matai apartemen Samira untuk mengetahui apakah Liam di sana. Apa saja yang mereka lakukan? Aku bodoh, harusnya aku mendobrak pintu rumahnya dan mencari suamiku. Aku benar-benar akan gila!! Hatiku terasa tidak pernah tenang setelah tahu semua kebenaran itu. Walau aku masih berstatus istri Liam, tetapi hati dan pikiran Liam sekarang hanya untuk Samira dan juga anaknya. Beberapa kali aku melihat tetangga berbisik-bisik sambil melihatku dengan wajah sinis, tapi ada juga yang bersimpati padaku. Entah apa yang mereka pikirkan.Liam, apa kamu tahu kondisi lingkungan kita sekarang? Semua orang tengah bergosip tentang kita dan Samira. Nanti, setelah sembilan bulan anaknya lahir. Apakah kamu akan menjadi sosok ayah yang akan selalu berada di sampingnya ?Tuhan, hatiku hancur membayangkan itu."Diva." Suara di belakang membuatku kaget, saat aku menoleh wanita itu tersenyum. Tetangga lantai atas. Kami sering berpapasan di lift. "Wajahmu pucat sekali
POV: DivaWaktu masih kecil aku tidak punya alasan untuk merenungi kehidupanku yang tidak mempunyai saudara kandung. Aku anak tunggal yang tidak kekurangan kasih sayang ibu dan ayahku.Tetapi semua berbeda ketika Ayahku berselingkuh dan ibuku menjadi depresi. Aku tidak punya siapa pun untuk diajak berbagi.Setelah kepergian ibuku, tidak ada siapapun yang memperingatkanku tentang pesta dan laki-laki, hingga aku kehilangan arah. Sampai aku bertemu si tampan Liam dan ternyata dia sudah mempunyai istri. Segala terjadi begitu cepat---akhirnya aku dan Liam menikah. Tapi aku belum juga hamil."Aku membencimu, Liam," ucapku, sambil berusaha membuat suaraku tidak gemetar. "Kamu pria brengsek yang pernah aku temui.""Tenang, Diva." Jawab Liam mendekat. "Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki keadaan kita.""Gak. Kamu mempermainkan aku!" Teriakku melemparnya dengan bantal di atas ranjang. Kamar ini menjadi ruang neraka yang kutinggali.Kamar ini tempat kami saling berbagi cerita dan perasaan, t
POV : Diva"Kalian lucu sekali. Diva hanya mempertanyakan apa yang menjadi hakknya."Tangan Rayhard yang sedang memegang sendok dan hampir memasukkan makanan ke mulutnya berhenti. Lalu ia menatapku. Kakak Liam itu belum pernah membelaku, yang aku tahu dia membenciku. Wajah marah ibu mertuaku terpampang di sana. Mereka semua terlihat tidak nafsu lagi menikmati makanan, kecuali Samira."Bilang saja kamu iri dengan Samira, kan? Kamu belum bisa hamil anak Liam sedangkan Samira telah mengandung." Ucap Ibu mertuaku penuh kedengkian. "Maaf Mam, aku sama sekali gak iri. Dan lagi, Liam ini suamiku. Jelas aku gak terima dia hamil anak Liam." Aku memberanikan diri menatap mata wanita tua itu. Bisa-bisanya dia bilang aku iri. "Sudahlah Diva, kamu jangan menyudutkan Samira terus. Kasihan kan anak di perutnya." Ucapnya lagi, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran ibu mertua hingga terus membela Samira. "Jawab pertanyaan Diva, Liam. Tunjukkan kalau kamu laki-laki." Terdengar suara Rayhard pe
Di sebuah rumah besar mewah, terdapat seorang wanita yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil menenteng dua kresek plastik hitam berisi belanjaan. Terdengar suara gelak tawa di ruang tengah. Seorang pelayan hanya melewati wanita itu tanpa berniat membantunya mengambil dua plastik besar itu dari tangannya."Kenapa kamu lama sekali belanjanya? Kamu kan tahu ini jam makan malam dan semua belanjaan yang kamu beli akan dimasak sekarang," ucap seorang wanita tua memarahinya. Ia meletakkan belanjaannya di atas meja bersiap untuk membereskannya. "Maaf Mam, jalanan tadi macet.""Astaga. Apa yang kamu katakan? Aku tadi menelponmu menjelang sore. Apa sejauh itu mall dari rumahmu hingga berjam-jam kamu menghabiskan waktu?""Maafkan aku, Mam." Ucap wanita yang berkuncir kuda itu. "Aku akan memasak SOP buntut spesial untuk makan malam nanti.""Sop buntut katamu? Kami lihat jam, kamu pikir perut kami masih bisa menunggu masakan kamu itu?" Cecarnya. "Kalau kamu gak ada niat masak untuk makan malam
POV DivaBerhari-hari aku menghabiskan waktuku di kamar sambil memegang ponselku. Menunggu Liam mengabariku, aku masih berharap dia menanyakan keadaanku.Ya, penantian yang tidak ada ujungnya dan terlalu berharap akan membawa seseorang menuju keterpurukan. Begitu saja tanganku membanting ponsel yang tidak pernah kulepaskan dari tadi."Kamu lebih memilih Samira daripada aku istrimu, Liam!""Dia yang mulai perkara denganku, tapi kamu memihak dia?" Dia membuatku kesal. Aku tidak tahu harus bagaimana.Samira, aku benar-benar tersentuh dengan semua caramu menghancurkan hidupku. Aku tidak menyangka kita akan sejauh ini. Aku pikir semua telah berakhir dan Liam menjadi milikku seutuhnya. Tapi, apa yang kamu lakukan? Kamu membuat Liam kembali sukses. Kamu mengacak-acak rumah tanggaku dan mengandung anak Liam.Apa yang harus aku lakukan?Liam, aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku ingin kita tetap bersama sebagai pasangan suami-istri. Apakah takdir kita hanya sampai di sini. Katakan padaku b
POV : DivaAku sempat terpaku melihat wanita bergaun kimono masuk ke dalam lift yang sama denganku. Wanita jalang yang sedang mencoba menghancurkan pernikahanku sekarang berada di ruang yang sama denganku. Dia memakai gaun kimono yang aku tebak untuk menutupi perutnya yang mulai buncit."Kenapa kaget? Kamu kira kawasan apartemen ini milik pribadimu. Dasar bodoh." Cemoohnya padaku. Aku memperbaiki raut wajahku agar terlihat tetap tenang. "Siapa yang bodoh?" Aku menggelengkan kepalaky. "Kamu tinggal di sini? Bukankah itu berarti kita akan sering bertemu dan kamu akan melihat aku dan suamiku yang sering bergandengan tangan di kawasan ini."Aku melihat dia menekan tombol satu lantai di atasku. Seketika aku sadar melihat senyum tipisnya. Dia memang sengaja tinggal di sini."Seseorang membelikanku apartemen di sini. Tentu saja aku gak akan menolaknya. Benar, kan?" Dia seperti menikmati wajah tegangku. Jangan bilang Liam yang membeli apartemen di atas untuk Samira. Aku harus sabar dan jang
POV: DivaSelama beberapa hari aku merasa gelisah. Liam belum pernah pulang setelah berita pria itu di semua media. Apakah sekarang Liam telah tinggal bersama Samira? Banyak pertanyaan di kepalaku.Jika terjadi sesuatu pada pernikahanku, aku juga akan kehilangan semangat hidupku lagi. Aku tidak mengira Samira akan kembali pada kehidupan Liam.Jadi selama ini Samira hanya berpura-pura menjauh dari Liam, tapi kenyataannya wanita sialan itu sedang berputar-putar disekeliling suamiku. Dia hanya sedang mempermainkan waktu untuk menghancurkan hidupku perlahan-lahan. Dan keluarga Liam membantunya.Mereka tau semenjak Liam bersamaku, dia mendapatkan banyak tekanan dari keluargaku dan ekonomi kami yang buruk.Aku duduk di sofa putih menghadap jendela kaca yang tertutup tirai putih. Cahaya matahari membuat ruangan ini tidak gelap. Ya, aku sengaja mematikan semua lampu di rumah ini. Agar aku tau jika Liam datang, biasanya dia akan menghidupkan lampu meski siang hari.Samira adalah wanita yang p
"Saya berjanji akan melakukan tugas saya sebagai pemimpin perusahaan dengan baik. Berkontribusi meningkatkan perekonomian perusahaan." Liam mengakhiri pidatonya lalu tersenyum kecil.Nama Liam Kavindra menjadi pembicaraan di manapun. Bahkan sebuah tabloid membuat artikel tentang rumah tangganya juga."Maaf Pak ada artikel yang mengatakan anda telah menikah dengan wanita selingkuhan anda. Apa komentar bapak atas artikel itu?""Pak Liam...""Pak Liam..."Liam tetap berjalan meninggalkan pers dan mengacuhkan pertanyaan wartawan itu.Hari ini adalah hari kemenangan bagi Liam setelah membuat Rayhard turun tahta. Dia sudah menunggu bertahun-tahun untuk menerima kemenangan ini.Salah siapa Rayhard telah menghancurkan hidupnya dulu dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Diva. Sekarang perusahaan ini menjadi miliknya.Liam masih ingat Rayhard menghina Diva dengan sebutan penggoda pria kaya. Setahun lalu Liam pernah melihat Rayhard sedang makan di restoran mewah bersama wanita muda. Dan
Pagi hari Liam membantu Samira memindahkan barang ke apartemen yang baru ia beli. Lokasinya sangat dekat dengan apartemen miliknya. Dan apartemen itu kelihatan lebih mewah dari pada yang ditempati Diva. Tentu saja hal itu membuat Samira sangat senang, balas dendamnya tercapai. Jika Diva tahu pasti wanita itu akan sakit hati dan menderita.Samira ingin sekali memberitahu Diva tentang ayah anak yang ia kandung. Seharian ini Liam menghabiskan waktunya bersama Samira di apartemen mewah itu, bahkan ia tidak mengangkat panggilan dari Diva."Kamu anterin aku ya belanja kebutuhan bayi." Kata Samira yang sedang menikmati makan siangnya."Kamu kan tau Sa, di luar banyak orang. Apa kata mereka kalau saya jalan sama kamu beli peralatan bayi." "Peduli apa kata orang? Kalau kamu takut, untuk apa memindahkan aku ke apartemen ini? Hanya beberapa langkah dari tempat kamu."Liam meminum air putihnya di gelas, tanda makannya telah selesai. "Saya hanya berjaga-jaga dengan keselamatan kamu. Kalau kamu