Pov Liam
Siangnya aku pulang ke rumah, suara lemparan barang terdengar kuat dari arah kamar. Samira? Aku bergegas ke arah kamar melihat keadaan.
Seorang wanita bergaun tidur membanting segala yang ada di kamar. Rambutnya berantakan, segala umpatan kotor dia ucapkan. Dia juga menyebut nama, "Dasar Diva pelacur!"
Mataku terbelalak ketika Samira berbalik badan, kemudian mata kami bertatapan.
Dia tertawa sinis. "Sudah pulang? Ngapain aja kamu sama perempuan nakal itu? Berapa uang yang kamu kasih untuk bisa memuaskan nafsu kamu!" Dia menyorotku dengan mata tajam.
"Sa?"
"Kamu tidur kan sama dia?!" Bentaknya. "Padahal aku sudah ngirim foto ke bapak dia. Biar dia ditegur orangtuanya... tapi apa? Gak ada perubahan kalian ya! Apa perlu aku racun dia, Liam?" Ucapan Samira membuatku ingat tubuh Diva yang banyak bekas berwarna kebiruan karena ayahnya.
"Kamu bawa-ba
POV Liam"Semoga saja pilihan yang kamu ambil ini bisa menjadi petunjuk jalanmu." Samira menjulurkan tangannya ke depanku, "Terima kasih untuk waktu yang terbuang sia-sia ini, Liam."Aku menanggapinya dengan senyuman kecut. Aku bisa melihat dengan jelas senyum kemenangan Samira setelah hakim memutuskan Samira mendapatkan apa yang dia mau.Samira dengan pakaian serba hitamnya yang terkesan elegan dan anggun, sepatu hak tingginya membuat dia tampak lebih tinggi hingga kami bisa sejajar, tidak aku masih lebih tinggi. Dan ini adalah jabat tangan sebagai mantan pasangan. Seraya menggerakkan pinggulnya dia berjalan ke arah mobil hitam mewahnya.Sial, sial, sial!!Semua aset atas nama Samira. Rumah, mobil, uang tabungan, bahkan deposito kami. Sebodoh itulah kamu Liam Kavindra. Samira sekarang telah menjadi janda kaya raya dan aku duda melarat. Situasiku sekarang sangat sulit, ak
Seumur hidup aku belum pernah makan malam dengan mie yang direndam air panas, dan baru kali ini setelah tiga puluh tahunan hidup makan mie tanpa telor. Sungguh luar biasa kemajuan Liam Kavindra ini.Aku sudah menghubungi Alister untuk menanyakan lowongan pekerjaan. Sepertinya dia sibuk hingga tidak mengangkat teleponku, tadi saat sidang perceraianku dia juga tidak datang. Mungkin dia ada masalah.Saat aku berbaring terlentang menatap langit-langit kamar dengan perasaan menyedihkan ini, meratapi nasib pengangguranku ini. Tiba-tiba suara dering ponsel mahalku terdengar. Ya hanya itu barang mahal yang tersisa dengan jam tangan bermerk kebanggaan aku.Aku bangkit, terduduk di kasur menatap di layar ponsel nama Diva memanggil. Mau dibawa kemana mukaku? Diva yang tahunya aku pria berprestasi, atasannya. Idaman semua wanita se-Jakarta sekarang pengangguran."Angkat gak ya? Angkat gak ya?" Jadi inget k
POV Liam.Satu tamparan melayang ke pipiku, terasa perih dan amat sakit nyaris membuat gigiku rontok. Sialan! Karena nyamuk aku menampar diriku sendiri. Suara dengingan nyamuk terasa di telingaku. Why God? Kenapa Tuhan menciptakan nyamuk yang aku tidak tahu apa guna dan manfaat binatang ini?Belum lagi suara tikus di atap membuatku tidak bisa tidur. Seolah dunia ini dan sekitarku berkonspirasi untuk membuatku gila. Kubuka mataku lebar, kali ini bukan nyamuk dan tikus."Ahhhh....""Yesss....oh.....yesss!!"Tunggu ini bukan mimpi kan? Kenapa dinding tempat ini tidak kedap suara? Baru semalam aku tinggal di sini banyak sekali siksaan yang kuterima. Aku tidak bisa tidur kalau seperti ini. Kutarik badanku untuk duduk di tempat tidur, mengambil kotak rokok yang tinggal lima biji lagi.Entah sejak kapan aku mulai kecanduan merokok. Sam
POV Diva.Aku masih termenung begitu mendengar keadaan Liam dari Nara. Tidak percaya dengan apa yang dia ceritakan. Mustahil Liam menjadi orang miskin dan hidup luntang-lantung tidak punya tempat tinggal. Secara anak itu punya background dari keluarga yang lumayan.Ayo Diva, move on. Liam sudah ninggalin kamu dua kali. Ya dua kali... yang pertama karena untuk Samira dan yang kedua kali ini dia tidak memberikan alasan. Hancur? Jelas aku hancur dua kali dipatahkan oleh Liam.Tapi melihat ekspresi Nara yang terlihat sedih dengan keadaan Liam. Aku jadi penasaran dengan kehidupan pria itu. Separah apa dia sampai-sampai Nara yang sangat benci pada Liam si Boss tukang ngatur itu sekarang merasa iba pada Liam.Jangan Diva... move on.Aku harus berpikir puluhan kali lagi kalau ingin menemui Liam. Tapi kenapa hati ini malah ingin melihat keadaan Liam."Yakin kamu gak mau me
Bram dan Samira baru saja keluar dari sebuah butik terkenal di Jakarta. Dia telah mengambil gaun untuk acara mereka yang akan diselenggarakan pada Minggu depan. Keluarga Bram dan Samira telah bertemu dan mereka akan melangsungkan pertunangan mereka.Tidak ada yang tahu kalau Samira dan Bram sudah menjalin hubungan dekat. Tapi tidak bisa disebut pacaran juga. Dulu mereka sering jalan bareng, nongkrong di club malam bersama, bergandengan tangan, berpelukan dalam ikatan pertemanan.Karena sekarang Samira sudah resmi bercerai, lagipula Bram Reynaldi adalah pria mapan. Untuk wanita pengangguran seperti Samira sangat rugi jika mengabaikan Bram.Dalam perjalanan ke luar butik menuju parkiran mata Samira melihat pemandangan yang tak biasa. Yaitu... Liam... orang yang sudah membuatnya sakit hati.Dan sekarang lihatlah, kejutan apa yang ia dapatkan? Liam tampak kusam dan tidak terurus. Dulu semasa sekolah Liam sanga
POV Diva."Hai..."Dia tidak membalas sapaanku, wajahnya terkejut seperti melihat setan. Dia pasti bingung kenapa aku tahu alamatnya, aku masih tersenyum menunggu sahutannya. Rumah kontrakan tiga lantai dan penghuninya ada pria dan wanita. Bisa kutebak seperti apa model kosan ini.Untuk beberapa lama kami saling memandang, bisa kah dia melihat kerinduan di mataku? Melihat Liam dengan keadaan seperti ini, rasanya tidak percaya dia Liam yang aku kenal.Kakiku ingin bergerak memeluknya, tapi aku berhasil menahan dengan gejolak yang kurasakan. Separah apa pun keadaan Liam jantungku masih berdebar untuknya.Bisa kulihat dahinya mengernyit. dia tidak nyaman dengan kedatanganku. "Tahu dari mana saya di sini?"Aku melirik ke dalam, sangat sepi. Cukup mengejutkan dengan segala perubahan yang ada pada Liam. Aku memasang wajah santai agar Liam tidak canggung. Sebenarnya jantungku berdegup kencang setelah lama kami tidak bertemu."Aku gak d
POV Liam.Damn me!Damn!Damn!Aku membuat Diva terluka lagi. Dengan sengaja aku membuatnya pergi dari kontrakan brengsek ini. Seharusnya dia tidak datang ke sini, melihat keadaanku yang menyedihkan. Dengan kamar sekecil ini dan penampilan berantakanku.Bahkan aku membenci keadaanku sekarang!Lihat bagian ujung bibirku robek karena keparat Sendy membuat aku dan dia dipukul karena motor. Aku tidak tahu Sendy meminjam motor dengan cara tanpa izin. Ini tidak lucu.Ketika Diva datang tiba-tiba di saat aku sedang memegang sapu. Rasanya aku ingin membenturkan kepalaku ke dinding. Aku bisa mendengar jantungku berdegup kencang di telinganku. Aku ingin memeluknya tapi aku malah membuatnya seperti orang asing."Bang! Itu cewek lo nangis di tengah jalan." Suara Sendy dari ambang pintu membuatku berdiri. Dengan cepat kubuang rokok di tanganku lalu berlari menyusul Diva. Kontrakan ini hanya punya satu jalur untuk ke jalan raya.
Tiga bulan setelah melangsungkan pernikahan Liam dan Diva tinggal di apartemen Diva. Liam tidak bisa menolak permintaan Diva karena rumah kontrakannya sangat kecil untuk mereka tinggali berdua.Malam itu Diva berdiri di balkon rumahnya menatap kembang api yang berasal dari apartemen seberang mereka. Sangat cantik, terfikir olehnya punya anak mungkin akan sangat menyenangkan. Bisa bermain kembang api bersama anak dan suami. Membuat perayaan di rumah mereka, hal yang tidak pernah ia rasakan dalam keluarganya.Wanita berpiama pink itu melipat tangannya di depan dada, merasakan udara dingin malam itu. Liam belum pulang.Diva membalikkan tubuhnya mendengar suara langkah kaki. "Udah pulang." Ia menyambut Liam dengan senyum lebar, "Langsung mandi gih... biar aku siapin makan malam."Liam meletakkan tasnya, wajahnya terlihat lelah tapi tetap tersenyum. Dia baru merintis usaha kecil-kecilan. Liam benar-benar